SUBRECORD: Perdagangan Musik Paling Gemilang
“300, gimana?”
Aku berharap bisa melontarkan tawaran piringan hitam Morgue Vanguard x Doyz itu dengan harga segitu. Aku tahu harga 350 yang dipasang si pelapak sebenarnya sudah sangat murah, tapi rasanya tidak enak saja kalau kamu tidak menawar, apalagi kalau posisinya ada di acara macam Record Store Day. Sayangnya, aku tidak melakukan hal tersebut. Bukan karena sadar diri, tapi karena piringan hitam itu di Surabaya, di acara SUBRECORD, sedangkan ragaku di Jakarta, di antah berantah.
***
Aku rasa aku berkenalan pertama kali dengan SUBRECORD pada April 2016. Kala itu aku sedang menjalankan titah dari kampus untuk menjalankan riset konsumsi piringan hitam dan mau tak mau aku harus berkenalan dengan para pedagang piringan hitam (vinyl) di Surabaya. Seingatku pada masa itu tidak banyak pelapak yang menjual vinyl. Mungkin karena mahal, mungkin karena masih langka, mungkin karena pada saat itu masih jarang ada pembelinya di Surabaya. Yang jelas acara SUBRECORD menjadi tempat terjelas untuk mencari penjaja kepingan musik analog tersebut. Singkat cerita pula, dengan menyambangi SUBRECORD, aku bisa bekerja di satu toko musik yang spesial menjajakan vinyl serta berkenalan dengan kehidupan para pedagang.
Duduk di belakang meja kasir suatu toko musik adalah pengalaman langka. Tidak banyak pedagang musik di kota ini yang mampu memiliki toko sendiri hingga memajang dan memamerkan koleksinya untuk langsung dilihat dan dirasakan para calon pembeli. Kebanyakan dari mereka lebih memilih menjual dagangannya melalui daring dan menyimpan cintanya di lemari pribadi. Hal itu bisa dimaklumi mengingat untuk membangun dan merawat toko perlu biaya yang tidak sedikit, sedangkan pemasukan dari pembelian rilisan fisik tidak cukup untuk menutupi. Besar pasak daripada tiang, kalau kata pepatahnya.
Seingatku pada masa itu tidak banyak pelapak yang menjual vinyl. Mungkin karena mahal, mungkin karena masih langka, mungkin karena pada saat itu masih jarang ada pembelinya di Surabaya
Namun sisi ini pula yang membuat jual beli musik di Surabaya begitu menggairahkan. Seperti berburu harta karun, kamu harus mengumpulkan sejumlah petunjuk terlebih dahulu tentang keberadaan toko-toko musik dan para penjualnya tersebut untuk bisa kamu sambangi. Bertanya, menguping pembicaraan orang, menyelami laman Facebook, upaya-upaya keras itu perlu kamu lakukan, apalagi jika kamu benar-benar ingin bermain ke tempat mereka untuk melihat barang-barang yang tidak dijajakan. Bahkan mereka yang punya toko pun keberadaannya masih susah dicari mengingat tempat-tempat tidak kentara atau tidak berada di jalan besar.
Aku akan memberikanmu sedikit cerita. Aku pernah mengunjungi satu toko musik yang berada di dalam perumahan (atau mungkin perkampungan?) sampai-sampai kamu tidak mengira bila itu adalah toko musik. Jalan menuju ke sana hanya bisa dilalui satu-dua mobil, seperti Kemang Raya, yang sekalinya ada dua mobil bertatap muka, salah satu harus mengalah atau keduanya akan terjebak. Besar kemungkinan saat kamu tiba di tempat yang dijanjikan, kamu akan kebingungan karena tidak melihat label atau embel-embel toko musik. Ya karena memang tidak ada dan murni hanya sekedar rumah. Satu-satunya cara paling ampuh menemukan tempat tersebut adalah dengan bertanya ke orang-orang sekitar, dengan mengetuk pintu rumah mereka. Kalaupun kamu mendapat arahan warga kampung dan sudah menemukan titik tersebut, berharaplah kamu akan dibukakan pintu mengingat sang penjual tidak jelas kapan hadirnya.
