Rise of The Deadtown Jadi Babak Baru Gigs Musik Keras di Wonosobo

Sekian lama tenggelam dalam kesunyian tanpa gelaran musik skala komunitas, Kota Wonosobo akhirnya kembali bergelora lewat acara Rise of The Deadtown hari Sabtu (19/07) di Le Coffee. Perhelatan ini dirasa menjadi sebuah pernyataan lantang bahwa skena musik keras di kota ini belum mati, bahkan tengah bersiap menuju babak yang baru.
Mengusung tajuk “Chapter I: Collective Release Party”, Rise of The Deadtown tak hanya menyuguhkan panggung musik biasa. Ini adalah pesta kolektif, di mana semangat merilis karya dan merayakan kebersamaan dipadukan menjadi suatu acara.
Delapan band lokal Wonosobo yang tampil mengisi lineup adalah MOVERAGE, COLD DIE, Zalto18s, MORBIUS, Altarnoise, Youthfall, Sovernal, dan GAMMA BLASTER. Lima di antaranya menjadikan acara ini sebagai momen perilisan karya terbaru, yang membuktikan bahwa geliat produktivitas musik lokal terus menyala.
Acara dimulai pukul 15.00 WIB dengan sesi release party bertajuk Behind The Release. Di sesi ini, para perwakilan dari lima band yang merilis karya yaitu Ahmad Fandi (Altarnoise), Panji (Sovernal), Tricel (MORBIUS), Idang (Zalto18s), dan Budi TWL (Youthfall) hadir sebagai narasumber untuk membagikan kisah di balik rilisan terbaru band masing-masing.Â
Di saat materi Sovernal, Youthfall, dan Zalto18s sudah beredar, Altarnoise dan MORBIUS masih dalam persiapan.
Dalam sesi konferensi pers, Budi TWL yang juga menjadi penanggung jawab acara menjelaskan bagaimana keresahan menjadi pemantik ide Rise of The Deadtown.
“Keresahan itu muncul ketika karya udah jadi, tapi kita bingung mau dibawa ke mana. Dari situ muncul ide bikin release party bareng lintas genre, undang media dan teman-teman dari skena sekitar,” jelas Budi dalam konferensi pers.
Dalam wawancara sebelum acara inti dimulai, Budi mengungkapkan bahwa antusiasme warga lokal cukup tinggi. “Responsnya bagus banget. Sudah lama gak ada gigs di Wonosobo. Banyak yang nunggu-nunggu acara ini,” ucapnya.
Menariknya lagi, semua band dan panitia Rise of The Deadtown berasal dari lingkar pertemanan yang sama, sebuah bukti kuat bahwa kekompakan komunitas jadi tulang punggung utama skena ini.
MOVERAGE membuka acara dengan membawakan lima lagu penuh energi. Meski langit mendung sempat menebar kekhawatiran, cuaca tetap bersahabat hingga acara rampung.
COLD DIE tampil setelahnya dan langsung memantik moshpit pertama malam itu. Dentuman hardcore mereka disambut moshing dari berbagai kalangan penonton. Zidan pada vokal dan Arya (gitar) yang kami temui usai manggung mengaku senang bisa tampil di kampung halaman mereka.
“Akhirnya bisa dapet ekspresi yang lebih puas. Panggungnya juga paling nyaman karena banyak teman-teman sendiri yang support,” kata Zidan.
Setelah magrib, giliran Zalto18s tampil dan memanaskan suasana. Moshpit makin liar, dan atmosfer semakin intens.
MORBIUS menjadi satu-satunya band yang mengusung genre thrash metal malam itu. Meski beberapa penonton sempat rehat saat band tampil, mereka tetap tampil dengan energi maksimal–membuktikan bahwa tiap genre punya tempatnya masing-masing.
Altarnoise menyusul dengan penampilan teatrikal. Vokalis mereka tampil dengan topeng khas, mengingatkan pada nuansa Slipknot yang gelap dan penuh misteri. Penonton kembali ramai dan moshpit pun kembali terbuka.
Setelahnya, genre bergeser ke pop punk. Youthfall tampil dengan penuh semangat dan mendapat sambutan meriah, terutama saat membawakan “Heart of Misery” dan materi dari album terbaru mereka Better Days Ahead.
Sovernal sempat dikabarkan batal tampil karena gitaris mereka mengalami masalah kesehatan. Namun panggung tidak dibiarkan kosong–GAMMA BLASTER naik menggantikan dan justru menciptakan momen paling meriah malam itu. Stage diving terjadi berulang kali, dan suasana mencapai puncaknya.
Salah satu fakta menarik, drumer GAMMA BLASTER ternyata adalah Budi TWL, yang juga vokalis Youthfall. Hal ini menegaskan betapa eratnya jaringan antar band di Wonosobo.
Sempat terancam urung tampil, Sovernal akhirnya naik ke panggung sebagai penutup setelah gitaris mereka pulih. Walaupun beberapa penonton mulai beranjak pulang, band tetap tampil all-out hingga lagu terakhir.
Rise of The Deadtown bukan sekadar gigs. Setelah hadir di acara ini, saya mengamini  perhelatannya adalah penanda penting, bahwa skena musik keras di Wonosobo masih hidup, masih bersuara, dan masih punya banyak cerita untuk ditulis. Chapter I sudah ditutup dengan gemilang. Kini hanya perlu menunggu–kapan Chapter II akan terlaksana?

Eksplor konten lain Pophariini
Royal To Champagne Ceritakan Pendewasaan di Album Mini Perdana
Unit asal Cibubur, Royal To Champagne resmi merilis album mini perdana bertajuk Self-titled hari Selasa (15/07). Perilisan ini penanda penting enam tahun perjalanan band, selebrasi atas persahabatan, kedewasaan, dan mimpi yang pelan-pelan menjadi nyata. …
Broken Branch dari Medan Hadirkan Emosi Sunyi di Single Fade to First
Unit alternatif/emo asal Medan, Broken Branch resmi menghadirkan single anyar berjudul “Fade to First” tanggal 30 Juni lalu. Band beranggotakan Yahya Andhika pada vokal, Hery Pratama (gitar), Azrie Daulay (gitar), Firqin Haridhi (drum), dan …