Resensi: Candra Darusman – Indahnya Sepi

Sep 3, 2018

Debut Album Chandra Darusman yang Super Menawan

Artis: Candra Darusman
Album: Indahnya Sepi
Label: demajors
Tahun: 2018 (sebelumnya: 1981)
Ranking Indonesia: 9,5/10

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, kampus siang itu ramai sekali. Musik jazz di panggung berbagi dengan panasnya sinar matahari, saya ke sana ke mari mencari posisi yang relatif teduh. Hingga sore datang, sejuk lebih enak bersama improviasi. Saya pulang malam dari Jazz Goes To Campus (JGTC), kecopetan di bus saat turun di Lebak Bulus. Kurang jazz apa lagi?

Tapi sesungguhnya saya hanyalah salah satu penonton JGTC di era 1990an. Festival itu sudah lahir sejak lama, 1978, hanya setahun setelah North Sea Jazz Festival yang mahsyur di Belanda. Bisa jadi JGTC adalah festival jazz tertua di Indonesia. Tempat awal anak-anak muda berkumpul bersama jazz. Festival ini sampai sekarang masih kerap diadakan. Ide awalnya datang dari seorang mahasiswa FEUI kala 1970an, Chanda Darusman.

Tiga tahun setelah pertama kali turut mewujudkan JGTC, Chandra Darusman merilis debut album solonya, Indahnya Sepi via Irama Tara. Pada 2018, demajors mencetak kembali album itu dalam format CD. Cukup banyak tentunya yang senang akan kabar itu. Para calon pembeli mengetik “hold” di kolom-kolom komentar akun media sosial para penjual rekaman musik.

Indahnya Sepi memang album yang indah. Lagu pembuka,”Kau” telah melintasi waktu, pernah dibawakan kembali oleh Ren Tobing dan Shelomita. Lagu ini digubah oleh Tito Sumarsono dan Chandra Darusman. Sementara liriknya, ditulis oleh Chandra bersama Pancasilawan.

Kita semua ingat intro lembut lagu itu, kemudian hentakan pada lirik pertamanya:

Kau… sulutkan hatiku.
Menerawang jauh, menembus ke dalam
Kau… bangkitkan gairahku
Hasratku menggapai harapan bersama 

Ada yang baru pada sebuah arus musik pop Indonesia pada akhir 1970an dan awal 1980an. Di tangan musisi-musisi muda itu, musik pop ditampilkan dengan pendekatan referensi musik-musik mulai dari soft rock hingga fushion, dan banyak lagi, dengan lirik Indonesia yang berkehendak terbaca berbeda dari pendekatan yang umum pada saat itu, walaupun bila temanya serupa.

Chandra Darusman salah satu eksponen itu. Debut albumnya, salah satu yang diminati sepanjang masa. Album ini melibatkan cukup banyak player yang turut memberi warna, sehingga begitu sempurna kita mendengarnya. Uce Hariono bermain drum, Congas, dan sejumlah perkusi. Embong bermain Flute, Tenor Sax, Soprano Sax. Rezki Ichwan bermain Clarinet dan akordion. Sejumlah pemain brass dan string pun hadir.  Chandra sendiri bermain piano, keyboard, segala alat-alat musik pencet, dengan begitu memesona.

Lagu kedua, “Indahnya Sepi” yang juga menjadi judul album ini, lagi-lagi favorit sepanjang masa! Lagu dibuat Chandra, penulis liriknya: Inggrid Widuri. Ada Linda yang bernyanyi bersama Chandra di lagu ini. Keduanya bersuara tipis bersahaja. Ketika kedua suara itu berbunyi bersama, atau saat bersahut-sahutan… keindahan yang begitu murni! Musik yang mengirinya serasa sungai-sungai yang jernih. Asri. Saya mulai kerepotan; antara perlu meneruskan tulisan resensi album ini dengan keinginan memejamkan mata dalam buaiannya.

Lagu ketiga, tak turun juga kualitasnya. “Ballada Seorang Dara” lagi-lagi menghadirkan Inggrid Widuri sebagai penulis lirik. Ya, ampun! Musik dinamis seindah itu telah bertemu kata-kata “Hanya kegelapan. Hati dalam duka” yang dinyanyikan Chandra dengan gaya melankoli khasnya.

Chandra memang bukan tipikal vokalis dengan power yang kuat. Seolah dia hanya cocok menyanyikan lagu-lagu ciptaannya, tapi itu sudah sangat cukup. Sempurna!

Mari kita ke lagu keempat. Hey, ada Ikang Fawzi yang berduet bersama Chandra! Ikang memang juga salah satu anak muda yang mewarnai generasi itu, yang di masa sekolah telah memperlihatkan bakat musiknya, dan di kemudian hari berhasil ngetop berat dengan lagu “Preman”.

Ikang hadir menemani Chandra di lagu “Panggilan Jiwa”, sebuah lagu yang memang ditulis olehnya. Darusman memilih lagu yang tepat, diaransirnya dengan gawat, termasuk jari-jarinya memainkan solo yang efektif.

Sementara lagu berikutnya, “Lagu Cinta Marlina” tampil sepi, lalu memuncak, lalu menari, lalu sepi. Aih, indahnya! Setelah itu, Chandra dengan kerennya meneruskan setlist dengan “Ini atau Itu”, sebuah instrumental berintro futuristik dengan tema brass section yang mengajak bergoyang. Lepaskan… lepaskan! Kemudian komposisi menukik bersama bas yang dinamis, diimbuhi tema keyboard yang menggemaskan.

Lepaskan… lepaskan!

Masih ada enam  lagu setelah ini, dengan tamu-tamu penulis lagu dan lirik. Semuanya keren! Maka, sebetulnya, tidak perlu lagi ada ocehan-ocehan resensi macam yang saya tulis ini. Dengarkan album ini, dan temukan sensasinya.

Sudah menjelang sore. Saya harus pergi. CD Indahnya Sepi saya stop dulu. Terlalu banyak bunga-bunga cantik jatuh ke telinga.

 

____

Penulis
Harlan Boer
Lahir 9 Mei 1977. Sekarang bekerja di sebuah digital advertising agency di Jakarta. Sempat jadi anak band, diantaranya keyboardist The Upstairs dan vokalis C’mon Lennon. Sempat jadi manager band Efek Rumah Kaca. Suka menulis, aneka formatnya . Masih suka dan sempat merilis rekaman karya musiknya yaitu Sakit Generik (2012) Jajan Rock (2013), Sentuhan Minimal (2013) dan Kopi Kaleng (2016)

Eksplor konten lain Pophariini

MALIQ & D’Essentials Siap Berbagi tentang Strategi Bisnis di Maliq Music Labs

Di tengah persiapan album baru yang masih belum dipastikan kapan beredar, MALIQ & D’Essentials akan menggelar Maliq Music Labs edisi kelima hari Rabu, 24 April 2024 di Merame, Jakarta Selatan.   View this post …

Excrowded Menggelorakan Musik di Malang Lewat Album Mini Terbaru

Setelah jeda hampir 2 tahun, Excrowded akhirnya kembali membawa karya baru berupa album mini bertajuk Unite Diversity hari Senin (01/04)   Excrowded beranggotakan Hazbi Azmi (vokal), Gilang Akbar (gitar), Gianni Maldino (bas), dan Rijadli …