Saya, Jogja Noise dan Upaya Memahaminya

May 29, 2024
Saya dan Jogja Noise Bombing, Bising Kota

Sebelumnya saya pernah sesekali mendengar eksperimental noise di media sosial, seringkali mempertanyakan “Ini tuh apa sih, kok cuman ada suara kaya kabel gak nyolok kenceng gitu?”. Berangkat dari ketidaktahuan tersebut, saya tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang eksperimental noise dengan mengikuti “Jogja Noise Bombing Fest 2024” yang diadakan selama dua hari pada 04-05 Mei 2024 berlokasi di jalan Wijilan, Krack Studio dan Sangkring Art Space, kota Yogyakarta.

Jogja Noise Bombing (JNB) Festival adalah acara pertunjukan yang melibatkan pelaku, pengamat, dan pecinta kebisingan di Yogyakarta untuk berkumpul dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan eksperimental noise. Diinisiasi oleh kolektif Jogja Noise Bombing untuk memperkenalkan kepada masyarakat umum tentang noise, eksperimental, distorsi, peralatan, serta eksistensi para performer noise. JNB Fest merupakan acara rutin tahunan sejak tahun 2013. Pada tahun ini, JNB Fest menghadirkan 20 performer lokal dan 10 performer dari berbagai belahan dunia, seperti Sandikala Ensembe, Deathless, Disharmonis, Izumi Kawasaki (Jepang), Jaw Surgery (Filipina).

Saya yang awam dalam perihal dunia eksperimental noise, mencoba untuk mencari tahu dan menemukan bahwasanya awal mula sejarah musik eksperimental noise berawal dari ide Luigi Russolo Dalam Manifesto The Art Of Noise di tahun 1913. Manifesto tersebut dikirimkan kepada seorang komposer musikologis Italia bernama Francesco Balilla Pratella.

Jogja Noise Bombing (JNB) Festival adalah acara pertunjukan yang melibatkan pelaku, pengamat, dan pecinta kebisingan di Yogyakarta untuk berkumpul dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan eksperimental noise

Luigi Russolo menggambarkan enam kelompok kebisingan. Pertama raungan, gemuruh, ledakan. Kedua, bersiul, mendesis, mengepul. Ketiga, berbisik, bergumam, bergemuruh. Keempat, memekik, berderit, berdesis, berdengung, berderak, menggores. Kelima, kebisingan yang diperoleh dengan memukul logam, kayu, kulit, batu, tembikar, dan lain-lain. Keenam, suara binatang dan manusia, teriakan, jeritan, ratapan, melolong, teriakan kematian, dan isak tangis.

Musik eksperimental noise bersifat bebas sehingga tidak memiliki batasan tertentu. Terkadang alat musik noise tidak hanya menggunakan alat musik pada umumnya. Performer noise dapat bebas menggunakan berbagai macam alat yang digunakan, seperti gergaji, gerobak, sapu, kursi, atau benda apapun yang dapat menghasilkan bebunyian.

Apalagi di era post modern saat ini, aliran musik keras beragam mulai dari hardcore, punk, grindcore, metal, dan lain-lain. Ditambah dengan suara kebisingan perkotaan sudah menjadi hal lumrah termasuk kota Jogja itu sendiri. Hal ini biasanya menjadi latar belakang terbentuknya performer eksperimental noise.

Musik eksperimental noise bersifat bebas sehingga tidak memiliki batasan tertentu. Performer noise dapat bebas menggunakan berbagai macam alat yang digunakan, seperti gergaji, gerobak, sapu, kursi, atau benda apapun yang dapat menghasilkan bebunyian

Noise is Serious Shit 

Road to JNB Fest 2024. Acara pemutaran film dokumenter dan diskusi berlokasi di Sleman Creative Space pada (03/05/2024) menampilkan dua film dokumenter Singeli Movement: Greed For Speed dan Noise Is Serious Shit.

Pemutaran film dokumenter diadakan di ruang mini bioskop dengan daya tampung 48 kursi, saya ikut menonton bersama sekitar 60-an penonton lain, namun karena tempat duduk terbatas sebagian dari para penonton secara sukarela duduk lesehan di depan layar.

Singeli Movement: Greed For Speed menjadi pembuka acara Road To JNB Fest 2024 yang dimulai pada pukul 19.00. Singeli Movement: Greed For Speed merupakan proyek sutradara Jan Moszumański dan label rekaman asal Uganda, Nyege Nyege Tapes, mendokumentasikan para seniman dari Sisso Studio dan Pamoja Records, dua rumah produksi utama musik Singeli, menghubungkan kelahiran dan kemunculan genre dengan perubahan ekonomi yang terjadi di Tanzania setelah tahun 1999.

Noise Is Serious Shit, sebuah film dokumenter yang membahas gerakan musik noise dan menggambarkan perkembangannya di kota Jogja, mulai dari kemunculan duo SKM, grup noise rock Seek Six Sick, hingga acara “Mencari Harmony” dan label Yes No Wave yang merilis proyek-proyek noise lokal

Kemudian pemutaran dilanjutkan Noise Is Serious Shit, sebuah film dokumenter yang membahas gerakan musik noise dan menggambarkan perkembangannya di kota Jogja, mulai dari kemunculan duo SKM, grup noise rock Seek Six Sick, hingga acara “Mencari Harmony” dan label Yes No Wave yang merilis proyek-proyek noise lokal.

Hilman Fathoni, sutradara sekaligus juri submission JNB Fest 2024, memutuskan untuk membuat film ini setelah waktu yang lama sejak kemunculan film dokumenter “Bising” tentang musik noise di Indonesia. Proses wawancara dilakukan dengan musisi-musisi Yogyakarta seperti Ari Wulu, Rully Shabara, Indra Menus, pemilik label Wok The Rock, serta pembuat synthesizer Ucok dan Lintang. Film Noise Is Serious Shit yang ditayangkan saat ini merupakan versi re-edit dari versi perdananya yang sudah di rilis pada tahun 2016 di acara Persami Eksperimental.

“Latar belakang sederhana banget, ada semangat untuk membuat sesuatu dan mengetahui lebih banyak atau cerita yang lebih dulu, sebelum kami terlibat di Jogja Noise Bombing” ujarnya.

Nobat film dokumenter / Foto Aprillaifan

Nobar Pemutaran Film Dokumenter

Berdasarkan unggahan Instagram kolektif Jogja Noise Bombing, Lokasi pemutaran film Noise Is Serious Shit sudah tercatat di 31 lokasi, namun disaat saya melakukan wawancara  ke salah satu inisiator JNB dan penulis buku noise, Indra Menus mengatakan pemutaran film Noise Is Serious Shit sudah merambah ke berbagai wilayah dari Asia hingga Eropa yang kian hari kian terus bertambah.

Salah satu inisiator JNB dan penulis buku noise, Indra Menus mengatakan pemutaran film Noise Is Serious Shit sudah merambah ke berbagai wilayah dari Asia hingga Eropa yang kian hari kian terus bertambah

“Kita punya film dokumenter, dibikin movie screening tour sampai sekarang itu ada 48 kota di berbagai benua” ujarnya.

Setelah putaran kedua film selesai, acara dilanjutkan pada sesi diskusi yang dipimpin oleh Hanni Prameswari dan menghadirkan dua orang narasumber, yaitu Slammy Karugu (Kenya) dan Hilman Fathoni.

Jogja Bising 

Hal yang membuatku tertarik dengan JNB adalah konsep yang dibawa pada era awal kemunculannya, dengan mengadakan pertunjukan noise ilegal di tempat umum, taman atau jalanan lalu menyambungkan aliran listrik yang tersedia hingga pihak keamanan atau masyarakat membubarkan kegiatan noise bombing karena terganggu akan suara bising.

Di era saat ini, JNB masih tetap menjaga ruhnya pada awal-awal terbentuk dengan melakukan pertunjukan jalan. Seperti di hari pertama JNB Fest 2024 yang berlokasi di jalan Wijilan dengan tiga spot lokasi berbeda-beda yang pada saat matahari terbenam lokasi perform akan berpindah ke Krack Studio.

Sebagai pembukaan hari pertama JNB Fest 2024, JNB bekerja sama dengan kolektif Tuesday Louder. Acara dimulai pukul 15.00 dengan spot pertama bertempat di samping Gudeg Jogja Asli Bu Is, dilanjut dengan spot kedua di dekat monumen Sentra Gudeg Wijilan, dan spot ketiga berada di antara pertigaan jalan Wijilan dengan jalan Sawojajar.

konsep era awal kemunculannya, mengadakan pertunjukan noise ilegal di tempat umum, taman atau jalanan, menyambungkan aliran listrik yang tersedia hingga pihak keamanan atau masyarakat membubarkan kegiatan noise bombing karena terganggu akan suara bising

Setiap spot lokasi menghadirkan dua performer noise yang belum pernah tampil dengan durasi sekitar 20-30 menit, setelah dua perform selesai tampil, maka dilanjutkan ke spot selanjutnya hingga para performer tampil semua.

Selama saya mengikuti JNB Fest di jalan Wijilan dari tujuh penampil noise, terdapat salah satu performer noise yang berasal dari Denmark “Bootycall” memainkan eksperimental noise bertipe harsh noise.

Penonton dan penampil sedang berbincang / Foto Aprillaifan

Dari apa yang kulihat seringkali performer noise menggunakan berbagai macam alat, seperti beberapa efek gitar yang berbeda-beda, soundcard, mixer, synthesizer, box mic yang dibuat secara ‘do it yourself’ dengan adanya pegas atau rantai, kabel menyambung kesana kemari, dan alat-alat yang tidak saya ketahui. Bahkan, ada pula yang menggunakan sebuah laptop saja.

Dalam sebuah pertunjukan noise ada beberapa tipe noise yang dimainkan, seperti harsh noise dan wall noise. Harsh noise merupakan bunyi yang mendengung keras disertai bunyi-bunyian kasar “krsk…krsk…krsk…” layaknya bunyi audio rusak, plastik diremas, atau bunyi dengingan mikrofon “ngiingg…ngiiiiinng…ngiiingg”. Suara tersebut pada umumnya bertempo cepat. Sedangkan wall noise adalah bunyi-bunyian mendengung terputus-putus atau berulang-ulang dalam tempo tinggi dan menghentak “nguungg…nguungg…nguuunggg…” “deeedd…deeeeddd…deeeddd”. Seringkali pertunjukan noise mengkombinasikan dua tipe noise.

Saat matahari mulai terbenam, performer dan panitia membereskan peralatan untuk berlanjut berkegiatan di Krack Studio. Kegiatan berlanjut dengan pemutaran film eksperimental dan ambient night perform.

Pemutaran film eksperimental bekerja sama dengan Indonesian Film Archivist Society (IFAS) menampilkan GMII: Essay 23-28 (Bayu Kusuma, 2021), Perayaan Ulang Tahun Siti Supadjar (Arief Budiman, 2017), Fishing Dreams (Kholif Mundzira, 2021), Jogja_Kronik (Wimo Ambala Bayang, 2020).

Penampilan Ambient Night / Foto Aprillaifan

Gak Hanya Sekedar Bising

Di hari kedua JNB Fest 2024 berlokasi di Sangkring Art Space dengan menghadirkan tiga panggung pertunjukan, satu panggung outdoor dengan nama Gulma stage yang diorganisir oleh kolektif Ruang Gulma, dan dua panggung indoor yang bersebelahan dengan nama Spatial dan Blasting berada di dalam ruangan pameran seni. Acara dimulai pada pukul 13.30 hingga 22.00, menghadirkan 20 performer noise, baik dari lokal maupun internasional.

Slammy Karugu, pengisi diskusi sewaktu pemutaran film dokumenter di acara Road To JNB Fest 2024 sedang tampil di Gulma stage pada saat saya baru tiba di lokasi pertunjukan, saya yang melihat penampilan Slammy dengan memakai topeng seperti hulk yang terpaksa untuk tersenyum dan dengan wig panjangnya.

Slammy Karugu / Foto Aprillaifan

Pada saat saya masuk ke dalam ruangan Spatial, Bahtera X Kokoh Davin sedang perform menunjukan seni permainannya, suasana ruangan yang penuh dengan speaker, berbagai peralatan sound, dan proyektor yang menggunakan kamera handycam jadul membuat suasana di dalam ruangan menjadi sangat intim.

Karena berada di dalam ruangan indoor, terkadang suara dari speaker menggelegar secara tiba tiba yang membuat sesekali telinga saya mendengung, kebisingan sangat terasa sekali walaupun saya tidak mempunyai ear plug terpaksa memakai earphone agar mengurangi suara yang diterima oleh telinga. Oleh karena itu, panitia menyarankan untuk membawa ear plug dikarenakan suara bising yang begitu keras.

Mengutip dari Miracle Ear. Skala tingkat desibel (dB) pendengaran manusia itu di antara 0 dB (ambang batas pendengaran) dan 130 dB (ambang batas nyeri). Seseorang yang mendengar dibawah 70 dB masih berada pada tingkat yang aman bagi pendengaran, namun jika seseorang mendengarkan melebihi dari 70 dB akan menyebabkan kerusakan pada pendengaran yang berpotensi gangguan pendengaran permanen dengan seiring berjalannya waktu.

Hingga tiba waktu setelah magrib, performer Vegetable Machine Animal asal New Zealand sedang menyiapkan berbagai peralatan yang digunakan untuk penampilannya, seperti kursi, cymbal, snare, bass, semprotan burung, sapu lidi, sebotol air, synthesizer modular yang ruwet karena saya melihat banyaknya kabel dan tanaman besar.

Sama halnya dalam penelitian Paul V. Miller and Christopher Cox (2024) berjudul Music from Plant Biosignals: A Conceptual and Analytical Orientation menjelaskan proses terjadinya Electronic Plant Music (EPM) atau Electronic Plant Sound (EPS) dimulai dengan adanya reaksi elektrokimia di dalam tanaman hidup, EPM/S dibuat dengan mengubah sifat listrik yang dilekatkan Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) pada daun tumbuhan lalu disambungkan dengan Musical Instrument Digital Interface (MIDI) yang akan menerjemahkan/menafsirkan menjadi bunyi-bunyian. Ketika disiram atau disemprot air, atau diberi sentuhan. Suara yang dihasilkan akan seperti letupan gelembung, aliran air, denyutan listrik atau bisa juga diatur dengan parameter synth yang menghasilkan kebisingan.

Penampilan Vegetable Machine Animal / Foto Aprillaifan

Aku yang tertarik dengan perform Vegetable Machine Animal dalam memainkan alat-alat eksperimental berusaha mengobrol dengannya, namun karena keterbatasan bahasa Inggris, saya meminta dia bercerita melalui pesan Instagram dalam perjalanannya memperdalami dunia eksperimental noise.

“Bentuk musik ini terasa seperti jalan terbaik untuk bereksplorasi dan mengekspresikan diri di waktu yang membingungkan, Seperti bertualang dengan berbagai macam varian.” Ujarnya dalam pesan yang diterjemahkan.

Sementara berlanjut ke panggung Spatial, Sandikala Ensemble yang diprakarsai oleh Dion Nataraja dan Yustiawan Paradigma Umar, didirikan pada tahun 2020 berasal dari Sleman dengan beranggotakan Roni Driyastoto, Mustika Garis Sejati, Suseno Setyo Wibowo, dan Muhammad Khoirur Roziqin. Teknik yang digunakan berfokus pada permainan alat musik tradisional gamelan Jawa.

Ruangan Spatial tidak terlalu besar penuh dengan penonton yang duduk lesehan, bunyi acak gamelan, gesekan rebab, pukulan gong, terkadang senggreng alat untuk menggesek rebab dipakai menggesek wilahan gender atau gong, gagang tabuh gender dipukul secara acak wilahan gender, ditambah noise digital berasal dari laptop. Teknik permainan Sandikala Ensemble menjadi pendobrak diantara pakem-pakem sakral pada komposisi gamelan Jawa Konvensional.

“Karena kita ingin mengembangkan gamelan yang mungkin bisa naik kelas dengan mengembangkan teknik teknik eksperimental, mengembangkan gamelan instrumen baru. Awalnya untuk memperluas cakrawala gamelan kontemporer di Indonesia gitu sih” ujar Yustiawan saat diwawancarai.

KATA MEREKA TENTANG SKENA NOISE INDONESIA

JNB Fest 2024 dibuka dengan melsayakan submission mulai pada tanggal 01 November- 05 Desember 2023. Terkumpul 93 partisipan yang berasal dari 27 negara yang mengirimkan submission untuk kemudian diseleksi oleh dua orang juri, yaitu James Russell Fritsch (owner record label 100.000) dan Hilman Fathoni.

Hilman fathoni bercerita saat menyeleksi partisipan lokal mempertimbangkan tiga poin penting.  Pertama performer yang belum pernah main. Kedua inklusivitas dan kesetaraan gender. Ketiga varian pendekatan eksperimental noise. Sedangkan untuk internasional diseleksi oleh James Russell.

“Waktu itu saya kan fokus nya ke lokal, point pertama saya adalah yang belum pernah main, gender juga pertimbangan, dan varian main yang seger. Dan saya jadikan acuan adalah aksesibilitas juga sih.” Ucapnya.

Indrawan Refa salah satu pengunjung menceritakan pengalamannya mengunjungi JNB Fest 2024. Refa cukup banyak mendapatkan wawasan baru akan dunia eksperimental dan keseruan saat para partisipan perform menunjukan bakatnya.

“Karena saya baru pertama kali. Merasa dan dengernya cukup seru sih, bisa dapetin wawasan baru dunia eksperimental kaya gini” ujarnya sembari menikmati sebatang rokok.

Vegetable Machine Animal pun menceritakan perasaannya ketika perform di Indonesia, yang menunjukan apresiasi terhadap keberagaman dan kekuatan komunitas eksperimental noise di Indonesia.

“Menurut saya, Indonesia adalah tempat yang sangat inspiratif untuk bermain. Kualitas dan keragaman musik eksperimentalnya sungguh luar biasa. Pengorganisasian ‘do it yourself’ berbasis komunitas merupakan contoh yang luar biasa.

Sama hal nya dengan GORZ yang beranggotakan Lara Alarcón dan Cyrill Ferrari, berasal dari Jerman, menceritakan pengalamannya saat perform di Indonesia, mereka menyoroti dukungan dari penonton dan suasana yang mendukung, serta kekuatan komunitas lokal yang membuat pengalamannya di Indonesia sangat istimewa dibandingkan dengan tempat lain yang pernah mereka kunjungi.

“Kami senang sekali di sini. penonton dan suasana disini sangat mendukung. Dari semua tempat yang kami kunjungi, kami belum pernah merasakan dukungan dan komunitas yang begitu kuat seperti di Indonesia” tutupnya.

 


 

Penulis
Pikri Hafizh
Mahasiswa tingkat akhir yang menghabiskan waktunya di warung kopi sembari menulis dan membaca buku, tak lupa hari-harinya ditemani genre musik skramz karena kesedihan yang dialaminya. .
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Lirik Lagu Empati Tamako TTATW tentang Mencari Ketenangan dan Kedamaian

Penggemar The Trees and The Wild sempat dibuat deg-degan sama unggahan Remedy Waloni di Instagram Story awal November lalu. Unggahan tersebut berisi tanggapan Remedy untuk pengikut yang menanyakan tentang kemungkinan kembalinya TTATW.     …

Di Balik Panggung Jazz Goes To Campus 2024

Hujan deras di Minggu siang tak menghalangi saya menuju gelaran Jazz Goes To Campus (JGTC) edisi ke-47 yang digelar di FEB UI Campus Ground, Depok pada Minggu (17/11).  Bermodalkan mengendarai motor serta jas hujan …