Rekomendasi: Rollfast – Garatuba

Oct 26, 2020
Garatuba

Rock tidak harus berbentuk, ia bisa cair. Kalau di jazz kita mengenal free-jazz yang melanggar batas-batas disiplin, dari tempo, nada, dan perubahan kord. Di tangan Rollfast, lewat keseluruhan album sampai di detail tiap komposisi, rock seperti tengah diterobos, anak-anak muda ini sedang melawan batasan yang mereka buat. Kita sedang membicarakan album Garatuba, langkah eksplorasi yang tengah diambil grup rock asal Pulau Dewara, Rollfast.

Di luar itu, Rollfast mematahkan anggapan kami tentang grup rock di Bali pasca naiknya Jangar: stoner kelas berat dengan tempo lambat atau cepat, yang sedikit banyak mengambil ceruk dari Seringai, Komunal dan KPR, dll. Rollfast adalah suara baru dari pulau Dewata yang lebih bebas, sebuah rock lebih ‘kacau’, non-fundamental.

Kami sendiri tidak yakin menyebut jenis/hibrida apa yang dimainkan Rollfast di Garatuba ini. Atau kami mungkin setuju dengan ulasan media sekaliber NME yang menahbiskan ini sebagai sebuah ‘psikedelia yang agresif’, sekadar untuk membedakannya dengan rock progresif ala Guruh Gypsy sampai King Crimson.

Mendengar “Garatuba”, sebuah lanskap musikal 6 menit lebih, gitar fuzz dan drum yang kasar mengayuh naik ke tebing lalu menjadi landai, sebuah awalan memabukkan. Kemudian  “Pajeromon” kegelisahan yang meminjam baju ‘koplo’ lalu diramu menjadi lebih agresif. Cantiknya riff dan cuilan-cuilan melodi bawah, gaya ‘pelog psyche’, gocekan tak terduga. Lalu ada repetisi berat di awalan “L.D.R” sampai kemudian, lagi-lagi kami diajak terjun bebas dengan parasut, melandai, mengawang-awang, sinting!

Kemudian, G.T.A. atau “Grand Theft Atma”, chef-d’œuvre, magnum opus di album ini. Sebuah perayaan 9 menit yang mempertontonkan tarian tak senonoh, rintihan saksofon dengan tetabuhan kasar di sekeliling, kelindan galeman dengan suara GPS, benar-benar menakutkan. Komposisi super sinting, di luar kendali. Kami tak mengerti apakah metronom berlaku di studio ketika menulis dan merekam ini atau memang mereka benar-benar kesurupan saja.

Hadirnya Gardika Gigih (dalam “Ràre”) dan Frau (di “Bally”) makin meyakinkan kami bahwa Rollfast lewat Garatuba bukan sekadar pamer kekuatan dan agresivitas musik, bukan juga sebuah upaya menjadi aneh atau snob. Ada semacam penyampaian pesan bahwa anak-anak muda ini memang sedang meleburkan batas yang dimainkan oleh stereotip sebuah album rock. Mungkin saja secara keseluruhan, Garatuba sebetulnya adalah album storytelling tentang bagaimana persepsi lingkungan tempat tinggal serta situasi terkini dari sudut pandang para personilnya.

_____

Credits:
Direkam di Antida Studio, Rockness Studio & Rock The Beat Studio
Mastering oleh Racka Bintara
Mastering oleh Solideo Kevin, Sine Studio 
Foto Cover oleh Sharon Angelica 
Foto Booklet oleh Sharon Angelica, Bintang Adamas, Arfiel Kake dan Arya Mahakurnia 
Lay out oleh Wicitra Pradnyaratih 
Liner Notes oleh Rio Tantomo
Dirilis 2020 oleh La Munai Records.

Penulis
Wahyu Acum Nugroho
Wahyu “Acum” Nugroho Musisi; redaktur pelaksana di Pophariini, penulis buku #Gilavinyl. Menempuh studi bidang Ornitologi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menjadi kontributor beberapa media seperti Maximum RocknRoll, Matabaca, dan sempat menjabat redaktur pelaksana di Trax Magazine. Waktu luang dihabiskannya bersama bangkutaman, band yang 'mengutuknya' sampai membuat beberapa album.

Eksplor konten lain Pophariini

Rekomendasi 9 Musisi Padang yang Wajib Didengar

Di tengah gempuran algoritma sosial media, skena musik independen Padang sepertinya tidak pernah kehabisan bibit baru yang berkembang

5 Musisi yang Wajib Ditonton di Hammersonic Festival 2024

Festival tahunan yang selalu dinanti para pecinta musik keras sudah di depan mata. Jika 2023 lalu berhasil menghadirkan nama-nama internasional seperti Slipknot, Watain, dan Black Flag, Hammersonic Festival kali ini masih punya amunisi untuk …