Selalu Berjumpa Yockie Suryo Prayogo
Di rumah nenek, Jakarta, 1988. Saya dan kakak saya baru saja pulang jalan kaki dari toko kaset langganan. Segera kantung mini compo dibuka, Semut Hitam dimasukkan ke dalamnya. Ini God Bless, keraskan volume!
“Apa itu? Susu Anakku!”, lirik yang langsung bisa dihafal. Kala itu usia saya 11, kakak saya 14. Kelak saat saya lebih dewasa lagi, bunyi unik itu tambah berarti.
Album Semut Hitam langsung terdengar mantap sejak diputar perdan di compo hitam itu. Mungkin ini kali pertama saya mengenal nama Jockie S. Lagu “Kehidupan” ditulis olehnya, juga beberapa nomor lainnya di album Semut Hitam yang ia tulis bersama Donny Fattah, Iwan Fals, dan Ian Antono.
Jockie atau Yockie sempat merekam album God Bless pada 1975, lalu absen dan digantikan oleh Abadi Soesman pada rekaman Cermin (1980), dan kembali hadir di God Bless untuk meledakkan Semut Hitam, sebuah album yang sukses besar dan berhasil memperkenalkan God Bless kepada kami, generasi yang belum lahir saat band bertabur penggemar itu pertamakali terbentuk pada 1972.
Tapi rasanya sentuhan Yockie sudah pernah saya dengar sebelumnya, melalui lagu “Lilin-lilin Kecil” yang dinyanyikan Chrisye dan “Dalam Kelembutan Pagi” yang Yockie nyanyikan berduet dengan Dhenok Wahyudi. Ya, Yockie ada di depan dan belakang rekaman LCLR Prambors Rasisonia 1977, yang kemudian menjadi proyek berseri yang berseri-seri. Jari-jari Yoclie seperti kuas yang menyapu suasana untuk lagu-lagu terbaik di sana.
Di rumah nenek, Jakarta 1990. Kantung mini compo dibuka lagi, masuklah Kantata Takwa. Sebuah album yang sangat menginspirasi. Ada Iwan Fals di sana! Ada W.S. Rendra! Lengkaplah sudah dorongan untuk menulis syair, berniat untuk belajar membuat lagu. Tapi, suasana album itu, dari tangan siapa gerangan? Maka sekali lagi saya menemukan nama Yockie Suryoprayogo. Ia bermain keyboard dan menata musiknya: menjadi gagah, menjadi cantik, menjadi gelisah, mejadi megah. Yockie menjadikan Kantata Takwa semakin tertoreh hati.
Maju ke depan. Kali ini, karena hip Chrisye yang kembali melanda setelah era “Hip Hip Hura Hura”, akibat konser-konser tunggalnya yang menjadi berita. Dari sanalah semakin saya geluti dan cermati diskografi Chrisye, dan menemukan banyak sekali nama Yockie berperan. Maka harinya pun tiba juga: sampailah saya menyimak Badai Pasti Berlalu. Seperti banyak telinga lainnya saat berhadapan dengan album soundtrack yang maut ini, siapa yang tak terpekur dan jatuh hati?
Maka sudah semakin sulit saya mendefinisikan Yockie. Mahluk apa ini? Pada musik keras maupun lembut, lirik keras maupun lembut, aksinya selalu luar biasa. Raja suasana. Mau apa pun, mencekam sampai jenaka.
Suatu hari, ada satu lagi yang datang ke saya, sekitar di akhir 1990an. Kaset dengan sampul sepatu lusuh di toko Aquarius Mahakam! Masuklah saya ke Jurang Pemisah! Ini sudah semakin “keterlaluan”! Astaga, Yockie pernah membuat album solo sekeren ini pada dekade 1970an! Sulit untuk mendeskripsikan betapa menariknya album ini, larut saya sendirian mengonsumsinya dalam dosis tinggi.
Setelah habis-habisan bersama Jurang Pemisah, urusan dengan Yockie tak kunjung selesai, ternyata masih cukup banyak yang belum saya ketahui. Pada era 2000an, tiba saatnya saya mengenal Musik Saya Adalah Saya! Makin pecah lagi: inilah pertama kali mendengarkan Kasino bernyanyi jenaka dengan tema industri musik Indonesia, pada penghujung 1970an. Saya sudah geleng-geleng takjub menonton film Betty Bencong Slebor dan menemukan sarkasme gila tentang menjual setumpuk lagu ke cukong perusahaan rekaman dengan menggunakan timbangan seperti koran loakan, dan kini saya menemukan Yockie Suryoprayogo melakukan dengan tidak kalah sarapnya pada rekaman pementasannya!
Dan perjumpaan dengan karya-karya Yockie terus berlanjut. Satu per satu album-album solonya menghampiri, atau saya hampiri, internet pun memudahkan langkah-langkah ini. Bunyi-bunyi gawat, pencetan-pencetan dahsyat, hingga tema-tema lagu dan lirik-lirik menarik dari masa lampau semakin ditemukan. Sama sekali tidak berlebihan jika nama Yockie hari ini sering disifati sebagai maestro. Jejaknya terlalu banyak, bahkan muncul di album Pure Saturday sekalipun!
Senin pagi, 5 Februari 2018, tersiar kabar duka, setelah sakit tak terhindarkan dan acara pengumpulan dana dilangsungkan. Yockie Suryoprayogo telah pergi meninggalkan kita semua. Entah berapa banyak musisi yang pernah bekerja bersamanya, saling melengkapi, dan terinspirasi. Yockie wafat di usia 63 tahun, hingga hari-hari sebelumnya ia masih aktif bersama musik di mana saja.
Dan esok, kita selalu akan berjumpa dengan nama, sifat, dan karya-karyanya.
____
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …