Swellow – Karet
Saya masih ingat bagaimana rasanya pertama kali mendengarkan album debut dari Pure Saturday di bulan-bulan album itu rilis dalam format kaset. Seharian penuh saya dan teman-teman larut dalam “Kosong” dan “Coklat” yang kami putar terus menerus di walkman kami pada waktu jam istirahat.
Kami lantas mencari tahu kira-kira apa arti dari dua lirik tersebut. Terutama “Coklat”, apakah ini lagu tentang Silverqueen? Coklat apa yang dimaksud Suar dalam lirik tersebut.
Kemudian tak beberapa lama, videoklip Pure Saturday keluar di televisi. Sebuah video berisi footage para personilnya bermain live. Saya jujur tidak terpuaskan dengan video dengan gaya blur dan slow motion ini. Saya tidak dapat melihat jelas bagaimana wajah Suar dkk. Maklum, jaman dulu sebuah video yang ada di benak saya adalah bagaimana para personilnya bergaya dengan instrumennya masing-masing seperti khas video musik yang tayang di tahun itu.
Kembali ke album, kesan saya pertama kali adalah ‘wow, Bandung ternyata ada yang beginian nih’ maksudnya musik yang non-keras selain Pas band dan Puppen.
Dan kegembiraan yang sama kurang lebih apa yang tengah saya rasakan sekarang ketika mendengar “Sukar” pertama kali. Sebuah lagu dari band indierock asal Bogor, Swellow. Sebuah komposisi straight indierock dengan groovy beat yang sulit terlukiskan sebelumnya.
“Sukar” yang direferensikan Rendi dari La Munai Records hampir sukar saya matikan dari earphone di gojek yang membawa saya dari Kemang menuju Depok. Benak saya waktu itu “Gilak, Bogor memang kota Indierock”. Kenapa bisa saya bilang seperti itu? Rasa-rasanya dari kurun waktu 3 tahun ke belakang, begitu saya mendengar rekaman-rekaman terbaru dari kota Hujan ini, maka yang saya dengar adalah sebuah bentuk pelestarian akan format gaya indierock yang lurus, khas 90-an.
Kembali ke Swellow. Hari ini, sebuah mini album pun dirilis. Berisi lima lagu dengan “Sukar” ada di dalamnya. Di sebuah kesempatan pagi-pagi bersepeda, saya melumat Karet, tajuk debut EP ini. Dibuka oleh “Berita Harian”, notasinya sangat kuat sebagai lagu pembuka, tidak cepat namun tak lambat juga. Medium, beat-nya cocok dengan kayuhan pedal sepeda saya.
Lalu ada “Asam”, betapa sapuan-sapuan tremolo gitar menampar saya, suasana sepi ada di sana, persis apa yang saya rasakan pagi itu di hutan kampus UI. Perasaan yang sama saya rasakan juga di nomor penutup “Pelintas”. Lagu ini kuat sekali, hampir tidak sukses menjadi penutup, karena jatuhnya saya selalu ingin EP ini tidak berakhir di lagu kelima.
Kemampuan Swellow dalam mengunyah referensi kemudian meramu notasi, riff dan aransemen ini yang membuat band ini menarik dan sangat kuat secara karakter. Bukan hanya kunci-kunci batangan yang disetel dengan overdrive atau fuzz belaka, namun ada petikan clean di sana, ada iringan akustik dan gocekan-gocekan bass yang empuk. Format ini makin nyata dalam “Gargantua”. Nomor ketiga yang mengingatkan saya akan “Phatetic Waltz”-nya Pure Saturday namun dengan nuansa yang lain ini mampu menghantarkan saya akan sebuah visual pengembaraan yang sia-sia.
Satu-satunya kelemahan dari EP ini adalah kenyataan bahwa saya dan mungkin satu dua pendengar hanya meminta lebih dari sekadar lima lagu. Nyaris tidak ada filler di sini dan itu antara membuat saya kesal atau memang semua lagu punya kekuatannya masing-masing.
Sama seperti mengunyah karet, Karet yang satu ini manisnya tidak habis-habis namun mustahil juga untuk ditelan, membuat kita harus menguyah dan mengunyah terus manisnya. Awas diabetes! Ah, menyebalkan!
____
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …