Resensi: Danilla – Fingers
Artis: Danilla
Album: Fingers
Label: Laguland Records
Peringkat Indonesia: 8/10
Di panggung Synchronize 2019 kemarin, Danilla bergurau tentang penggemar dan musiknya dengan berucap, “di lagu berikut semoga ga pada kabur ya. Jadi (biar) gue tau mana yang follow gue karena musik, yang mana karena (gue) cantik.” Katanya sambil menyeringai. Memang apa yang salah dengan musiknya Danilla?
Danilla merilis debut album bernunansa pop jazz/bossa-nova yang manis dan ceria berjudul Telisik pada 2014. 3 tahun kemudian di 2017 Ia merilis Lintasan Waktu yang lebih gelap. Dipenuhi sound gitar kasar, dengan piano elektrik dan synthesizer murung yang jauh dari unsur pop, dan mampu membuat kaget pendengar Telisik, angkat kaki. Namun meski begitu beberapa media mengganjar album keduanya ini sebagai salah satu album Indonesia terbaik 2018. Tempo Online bahkan memilihnya sebagai album terbaik 2018.
Lalu tanpa ba-bi-bu mendekati akhir tahun ini Danilla merilis mini album Fingers yang minimalis, dominan gitar elektrik dan masih bernuansa murung. Dan siapa sangka hanya dengan suara gitar elektrik berlapis-lapis, dengan berbagai efek modulasi yang mengawang-awang ini lebih dari cukup untuk membungkus karakter vokal alto Danilla yang di album ini masih bernyanyi dengan gaya jazzy dan sedikit bluesy.
Album Fingers yang berisi lagu dengan judul jari-jari tangan ini diletakan sesuai urutan jari tangan. “Thumb” yang singkat membuka mini album ini, jari telunjuk di “Index”, lalu “Middle”, “Ring” dan yang terakhir ditutup oleh “Pinky” yang singkat dan masih satu nafas dengan “Thumb”. Selain muram dan mengawang-awang setelah membaca liriknya ternyata album mini ini dipenuhi berbagai pertanyaan dari dara yang belakangan ini semakin sering bergonta ganti-gitar elektrik di atas panggung. Ketika “Thumb” membuka album dengan petikan gitar elektrik berefek tremolo yang muram, pertanyaan pertama muncul:
We’re criticizing each other’s mind / Let’s end this tense with some kind of wine / The more we share the more we can bare / Are you here with me now?
Lalu di lagu “Index” nada minor yang muram dan sunyi kembali bertugas. Dengan lirih Danilla bernyanyi sambil kembali bertanya:
Flying as the wind blows / ‘Till they fall at the end of time / Are we done here to see what’s going on? // Is this worth fighting for? / Is this worth losing more of our kind? / Will it last / Will it take us somewhere to love?
Di lagu berikutnya “Middle Finger” Danilla menjadi romantis sambil bertanya lagi:
“I took it too high, higher / I’ll die / Die in your smile // Shall we go back when we were blind? / We weren’t that blind to see the flowers inside”
Di lagu keempat, “Index” telinga rehat dari buaian petikan gitar yang sepi dan mengawang-ngawang dengan kehadiran suara dentingan piano. Dan Danilla kembali bertanya-tanya:
“There is something about the play / The human is talking to in each other’s prayer / Could we stand it until we’re gray? // Will you stay here a little while? / A little while for me?”
Lalu Ia menutup lagu dengan pertanyaan:
If we always fight, then we’ll get tired / And nothing can fix everything unless we tried / We were born in half, then we should stand here as one / So, is it matter now to talk about love?
Berbagai tema mendapatkan perhatiannya di lagu ini. Politik, kekuasaan, sosial, isu perempuan, hingga tentunya percintaan. Dan sangat menyenangkan mendengarkan semua itu dibalut petikan gitar elektrik basah, sepi dan menenangkan. Begitu minimalis, namun memberi ruang yang sangat cukup untuk karakter vokal alto Danilla yang begitu hangat. Sehingga musik yang tadinya sudah menenangkan, bagai mendapatkan dosis penenenang tambahan.
Hal itu bisa disimak melalui liukan bluesy vokalnya di “Thumb”, vokal lirihnya di “Index”, desah yang hangat dan menenangkan di “Middle” dan “Ring”. Dan kembali bluesy di lagu penutup “Pinky” yang ketika disimak seksama progresi kord dan notasi vokalnya ternyata merupakan satu lagu utuh dengan “Thumb”.
Bila dibandingkan album kedua Lintasan Waktu, Fingers terasa tidak semuram album sebelumnya. Fingers yang lebih minimalis dan menenangkan ini pun menandai babak baru Danilla selain sebagai penyanyi sekaligus juga gitaris. Karena semua layer instrumen gitar di album ini dimainkan dan diaransemen sendiri olehnya. Soal aransemen ini juga patut digaris bawahi. Karena langkah besar lainnya adalah ia mengaransemen dan menjadi produser tunggal album mininya ini sendiri. Nama produser/gitaris Danilla, Lafa Pratomo yang biasanya menjadi bayang-bayang sosoknya hanya mengisi 1 bagian gitar dan mengerjakan proses mixing-nya saja.
Hal lain yang jadi perhatian adalah bila di album sebelumnya berbahasa Indonesia, kali ini lirik lagu yang ditulis seluruhnya berbahasa Inggris, dan berhasil dieksekusi dengan baik. Baik lirik maupun pengucapannya tanpa terdengar ganjil. Sehingga album mini ini menambah panjang kebisaan seorang Danilla. Sebagai singer/billingual-songwritter, sekaligus gitaris/produser yang cukup menjanjikan.
____
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …