Saat Gambar Bergerak Tak Sekekal Lagu

Mar 27, 2018

Sejak kesuksesan film dan album Badai Pasti Berlalu, konsep soundtrack menjadi bagian tak terpisahkan dalam produksi film di Indonesia. Film-film box office seperti Petualangan Sherina, Ada Apa Dengan Cinta, sampai Laskar Pelangi memiliki deretan lagu-lagu ikonik yang tetap jadi favorit meski masa edar film-film tadi sudah lewat. Dengar saja “Lihat Lebih Dekat” atau “Jagoan” yang tetap klasik meski Sherina sudah beranjak dewasa, “Ada Apa dengan Cinta” dan “Ku Bahagia” yang membuat Melly Goeslaw mendapat gelar ‘Ratu Soundtrack’ setelahnya, atau “Laskar Pelangi” yang membuat Nidji ketagihan menggarap berbagai soundtrack film, meski jujur saja kualitasnya makin menyedihkan.

Namun tidak semua selamanya film dan soundtrack berjalan serasi beriringan. Ada kalanya soundtrack justru punya umur lebih panjang ketimbang filmnya sendiri. Pop Hari Ini memilihkan lima soundtrack yang justru lebih terkenal dibanding filmnya sendiri:

Sheila On 7 – “Melompat Lebih Tinggi”

“Melompat Lebih Tinggi” adalah soundtrack dari 30 Hari Mencari Cinta garapan Upi Avianto. Kisahnya seputar tiga cewek yang bertaruh mendapatkan kekasih dalam waktu satu bulan saja. Lazimnya film-film pop corn, film keluaran tahun 2004 ini tidak meninggalkan kesan mendalam. Tapi Sheila On 7 membuat film ini dikenal lebih lama, setidaknya lewat lagunya. Pukulan drum Anton yang repetitif membuat adrenalin melompat tinggi sejak awal, sementara lirik juga solo gitar Eross mengangkat menjadi  lebih kuat karakternya. Rolling Stone Indonesia lalu memilih menjadi salah satu dari 150 Lagu Indonesia Terbaik.

Float – “Pulang”

Gunting sensor Lembaga Sensor Film seringkali tidak pandang bulu. Salah satu yang ketiban apes adalah 3 Hari Untuk Selamanya. Gara-gara sensor yang mencapai delapan potongan, Riri Riza sebagai sutradara tidak bisa membawa Yusuf (Nicholas Saputra) dan Ambar (Adinia Wirasati) ke berbagai bioskop dan harus puas dengan pemutaran terbatas. Justru Meng, Bontel, dan Remon dari Float mampu membuatnya  menjelajahi waktu seperti perjalanan Yusuf dan Ambar lewat “Pulang”. Bisa dibilang, lagu ini adalah berkah sekaligus kutukan. Berkah karena “Pulang” kemudian jadi cetak biru kemunculan band-band folk dengan tema lagu seputar senja dan perjalanan. Juga kutukan karena praktis setelahnya langkah Float tak lagi jauh.

Cokelat – “Bendera”

Kini ada pilihan untuk mengisi momen 17-an dengan lagu-lagu pop selain anthem perjuangan seperti “Hari Merdeka” atau “Maju Tak Gentar”. Eross Candra dari Sheila On 7 sebagai penulis lirik membuat semangat perjuangan begitu renyah untuk dicerna. Duet gitaris bersaudara, Ervin dan Ernest menghadirkan melodi gitar yang gagah. Bridge sebelum reffrain menjadi ancang-ancang yang baik untuk klimaks yang catchy tapi tak kehilangan sisi heroiknya. Sayangnya, Bendera garapan Nan. T. Achnas tak berkibar lama di layar bioskop.

Dewa 19 – “Kamulah Satu-Satunya”

Mengambil sebuah lagu populer untuk dijadikan film sebetulnya bukan jurus baru-baru amat. Sebut saja film animasi ‘Yellow Submarine” rilisan tahun 1968 atau “Across The Universe” keluaran 2007 yang terinspirasi dari lagu legendaris milik the fab four, The Beatles. Hanung Bramantyo boleh berbangga menjadi salah satu pencetus tren ini di Indonesia, saat membesut Kamulah Satu-Satunya. Sesuai judulnya, film ini bercerita tentang lagu milik Dewa 19 yang membuat Indah (Nirina Zubir) nekad ke Jakarta buat nonton penampilan langsung Ahmad Dhani (waktu itu belum kena syahwat politik) dan kawan-kawannya. Ada jeda satu dekade saat Erwin Prast menciptakan lagu yang sedikit banyak terpengaruh gaya Gin Blossoms tersebut. Bedanya, “Kamulah Satu-Satunya” versi lagu masih menjadi karya terbaik Erwin, setelah “Kirana” di album yang sama dan “Restoe Boemi” di album Pandawa Lima. Sementara Kamulah Satu-Satunya buatan Hanung kalah pamor ketimbang karya-karya lain sutradara asal Yogyakarta tersebut, sebut saja  Ayat-Ayat Cinta, Get Married, bahkan Jomblo.

Once – “Dealova”

Sebelum Jessica Iskandar tampak konyol seperti sekarang, dia adalah sosok yang pintar, cuek dan jago basket dalam debut perdana di layar lebar lewat film berjudul Dealova. Semenjak kesuksesan Eiffel…I’m in Love, adaptasi teenlit menjadi tren di dunia perfilman Indonesia, termasuk di garapan Dian W. Sasmita ini yang mengambil inspirasi dari novel berjudul sama karya Dyan Nuranindya. Tidak ada yang istimewa selain memindahkan sinetron dari televisi ke layar bioskop. Namun Dealova menemui sisi artistiknya di level lain lewat soundtrack yang dibawakan Once. Opick, ya Opick mantan preman yang jadi penyanyi lagu reliji, menciptakan lirik yang punya makna luas dan dalam. Sementara Once, yang masuk dalam daftar 50 Penyanyi Indonesia Terbaik versi majalah Rolling Stone, mampu memberi ruh lewat vokal khasnya yang mampu menggapai nada tinggi, serta eksotis dan powerful di saat bersamaan.

Penulis
Fakhri Zakaria
Penulis lepas. Baru saja menulis dan merilis buku berjudul LOKANANTA, tentang kiprah label dan studio rekaman legendaris milik pemerintah Republik Indonesia dalam lima tahun terakhir. Sehari-hari mengisi waktu luang dengan menjadi pegawai negeri sipil dan mengumpulkan serta menulis album-album musik pop Indonesia di blognya http://masjaki.com/

Eksplor konten lain Pophariini

Merindink Disko Rilis Single Kedua yang Tercipta Spontan

Duo elektronik pop asal Aceh bernama Merindink Disko resmi merilis karya teranyar bertajuk “Bersukacita” hari Jumat (22/03). Lagu ini menceritakan kelanjutan kisah tokoh Louie dan Nancy yang sudah mereka ceritakan di single sebelumnya, “Saturday …

Fulgur Rilis Album Mini Perdana dengan Genre Blackened Sludge

Beres merilis karya musik dengan format single, band blackened sludge asal Bandung bernama Fulgur resmi meluncurkan album mini perdana dalam tajuk Tangled Sacrifice hari Jumat (15/03). Tangled Sacrifice by Fulgur   Fulgur yang terbentuk …