Rekomendasi: Oslo Ibrahim – I Only Dance When I’m Sad
Artis: Oslo Ibrahim
Album: I Only Dance When I’m Sad
Label: Orca Music Club
Ingat pertama kali menyaksikan Oslo Ibrahim di panggung Java Jazz Festival 2020. Penampilannya unik dengan setelan jas rapih dipadu gaya kuncir rambut Sailor Moon. Oslo membawakan materi dari mini album The Lone Lovers yang belum pernah saya dengarkan sebelumnya. Tak pikir panjang, saya memutuskan langsung jadi pengikutnya di media sosial Instagram.
Di era yang mudah dalam hal promosi ini, kalau cuma bikin musik keren atau skill bermusik tingkat dewa mungkin bisa sanksi. Musisi yang ingin mendapatkan perhatian lebih seperti harus pandai menandai diri, dan Oslo salah satu yang berhasil melakukannya. Keberuntungan berpihak padanya setelah Rio Riezky diputuskan berganti menjadi Oslo Ibrahim.
Kini cara mengoleksi rilisan artis tak lagi repot pergi ke toko musik karena cuma butuh kuota internet untuk bisa mendengarkan. Suatu hari jika Oslo tidak ingin mencetak sampul berisi ucapan terima kasih di rilisan fisiknya. Baik kaset, CD, atau mungkin vinyl. Kita bisa mendengarkan nama-nama penting di nomor pembuka “Makasih” yang turut menyertakan sosok rahasia.
“Dan buat kamu, kalau kamu ngerasa lagu-lagu di album ini kayak kisah kita. Ya, mungkin emang ini tentang kita.”
Album I Only Dance When I’m Sad berisi total sembilan judul. Nomor kedua “I May Not The One” mempresentasikan keadaan serba salah. Deskripsi hubungan dalam tiga perkara; aku, kamu, dan siapa. Seseorang yang rela disalahkan selalu mengambil celah untuk mempertahankan. Esensi pantang menyerah terbiar patah sempurna dengan raungan Pamungkas di akhir.
“It’s not a simple thing / When we’re getting older and love each other // No it’s not an easy thing / To get through the day /And make it out alive / ‘Cause honestly it’s hard for me / To find my glow / When your nights are low // Can’t you see the sign? I may not the one.”
Salah satu single kolaborasi bareng Romantic Echoes masuk dalam daftar. Waktu press release muncul di kotak masuk. Saya tak menduga laki-laki yang berdampingan dengan J. Alfredo ini mencuri hati. Mereka berdua punya kesamaan; tak habis membicarakan perasaan. Entah siapa yang mencuri hati dan menghancurkan. Yang terpilih “You Made Me Cry” bukan “You Made Me Smile”.
“You made me cry / But I can’t lie / I love it when you take and break my heart // It comes and goes / You are the ghost / I love it when you take and break my heart”
Aransemen musik yang disuguhkan Oslo di album solo perdananya ini membuat seakan pukul 11 malam lebih cepat berlalu. Padahal kopi di gelas belum habis mengisi rongga paru-paru. Masuk ke nomor empat “I Don’t Belong To Love Her”. Oslo bermain dengan tanda tanya yang mengikuti perasaan ingin memiliki.
“I don’t belong to love her / But why things getting better / And you keep makes me wonder if you want me too / I don’t belong to love her / But why things getting better / And you keep makes me wonder if you want me too (you)”
Dari semua daftar di album ini, “You Are Too Beautiful” lagu yang terkalem. Edisi jatuh hati pandangan pertama dengan seseorang di media sosial. Lagi-lagi harus tenggelam dalam khayalan yang begitu dekat-menjauh. Cinta yang sebenarnya melepuh di dada, sebatas mengagumi bukan memiliki itu memang nyata.
“You are too beautiful / And it feels so unreal / You are too beautiful / And i’ll always be forever fool / For you.”
Saya tidak pernah menanyakan ke Oslo. Ia mengagumi Tom Misch atau tidak karena “Someone That Can’t Be Mine” bukan untuk dijadikan tandingan. Bagian gitarnya menyentil kepala yang rumit akibat jarang bersentuhan. Banyak kisah yang percis seperti lirik ini di luar sana. Sekali lagi, toh apapun rasanya, rasa ingin memiliki, menyenangkan sekaligus persetan bukan?
“Why don’t you say to me? What am I to you? Can I still with you? Countless strange conversation / We want nothing but sleep / Yet we won’t hung up the phone.”
Akhirnya kepercayaan diri muncul ke permukaan. “It’s Just A Hug” membiarkan semua terlihat canggung namun pelik. Kalau hati dibiarkan hancur lagi, melayang permohonan tetap bersama. Besarnya harapan sejalan dengan ‘biar punya sisa mencintai 3 tahun lagi, soal hati siapa yang tahu?’. Seperti diajarkan merenungkan keadaan. Apakah penting memaksa seseorang mengatakan sesuatu dengan memahami lirik ini?
“It’s just a hug / but I feel complete // It’s kinda fun / but it ain’t a game / I still believe that you want me too // Why don’t you just say to me?”
Biar begitu, pelukan tetap menjadi cara yang paling menenangkan bagi orang baik maupun jahat. “Come To Me” membawa suasana hati (tidak selalu) lebih berguna. Kata-katanya bisa mendadak sendu dalam sepekan. Tak lagi menyiksa alih-alih diperlambat. Apa kegiatan yang dilakukan saat berduaan kalau bukan pelukan?
“Come to me and hug my body / It’s only you and me / I don’t care if it’s night or day / I want to feel you inside me / It just feels so good when your skin meets mine / I know you like it, don’t you? Baby you won’t go anywhere. Just let me take control of you.”
Selesai asyik-asyik mengikuti tiap bagian gitar di lagu-lagu sebelumnya. Album yang jauh dari basa-basi ini diakhiri “Yes I Miss You”. Boleh disebut surat terakhir. Mengingat hubungan percintaan di dunia ini serba sementara. Kalau tidak putus, ya bercerai, atau bayang-bayang kematian takdir perpisahan yang menakutkan.
“I want you back, yes I miss you / I miss the way how you miss me too / The way you lay your head on my shoulders / I want you back, yes I miss you / Though it hurts me / Though it hurts you / Why don’t we just give it a try?”
Suatu hari di panggung nyata, Oslo tak butuh waktu lebih dari sejam untuk memainkan keseluruhan materi album ini. Tapi celoteh asalnya paling dinanti. Dalam tiap kesempatan merekomendasi, saya tak sepenuhnya menyelami. Ada dua pilihan alasan tiap mendengarkan lagu, baru putus cinta atau kamu masih memerlukannya, dan album ini merangkum keduanya.
____
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …