Pop Indonesia Seputar ‘65

Oct 4, 2018

Setiap kali 30 September tiba, memori peristiwa 1965 pasti diingatkan kembali. Untuk musik pop Indonesia sendiri, seperti apa kurang lebih suasanya di tahun itu?

Album Mari Bersuka Ria dengan Irama Lenso, atau Bersuka Ria, yang dimainkan oleh Orkes Irama pimpinan legenda jazz kita, Jack Lesmana, yang melibatkan sejumlah penyanyi beken saat itu (yang di kemudian hari nama-nama mereka kita kenal pula sebagai para legenda), bisa jadi salah satu yang paling representatif untuk diputar lagi.

Album Bersuka Ria bukan hanya dirilis tepat pada 1965 oleh perusahaan rekaman Irama, bahkan lagu pertama di piringan hitam tersebut memuat lagu yang ditulis oleh Bung Karno, presiden Republik Indonesia saat itu.

Seperti kebanyakan dari kita maklum, mulai di era 1950an Rock And Roll mewabah di berbagai penjuru bumi (hey, siapa yang tidak kenal nama Elvis Presley?) Budaya musik pop Barat merambah dan senang dimainkan; sebut saja tango, cha-cha, sampai mambo. Hingga di Indonesia, pemuda-pemudi membentuk band, yang pada saat itu disebut Orkes.

Presiden Sukarno tidak suka semua fenomena itu berlangsung di Tanah Air, dan menyebutnya sebagai musik ngak-ngek-ngok.  Kita juga sudah sering mendengar cerita tentang Koes Bersaudara dan Dara Puspita harus berurusan dengan pihak yang berwajib karenanya—kelompok yang disebut pertama sempat masuk bui.

Demi menangkal ngak-ngek-ngok yang semakin merebak dan digandrungi, pada perayaan kemerdekaan RI, 17 Agustus 1959, Bung Karno memperkenalkan manifesto yang bertujuan untuk melindungi budaya bangsa. Radio Republik Indonesia pun dilarang memutar lagu-lagu Barat. Tak sampai di sana, Bung Karno hingga mempopulerkan alternatif sound untuk musik pop bangsa kita: Irama Lenso.

Lenso berasal dari kesenian Maluku, sebuah tarian tradisional dengan menggunakan sapu tangan. Arti kata lenso sendiri memang sapu tangan. Tiga seniman kenamaan pun direkrut Bung Karno untuk menggali Irama Lenso, mereka adalah Jack Lesmana (terlahir dengan nama Jack Lemmers, ia menggantinya sesuai anjuran Presiden Sukarno untuk meng-indonesianisi nama-nama), Idris Sardi, dan Bing Slamet.

Foto: https://groovyrecord.ecrater.com

1
2
Penulis
Harlan Boer
Lahir 9 Mei 1977. Sekarang bekerja di sebuah digital advertising agency di Jakarta. Sempat jadi anak band, diantaranya keyboardist The Upstairs dan vokalis C’mon Lennon. Sempat jadi manager band Efek Rumah Kaca. Suka menulis, aneka formatnya . Masih suka dan sempat merilis rekaman karya musiknya yaitu Sakit Generik (2012) Jajan Rock (2013), Sentuhan Minimal (2013) dan Kopi Kaleng (2016)

Eksplor konten lain Pophariini

Halal Bihalal Kasual MALIQ & D’Essentials Dihiasi 21 Lagu dan Penggemar Termuda

MALIQ & D’Essentials melanjutkan tradisi buka bersama para penggemar secara intim hari Kamis (28/03) di Ruuang Kopi, Jakarta Selatan. Tahun ini juga menjadi tahun kedua mereka menyebut momen berkumpul ini dengan nama Halal Bihalal …

Satu Dekade Tulus Mendengar Album Gajah

Album Gajah adalah jangkar, ia membuat banyak penggemar Tulus diam sejenak, mendengar lagu-lagu indah sembari merenungi apa yang terjadi dalam hidup