Soleluna – Jelajah (first time on Vinyl)
Ada banyak hal yang saya sesalkan dalam musik, salah satunya yang terpenting adalah kandas menonton Crosby Stills & Nash di Singapura tahun 2015 silam. Sisanya ada banyak hal, dari kelewat membeli vinyl incaran termasuk datang ke launching album yang penting. Ngomong-ngomong soal album, ada banyak album bagus yang menyesal untuk tidak mengulasnya ketika album itu rilis. Album Soleluna, Jelajah adalah salah satunya.
Jelajah adalah album debut dari duo akustik-elektronik Makassar yang terdiri dari Randy Rajavi dan Iqbal Abdi. Mereka memainkan musik yang menurut saya sebuah crossover dari post-rock, dream pop dengan banyak ambient. Apapun julukannya, Jelajah adalah album penting. Sebegitu pentingnya, bahkan saya pun lupa memasukkannya dalam daftar 10 Album Terbaik Pophariini tahun kemarin.
Beberapa minggu sebelum saya mendengarkan kembali album ini, saya membeli kaus Carl Sagan di toko thirft online, entah ini hanya kebetulan atau semesta membawa saya untuk kembali mendengarkan suara lembut astronom ini pada sebuah monolog di mukadimah album ini. Dengan tipe suara bariton khasnya, Carl Sagan bercerita soal sejarah umat manusia dan upaya manusiawinya untuk terus berjelajah menemukan dunia baru, hal-hal baru dan mengungkap segala misteri yang tersembunyi di dalamnya.
Usai monolog, untuk seterusnya “Jelajah” membawa saya ke dalam pengembaraan eksplorasi dan orkestrasi dari komposisi tanpa kata. Gitar akustik sebagai pembuka jalan, ditemani tiupan angin synthesizer kemudian iringan kalem drum dan bas yang membawa kepada perjalanan ruang angkasa, sayatan violin mengisi di ruang kosong. Di menit kelima, semuanya terdengar riuh, finale awal yang siap menghantarkan kita ke atas atmosfer bumi.
Usai “Jelajah” saya tahu persis kemana Soleluna akan membawa saya. Bak di ruang hampa, imajinasi saya mengawang-ngawang bak astronot di dalam pesawat ulang alik yang terbang menyusuri berbagai dunia baru dengan lanskap-lanskap suara dengan harmonisasi dan emosi tingkat tinggi. Pengembaraan theater of mind saya dibawa jauh lewat rangkaian “Nebula”, “Ringkih” dan “New Ripple”. Saya dibawa kembali ke potongan-potongan Brian Eno via Apollo (1983) atau karya-karya monumental Mogwai di era 2000-an yang pernah saya dengarkan di pengembaraan musikal saya di satu masa.
Tentang Brian Eno, saya setuju jika musisi asal Inggris ini menjadi muara dari apa yang dimainkan oleh Soleluna atau mungkin beberapa band post rock yang kerap saya dengar. Prinsip dasar yang dilahirkan oleh Eno, bermasuk musisi seperti Philip Glass adalah tentang repetisi di musik instrumental yang disusun dari tekstur-tekstur yang berulang, rentang dinamika yang luas yang kesemuanya banyak dipakai di banyak band post rock di sepanjang era eksistensinya.
Akhirnya, penjelajahan saya dengan Soleluna diakhiri oleh sebuah grand finale “Sky Fall” sebuah komposisi hampir 12 menit dengan sayatan delay gitar yang spacey yang khas. Ada lirik di sana, namun saya menganggap ini hanyalah bagian dari spektrum yang dibuat di lagu ini. Menuju menit ke tujuh, repetisi kembali diulang dengan nuansa yang lebih megah. Teater pikiran saya masih di luar bumi, enggan untuk kembali, saya mungkin sudah mendarat di atmosfer planet lain dengan kontur, langit, warna, bau dan udara yang belum pernah saya lihat dan rasakan sebelumnya. What a trip!
Dirilisnya album ini pertama kali dalam bentuk vinyl adalah keharusan. Tidak sedikit album-album yang bagus secara kualitas namun tidak mendapat kesempatan untuk diperhatikan oleh radar musik secara luas. Elevation Records did a good job buat menempatkan Soleluna dalam katalog mereka kemudian mencetaknya dalam format rilisan yang paling sempurna, untuk bisa disetel keras-keras, merasakan setiap frekuensinya, untuk kemudian memberikan kesan dari pengalaman audio (mungkin visual) yang luar biasa.
____
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …