Pop Indonesia Seputar ‘65
Setiap kali 30 September tiba, memori peristiwa 1965 pasti diingatkan kembali. Untuk musik pop Indonesia sendiri, seperti apa kurang lebih suasanya di tahun itu?
Album Mari Bersuka Ria dengan Irama Lenso, atau Bersuka Ria, yang dimainkan oleh Orkes Irama pimpinan legenda jazz kita, Jack Lesmana, yang melibatkan sejumlah penyanyi beken saat itu (yang di kemudian hari nama-nama mereka kita kenal pula sebagai para legenda), bisa jadi salah satu yang paling representatif untuk diputar lagi.
Album Bersuka Ria bukan hanya dirilis tepat pada 1965 oleh perusahaan rekaman Irama, bahkan lagu pertama di piringan hitam tersebut memuat lagu yang ditulis oleh Bung Karno, presiden Republik Indonesia saat itu.
Seperti kebanyakan dari kita maklum, mulai di era 1950an Rock And Roll mewabah di berbagai penjuru bumi (hey, siapa yang tidak kenal nama Elvis Presley?) Budaya musik pop Barat merambah dan senang dimainkan; sebut saja tango, cha-cha, sampai mambo. Hingga di Indonesia, pemuda-pemudi membentuk band, yang pada saat itu disebut Orkes.
Presiden Sukarno tidak suka semua fenomena itu berlangsung di Tanah Air, dan menyebutnya sebagai musik ngak-ngek-ngok. Kita juga sudah sering mendengar cerita tentang Koes Bersaudara dan Dara Puspita harus berurusan dengan pihak yang berwajib karenanya—kelompok yang disebut pertama sempat masuk bui.
Demi menangkal ngak-ngek-ngok yang semakin merebak dan digandrungi, pada perayaan kemerdekaan RI, 17 Agustus 1959, Bung Karno memperkenalkan manifesto yang bertujuan untuk melindungi budaya bangsa. Radio Republik Indonesia pun dilarang memutar lagu-lagu Barat. Tak sampai di sana, Bung Karno hingga mempopulerkan alternatif sound untuk musik pop bangsa kita: Irama Lenso.
Lenso berasal dari kesenian Maluku, sebuah tarian tradisional dengan menggunakan sapu tangan. Arti kata lenso sendiri memang sapu tangan. Tiga seniman kenamaan pun direkrut Bung Karno untuk menggali Irama Lenso, mereka adalah Jack Lesmana (terlahir dengan nama Jack Lemmers, ia menggantinya sesuai anjuran Presiden Sukarno untuk meng-indonesianisi nama-nama), Idris Sardi, dan Bing Slamet.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Wawancara Eksklusif Ecang Live Production Indonesia: Panggung Musik Indonesia Harus Mulai Mengedepankan Safety
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pophariini masih banyak menghadiri dan meliput berbagai festival musik di sepanjang tahun ini. Dari sekian banyak pergelaran yang kami datangi, ada satu kesamaan yang disadari yaitu kehadiran Live Production Indonesia. Live …
Daftar Label Musik Independen dari Berbagai Kota di Indonesia 2024
Berbicara tentang label musik tentu bukan hal yang asing lagi bagi siapa pun yang berkecimpung di industri ini. Mengingat kembali band-band yang lekat dengan label raksasa sebagai naungan, sebut saja Dewa 19 saat awal …