Seperti berburu harta karun, kamu harus mengumpulkan sejumlah petunjuk terlebih dahulu tentang keberadaan toko-toko musik dan para penjualnya tersebut untuk bisa kamu sambangi
Mari kita anggap kamu berhasil dibukakan gerbang oleh si penjual (yang entah kapan ada di toko), lantas dipersilakan masuk, 90 persen pasti kamu melontarkan perkataan ini di hatimu: “Apa-apa an ini?!” Lewat kedua bola matamu, kamu akan melihat replika simbol Motörhead hingga Eddie si maskot Iron Maiden yang terpampang pada lemari kaca dengan ratusan vinyl mendekam di boks-boks kayu. Ketika kamu sudah siap mengorbankan punggungmu untuk mencari vinyl, kamu juga melihat ratusan CD dan kaset yang menghias samping-samping ruang dengan posisi tertidur dengan punggung kemasan menghadapmu, menjadi tembok-tembok yang mengelilingi hidupmu. Di sini kamu akan tersadar betapa susah memulai dari nol dan betapa beratnya hidup bila terlalu banyak pilihan.
Aku akan mengatakan ini dengan jujur: ada banyak pedagang musik semacam ini di Surabaya. Ada yang ketika kamu datang ke rumahnya, satu kamarnya hanya berisi ampli-ampli dan speaker tidak manusiawi yang disodorkan ke telingamu untuk kamu coba dan beli: Sansui AU7900, NAD 3020, Whaferdale Diamond 4.2, Acoustic Research AR18, dan entahlah. Lain kepala, lain harta. Satu pedagang menyimpan di kamarnya KEF LS50 dengan turntable Pro-Ject Debut Carbon dengan Ortofon 2M Red, Pro-Ject Phono Box, dan amplifier yang bahkan aku tidak tahu namanya. Malahan ada pula yang menyimpan beberapa Technics SL-1200 yang ketika kamu tawar, si penjual akan menjawabnya, “Nanti ya kalau lagi butuh hehehe.” Intinya, hanya mereka yang terpilih, yang boleh mencicipi suara peralatan tersebut.
Lewat kedua bola matamu, kamu akan melihat replika simbol Motörhead hingga Eddie si maskot Iron Maiden yang terpampang pada lemari kaca dengan ratusan vinyl mendekam di boks-boks kayu
Jika ditanya apa cara termudahmu untuk menyambangi harta karun ini, jawabanku cuman satu: coba datangi acara SUBRECORD. Di sanalah para pedagang yang jarang menampakkan batang hidungnya ini akan berkumpul, saling bersilaturahmi dan mencari pelanggan serta barang baru.
***
Festival dagang musik SUBRECORD (sekarang dikenal dengan nama SUBRECORD Fest) adalah satu kisah yang perlu turut kamu perhatikan. Di balik pengapnya ruangan acara, atau gerahnya siang hari yang jarang diikuti hembusan angin hingga menyebabkan semua orang menanggalkan kecantikan dan ketampanannya, ada cerita-cerita kecil yang bisa kamu dapatkan jika cukup cermat memperhatikan dan mendengarkan sekitar.
Sebagai contoh adalah absennya pedagang musik dalam menjaga lapak. Ada banyak alasan yang mendasari menghilangnya pribadi tersebut. Satu, mungkin ia sedang berada di kamar mandi. Dua, mungkin ia sedang beristirahat dan mencari makan. Ketiga, mungkin ia sedang mencari angin karena tidak tahan dengan panasnya udara sambil menghisap rokok. Keempat, mungkin ia menghindarimu tersebab tawaran hargamu terlalu ngawur di masa lalu atau sesederhana ia tidak suka sama kamu saja.
Jika kamu menemukan hal ini, janganlah bingung dan bermuram durja. Keluarlah dari gedung dan coba kembali lagi. Kalau masih belum ada, maka kamu memang belum berjodoh dengannya. Opsi paling terakhir, titiplah kepada temanmu yang sudah meyakinkan diri untuk berburu dagangan.
Jika ditanya apa cara termudahmu untuk menyambangi harta karun ini, jawabanku cuman satu: coba datangi acara SUBRECORD
Iya, perdagangan musik adalah jalan yang misterius. Kamu tidak pernah tahu bagaimana barang-barang itu datang dan sirna. Kamu pun tidak tahu apakah kondisi barang itu bagus atau jelek. Hanya ada satu cara mendapatkan jawaban dari pertanyaan itu: membelinya. Bahkan mereka yang berpengalaman dan terlatih pun masih bisa kecolongan. Ambil contoh saja piringan hitam. Vinyl bekas yang tampaknya memiliki banyak beretan bisa jadi berjalan lebih lancar ketimbang vinyl yang mulus. Bahkan suaranya pun bisa jadi lebih baik dari vinyl–vinyl yang datang dari kondisi tersegel.
Vinyl Tricot-ku, math rock menyenangkan asal Jepang yang kubeli dengan kondisi segel, suaranya jauh lebih buruk ketimbang vinyl The Cure yang aku temukan dengan kondisi kover lumayan rusak dan bekas pemakaian DJ. Itu masih vinyl, belum kaset. Di medium ini, kamu harus lebih jeli melihat kondisi pita, kover, dan lainnya. Intinya di dunia rilisan fisik, kamu memerlukan dua hal untuk memperoleh yang kamu inginkan: keahlian dan keberuntungan.
Hal acak lainnya adalah urusan harga. Di sini, di Surabaya, kamu bisa mendapatkan barang dengan harga semurah-murahnya atau semahal-mahalnya, tergantung bagaimana para pedagang memandangmu. Satu kisah dariku, aku pernah mendapat vinyl Southern Beach Terror yang kondisinya mulus walaupun agak sedikit bengkok dengan harga Rp500.000,00. Padahal sang pedagang tahu berapa banyak uang yang bisa ia peroleh bila dijual secara daring mengingat betapa langkanya barang tersebut.
Iya, perdagangan musik adalah jalan yang misterius. Kamu tidak pernah tahu bagaimana barang-barang itu datang dan sirna. Kamu pun tidak tahu apakah kondisi barang itu bagus atau jelek. Hanya ada satu cara mendapatkan jawaban dari pertanyaan itu: membelinya
Memang pedagang itu sudah menjadi seorang teman, tetapi tetap saja mencengangkan ia mau memberi harga segitu (yang tidak mungkin aku tolak sekalipun aku harus menggadaikan cintaku). Aku rasa di balik semua ini, ada sesuatu yang lebih mahal ketimbang uang dan itu adalah pertemanan. Samar-samar aku teringat satu kata bijak dari para pedagang: “Semahal-mahalnya harga barang, lebih mahal harga kepercayaan.”
***
Lebih dari sekedar urusan perdagangan, kamu bisa belajar banyak dari pedagang musik di acara SUBRECORD. Mulai dari pengetahuan musik-musik yang tidak pernah kamu dengar sampai bagaimana cara berkomunikasi dengan pelanggan. Tapi bagiku sendiri, satu ilmu yang sampai saat ini kupegang teguh adalah soal selera telinga, tentang asupan nutrisi suara untuk otak.
Masuk dalam kehidupan perdagangan musik di SUBRECORD menyadarkanku tentang betapa banyaknya ilmu yang kudapat dari orang-orang di dalamnya. Memang tidak semua rahasia bisa diperoleh, tetapi setidaknya itu cukup untuk membuatku bercerita, menulis, dan membagikannya ke kalian. Aku rasa kehidupan perdagangan musik di Surabaya adalah salah satu yang paling gemilang untuk yang pernah kuamati. Mungkin, jika suatu hari kamu yang di luar kota bisa singgah di tempat ini, akan kutunjukkan beberapa toko dan acara tersebut.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Lirik Lagu Empati Tamako TTATW tentang Mencari Ketenangan dan Kedamaian
Penggemar The Trees and The Wild sempat dibuat deg-degan sama unggahan Remedy Waloni di Instagram Story awal November lalu. Unggahan tersebut berisi tanggapan Remedy untuk pengikut yang menanyakan tentang kemungkinan kembalinya TTATW. …
Di Balik Panggung Jazz Goes To Campus 2024
Hujan deras di Minggu siang tak menghalangi saya menuju gelaran Jazz Goes To Campus (JGTC) edisi ke-47 yang digelar di FEB UI Campus Ground, Depok pada Minggu (17/11). Bermodalkan mengendarai motor serta jas hujan …