Resensi: Indra Aziz – For Good
Album jazz untuk milenial.
Artist: Indra Aziz
Album: For Good (2018)
Label: Indra Aziz
Peringkat Indonesia: 8/10
Di tengah musik pop Indonesia yang entah itu semakin tempo dulu, atau malah sangat elektronik sesuai dengan tren musik global saat ini, kemunculan album ini jelas oase yang menyegarkan terutama bagi pendengar musik Indonesia terutama musik jazz. Dan untuk album ini, pendengar musik jazz Indonesia boleh berbahagia dengan kemunculan album jazz yang betul-betul jazz, bukan sekedar album jazz dengan sekedar sentuhan kord mayor 7 yang langsung dilabeli jazz.
Album For Good milik penyanyi Indra Aziz ini adalah album jazz yang sangat akustik yang sangat sadar akarnya dan begitu kaya pengaruh. Dengan pengaruh musik Brazillian, samba, soul hingga reggae ditambah dengan tarikan vokal yang sangat merdu dan berkelas. Ragam genre musik soul/jazz blues mampu Indra nyanyikan dengan sangat ringan dan dengan penguasaan vokal yang sangat baik. Tentu saja tidak mengherankan bila mengingat kesibukannya sebagai vocal coach para penyanyi ternama di Indonesia, serta pernah menjabat menjadi salah satu juri The Voice Indonesia.
Album For Good ini dibuka dengan lagu pertama “Come Love” yang bernuansa Brazillian yang mampu menjerat telinga dan tubuh untuk bergoyang. Masih juga ingin mengajak bergoyang di lagu kedua “The Last Train to Jogja” yang bernuansa samba. Di lagu ketiga ada lagu jazz instrumental “Lucid Hallucination” yang cukup mengangetkan karena muncul dengan aransemen khas jazz yang kompleks dengan sentuhan pianis Masako Hamamura, gitaris Nikita Dompas, dan drummer Titi Rajo Bintang. Lagu ini seolah ingin menegaskan akar musik dari seorang Indra Aziz yang tidak lain adalah jazz. Lalu di penghujung album ada lagu “Traveller” yang sangat bluesy. Di lagu berikutnya “Give Love, Get Love, Spread The Love” Indra lagi-lagi menunujukan kepiawaiannya dalam bernyanyi terutama lagu soul.
Di lagu ke 6 kita baru akan berjumpa dengan lagu “Livin It Up” yang bernuansa reggae pop/jazzy yang menjadi singel utama album ini. Disusul oleh “Time of Yesterday” yang bernuansa gospel-ish yang ngerock, dan ditutup oleh “For Good” yang kalem yang juga dipilih menjadi judul album ini.
Secara keseluruhan dengan materi dan para musisi pendukung di album ini yang memang terbaik dari bidangnya tidak berlebihan kalau dibilang album ini hadir jadi menyelamatkan musik jazz yang belakangan ini sangat minim, bahkan bisa jadi satu-satunya sepanjang 2018 kemarin. Dengan komposi yang kaya dan masih ngepop tidak berlebihan kalau menyematkan album ini sebagai album panduan musik jazz untuk milenial.
____
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Daftar Label Musik Independen dari Berbagai Kota di Indonesia 2024
Berbicara tentang label musik tentu bukan hal yang asing lagi bagi siapa pun yang berkecimpung di industri ini. Mengingat kembali band-band yang lekat dengan label raksasa sebagai naungan, sebut saja Dewa 19 saat awal …
Wawancara Eksklusif Kossy Ng dan Dimas Ario Spotify: Edukasi Stream dan Musik Berbayar Masih Jadi Tantangan Besar
Saat menentukan apa saja yang ingin diangkat untuk KaleidosPOP 2024, tim redaksi Pophariini langsung berpikir soal keberadaan platform streaming musik yang menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan perjalanan band dan musisi di era ini. …