Marishka Soekarna adalah perupa perempuan yang dekat dengan isu perempuan dalam setiap karya-karyanya. Karyanya berupa ilustrasi dan mural telah menghiasi berbagai ruang galeri seni, publikasi dan dinding-dinding pemukiman umum baik di Jakarta hingga di Amsterdam. Ia identik dengan karya-karya berwarna cerah dengan karakter manusia dalam bentuk naif yang membahas isu-isu domestik tentang rumah dan perempuan. Belakangan ia terlibat dalam projek menghias dinding ruang terbuka publik ramah anak Kalijodo bersama-sama dengan 11 perupa muda lainnya. Kini selain aktif berkarya dan mengurus kedua anaknya, lulusan seni grafis jurusan Seni Murni Institut Teknologi Bandung ini meluangkan waktunya untuk berbincang dengan Pop Hari Ini.

Untuk pembaca kami yang mungkin belum pernah melihat karya kamu, coba deskripsikan karya kamu dalam 5 kata?

Oh, ini, karyanya, Marishka, Soekarna

Jika diukur dengan popmeter, berapa persenkah kadar pop pada karya kamu?

5% seperti kadar alkohol pada bir

Seberapa besar pengaruh budaya pop bagi kehidupan dan karya kamu?

Relevansi pop terhadap karya tidak bisa dibilang ada, tapi mungkin karena kebiasaan dan hobi nonton film dan dengar musik bisa berpengaruh terhadap cara berfikir dan akhirnya proses kreasi.

Sejak kapan tertarik mengangkat isu perempuan dalam karya?

Karena proses saya berkarya biasanya dimulai dari hal yang sangat dekat buat saya, dan karena kebetulan saya perempuan, jadinya bisa dibilang yang diangkat adalah isu perempuan/ isu saya. Mungkin kalau saya seekor bebek, isu yang akan saya angkat adalah isu perbebekan. Jadi sebenarnya ini adalah lebih kepada kedekatan terhadap diri sendiri. Kenapa saya selalu memulai proses berkarya dari hal yang terdekat buat saya? Itu karena alasan estetika yang personal. Saya selalu ingin saya punya koneksi dengan karya saya, yang nantinya gak hanya sok tau dan sok berat saja, tapi saya tau apa yang saya ‘omongin’ di karya saya sendiri. Kedekatan personal disini bukan berarti tentang “saya, saya dan saya”, tetapi bisa menjadi referensi dan berintergrasi menuju konsep yang lebih luas bahkan keluar dari isu yang personal. Misalnya untuk mengangkat isu politik dalam karya, tentu yang menjadi substansi karya ini berupa perspektif dan interpretasi personal, dipertemukan dengan kejadian yang relevan dengan isu yang diangkat.

Sebagai perupa perempuan yang mengangkat isu itu apakah pencapaian terbaik dalam berkarya selama ini?

Pencapaian terbaik adalah jujur dalam berkarya dan berkarya untuk membuat keluarga lebih bahagia.

Adakah tantangan sebagai perupa perempuan saat awal berkarya?

Tantangannya adalah: menerima kritik saat menstruasi, membangun mood saat sedang menstruasi, naik-naik tangga ngemural saat menstruasi.

Dan adakah tantangannya sebagai perupa perempuan saat ini?

Tantangannya adalah: membuktikan bahwa karya nya punya nilai lebih ketimbang hanya mengisi kuota ‘perupa perempuan’ di sebuah pameran.

Bagaimankah cara kamu menjelaskan pekerjaan dan isu perempuan dalam karya pada anak-anak kamu?

Sama saja kayanya seperti menjelaskan pekerjaan pada umumnya, maksudnya tidak ada tehnik khusus. Penjelasannya dimulai dari jenis perkerjaannya, jam kerjanya, proses pekerjaannya dan hasil pekerjaannya. Seperti orang tua pada umumnya, berharap apa yang orang tuanya kerjakan bisa memberi inspirasi yang baik buat anaknya.

 Menurut kamu apakah artinya menjadi seniman di saat ini?

Seniman punya kemampuan untuk ‘merekam’ atau merefleksi jaman melalui karyanya.

Apa bagian menyenangkan dan menyebalkan dari menjadi perupa perempuan?

Adanya hitung-hitungan gender dan anggapan bahwa seniman perempuan tidak sebanyak lelaki. Kalau menurut saya hal ini terjadi bukan karena minimnya kesempatan perempuan dalam dunia seni rupa, tapi karena mungkin memang tidak sebanyak itu perempuan yang tertarik untuk terjun serius di dunia seni rupa. Dan itu bukan jadi masalah yang penting untuk dibahas (buat saya). Perkembangan jaman dan isu gender ini sudah banyak berubah menurut saya, dan juga di dunia seni rupa, mungkin dulu pada era Guerilla Girls, isu ini masih relevan untuk diangkat karena memang keadaannya tidak asik pada waktu itu, tapi sekarang menurut saya kesempatan menjadi seniman itu sudah setara. Proses filter nya sekarang adalah siapa seniman yang oke dan gak oke aja. Bukan berdasarkan kotaknya.

Apakah nasihat atau kata-kata yang pernah kamu dengar dan terus diingat sampai hari ini?

Satu yang sangat klise, simpel tapi nempel: be yourself.

 Siapakah orang yang paling kamu kagumi atau sangat berpengaruh dalam kehidupan kamu (di masa lalu atau saat ini)?

Keluarga saya yang di situ ada oma, opa, orang tua, suami, anak dan sehabat.

Dalam dunia seni siapakah sosok perempuan yang bisa dianggap jadi panutan?

Ana Mendieta (1948-1985)

Bisa rekomendasikan dua seniman lokal perempuan, serta album musik lokal perempuan yang bisa direkomendasikan untuk pembaca Pop Hari Ini?

Seniman lokal perempuan: Emiria Sunassa & Dila Ayu Martina

Album musik: Iis sugianto “Salah Tingkah”, Ivo Nilakhresna “Kisah Tjinta” (lagu pacaran oma opa saya)

https://marishkasoekarna.blogspot.co.id