Rekomendasi: Jikun /rif – “bara dalam bait”

Mar 15, 2021

Pertama-tama maaf jika saya telah terburu-buru menilai kurang baik buku ini hanya dari melihat sampul buku dan isinya sekilas. Adalah buku bara dalam bait, biografi yang ditulis oleh Jikun sendiri, gitaris band rock ‘n roll glamor Indonesia, /rif. Karena sampul album hitam yang hanya menampilkan sedikit gambar ilustrasi sosoknya di bawah kanan, teks judul buku dan nama penulis yang juga ditampilkan seperti ragu-ragu, sangat tidak menggambarkan sosok Jikun “/rif” yang sudah melekat di kepala saya puluhan tahun ini.

Jikun “/rif” adalah segelintir dari gitaris Indonesia yang menjadi gitaris rock yang mengikuti tradisi rock ‘n roll seperti yang seperti telah diwariskan turun temurun dari era Jimmy Page (Led Zeppelin), Slash (Guns ‘N Roses) hingga duo gitaris Ace Frehley/Paul Stanley (KISS). Mereka tidak hanya memanjangkan rambut, memainkan gitar distorsi high gain dan solo gitar panjang, tapi melengkapi sosoknya dengan elemen seperti kostum garang/flamboyan terbuat dari bahan latex/kulit, boots kulit tinggi yang glamor, serta tak lupa dengan bumbu kisah efek botol-botol alkohol. Semua itu membuat sosok Jikun sulit disamai oleh gitaris rock lain di Indonesia hingga kini.

Sosok imaji rockstar pada Jikun ini yang membuat saya berprasangka pada tampilan bukunya sekilas pandang saja. Namun prasangka itu perlahan hilang ketika membaca tiap lembarnya. Buku ini mengasyikan dibaca. Begitu ringan dan mengalir. Sosok Jikun yang bagi penggemar musik rock tanah air bagaikan dewa gitar rock ‘n roll glamor yang penuh pesona ternyata jauh lebih menarik ketika digali sisi lainya melalui beberapa bab yang dibagi per dekade. Kudos untuk editor buku ini yang menjaga alurnya dan mampu membuatnya menjadi begitu ringan dan menarik.

Sosok Jikun tentunya tidak bisa lepas dari gitar, musik rock, alkohol, totalitasnya dalam penampilan panggung dengan kostumnya, serta jatuh bangunnya dalam membangun salah satu band rock glamor tanah air terbesar di arus utama di era 2000an yang kini memasuki usia 27 tahun. Semua itu terbahas dengan menarik dan mengasyikan. Seringkali membuat lupa untuk menaruh buku ini karena keasyikan membaca.

Yang juga menarik adalah sisi lain yang terbahas di buku ini. Bahwa Jikun sang dewa gitar  ini ternyata juga sempat mengalami jatuh bangun, melalui berbagai pertimbangan finansial ketika bermain musik yang membuatnya harus realistis dalam mengambil keputusan. Juga bahwa ia adalah arsitek lulusan Unpar tahun 90 yang hobi menggambar dan membuat komik yang juga sangat suka wayang golek dan sempat mengerjakan proyek arsitek kecil-kecilan. Semua terjabarkan dengan pas dan efektif melalui pembagian babak kehidupannya dalam empat bab. Bab I: 1983-1993, bab II: 1993-2003, bab III: 2003-2013, dan bab IV: 2013-2020. Kudos sekali lagi untuk editornya yang membagi bab tersebut dengan efektif dan sama sekali tidak membosankan. Jangan lupa juga bonus sisipan komik Petruk Gareng yang ia buat dari cerita, serta gambarnya sendiri.

Semua kisah menarik dalam hidupnya terceritakan dengan baik dan pas. Dari soal gitar pertamanya, penemuan efek fuzz menggunakan walkie talkie, soal peralihan era 90an yang diwarnai era MTV, dengan kisah /rif yang mulai aktif manggung di cafe, dan kerusuhan Mei 98. Juga ketika menjadi pembuka KORN, juga saat /rif harus tunduk pada serangan pop melayu. Dan era kala label rekamannya mulai meragukan /rif, lalu kebangkitan rif dengan album baru, di era 2010an rekaman di Abbey Road, memutuskan bersolo karir, serta yang terkini tentang kebakaran, pernikahan dan hadirnya sang buah hati.

Tidak banyak gitaris Indonesia yang punya kesadaran penuh untuk mendokumentasikan pengalaman dan ceritanya ke dalam buku. Maka buku perdana Jikun ini patut diberi penghargaan lebih. Meskipun sebenarnya jika digarap lebih mendalam lagi akan jauh lebih menarik. Seperti menambahkan foto-foto era lama Jikun atau /rif, apalagi bila berwarna. Juga akan lebih sedap bila desain layout dan sampul albumnya lebih digarap lagi sehingga imaji Jikun yang selama lekat dengan tradisi gempita rock n roll glamornya tetap mampu terwakili oleh desain buku, layout, pemilihan kertas dan cetakan berwarna yang lebih menarik.

Selain itu saya rasa akan lebih menarik jika sisi manusiawinya Jikun juga lebih digali lagi. Seperti di bagian favorit saya, ketika Jikun merelakan gitar elektrik Gibson SG nya dijual untuk persalinan anaknya, dan uniknya kemudian mendapatkan gantinya secara cuma-cuma. Dengan tanpa lupa bersyukur Jikun membuktikan bagaimana di balik rambut gondrong, tattoo full sleeve, dan wajah garangnya, ia adalah tetap sosok ayah, sekaligus kepala keluarga yang tidak melupakan sang kuasa.

Bayangan saya setelah selesai membaca bara dalam bait ini adalah berharap akan ada cetakan kedua buku ini yang lebih disempurnakan. Tentu saja sebagai pendokumentasian bahwa musik Indonesia punya dewa gitar yang setia menjaga tradisi rock ‘n roll yang glamor itu. Karena bila menyebut dewa gitar rock ‘n roll glamor Indonesia, hanya ada satu nama. Dan nama itu adalah Jikun /rif!

 

____

Penulis
Anto Arief
Suka membaca tentang musik dan subkultur anak muda. Pernah bermain gitar untuk Tulus nyaris sewindu, pernah juga bernyanyi/bermain gitar untuk 70sOC.

Eksplor konten lain Pophariini

Marsahala Asal Denpasar Rilis Single Kedua Bertajuk Love Yourself

Solois yang mengusung gaya musik soul alternatif asal Denpasar bernama Marsahala resmi meluncurkan single anyar bertajuk “Love Yourself” hari Jumat (26/04). Sebelumnya sang musisi sudah menandai kemunculannya lewat single “Still Spinning” bulan Februari lalu. …

Setelah 7 Tahun, Risky Summerbee & The Honeythief Kembali Rilis Karya Anyar

Setelah beristirahat 7 tahun, Risky Summerbee & The Honeythief asal Jogja akhirnya resmi kembali lewat single anyar bertajuk “Perennial” hari Minggu (21/04). Lagu ini merupakan karya pembuka untuk album mini terbaru yang mereka jadwalkan …