Synchronize Festival: Tetap Selalu Berkesan
Beberapa bulan ini berangkat dari satu lokasi keriaan ke lokasi lainnya di waktu yang berbeda, ada pula yang berlangsung di tempat yang sama. Seakan untuk menebus kerinduan berfestival tak ada habisnya usai dari menghadapi ketegangan masa pandemi yang panjang.
Setelah enam bulan lalu diumumkan, Synchronize Festival akhirnya nyata kembali tanggal 7, 8, dan 9 Oktober 2022 di Gambir Expo Kemayoran. Tujuh panggung yang bergema terdiri dari Dynamic Stage, Lake Stage, Forest Stage, District Stage, Gigs Stage, XYZ Stage, dan Pasar Musik.
Di mana setiap nama memiliki cerita berkesan yang berbeda tanpa memandang siapa yang tampil dan jam berapa mereka menghibur karena yang lokal terbukti memang lebih vokal. Saya tidak menonton semua band atau musisi, anggap ini merupakan catatan sederhana.
Hari pertama Synchronize Festival
Vokal atau diartikan berani bersuara dibuat nyata oleh Sal Priadi. Ia membuka Synchronize Festival secara keseluruhan dengan aksi yang tak terpikirkan bersama gerombolannya mengenakan jas hujan biru menghampiri beberapa titik di festival untuk nyanyi bersama.
Di waktu yang sama, Sajama Cut membuka District Stage. Sayang, aksi mereka tak sesuai rencana. Marcel Thee dkk hanya menyanyikan total empat lagu yang dihiasi jeda lantaran hujan. Sisa waktu manggung pun dimanfaatkan untuk menutup pertunjukan dengan “Less Afraid”.
Menuju sore, saya memilih untuk menyaksikan Danilla di Lake Stage. Semua pemain memakai setelan jas dan celana ditambah dasi pink sesuai warna logo Danilla. Sementara Danilla tampil anggun mengenakan dress bunga-bunga.
Lagu “Renjana”, “Berdistraksi”, “Terpaut Oleh Waktu”, “Berat Badan”, dan “”S E N J A” di Seberang Nusa” mengawali pertunjukannya. Danilla juga memperkenalkan satu per satu pemain di bandnya, serta Ben Sihombing yang disebut andil urusan wardrobe.
Danilla menyertakan enam orang dancer yang muncul di beberapa lagu. Sebuah tontonan yang serius persiapannya. Namun, rasanya tak semua penonton memahami aransemen-aransemen baru yang dimainkan atau konsep itu sendiri hingga sebagian tampak kurang menikmati. Sore itu tetap manis ditutup “KIW”” dan “Senja di Ambang Pilu”.
Saya menyempatkan diri untuk menonton Lomba Sihir di panggung yang sama dengan Danilla. Band membuka aksi mereka dengan “Nirrrlaba” dan “Hati dan Paru-Paru”. Selesai dari membawakan “Polusi Cahaya”, Lomba Sihir mengajak Marcel Thee ke atas panggung untuk menyanyikan “Less Afraid”. Mengapa? Lomba Sihir bagian dari album kompilasi You Can Be Anyone You Want yang dirilis Sajama Cut awal September lalu.
Lalu, apa jadinya festival musik tanpa band reggae? Mungkin enggak seru, mungkin juga enggak santai. Souljah band yang tak pernah gagal menguasai pertunjukan membawakan nomor-nomor hitnya seperti “Move On”, “Badut Cinta”, “Kuingin Kau Mati Saja”, “Bersamamu”, dan “Jatah Mantan”.
Panggung bernama Pasar Musik di Synchronize Festival pun cukup menyita perhatian karena panggung berbentuk kotak ini menjadi area orang-orang yang tengah lalu-lang untuk bisa singgah berjoget hingga larut malam.
Hari kedua Synchronize Festival
Synchronize masih menyediakan ruangan untuk penonton yang ingin mengisi ulang air mineral secara gratis bernama Sumber Mata Air Minum. Area yang juga ramai dikunjungi penonton, yaitu photo booth yang kembali tren untuk mengabadikan momen sedang berada di festival. Satu yang tampak bikin puas melampiaskan amarah, penonton bisa mampir di mesin game tinju yang disediakan salah satu booth yang ada di Synchronize Festival.
Jujur, saya ketinggalan beberapa penampil, Namun, tak ingin melewatkan Tony Q Rastafara di Dynamic Stage. Musisi reggae kawakan ini menyapa penonton dengan “This Is My Way”. Staminanya masih luar biasa sambil menggendong gitar listrik Fender Jazzmaster. Nomor lainnya yang tak kalah seru “Gue Fallin In Love” dan “Om Funky”.
Tony Q sempat menjelaskan salah satu lagu yang dimainkan sore itu berjudul “Tertanam”. Lagu bercerita tentang hujan yang dipersembahkan untuk para petani. Nyanyian lain seperti “Ketika” dan “Kong Kali Kong” dibawakannya secara apik.
Tak sedikit penampil yang baru memulai karier beberapa tahun ini bisa tampil di Synchronize Festival. Banyak juga yang sudah melewati asam garam tetap diundang. Setelah Lake Stage diisi Java Jive, giliran Potret mengajak penonton nostalgia di malam harinya.
Melly Goeslaw dikawal enam pemain, termasuk formasi asli, sang suami Anto Hoed dan sahabatnya Wong Aksan. Penonton yang menunggu setengah jam sebelum mereka naik ke atas panggung terpuaskan.
Potret membawakan lagu lama dan baru seperti “Ingin Di Cium”, “Musim Putus”, “Friendzone No More”, dan “Diam”. Begitu lagu “Bunda” dinyanyikan, Melly memperkenalkan kibordis Mery Kasiman. Nomor lainnya yang berhasil memunculkan ingatan lama “Mak Comblang” medley “Bagaikan Langit”.
“Ini lagu yang saya buat untuk perempuan tapi anehnya laki-laki juga suka lagu ini,” kata Melly sebelum membawakan “Salah” dan malam itu mereka menutup panggung dengan “I Just Wanna Say I Love You”.
Tidak semua aksi para penampil bisa saya saksikan. Saya tak sempat menonton siapapun yang tampil di Gigs Stage dan hanya sebentar menyimak tiap kali mampir XYZ Stage. Malam itu, saya malah hadir di Forest Stage untuk Silampukau.
Meskipun tidak menonton sejak awal, saya langsung menikmati nyanyian “Si Pelanggan” dan beberapa nomor lain dari duo beranggota Eki dan Kharis ini. Selain lagu-lagu dari album Dosa, Kota, Dan Kenangan, mereka juga memperkenalkan single terbaru “Lantun Mustahil”. Satu hal yang membuat sedikit tidak nyaman ketika menyaksikan Silampukau, suara penampilan Burgerkill bocor dari Lake Stage.
Malam semakin larut, penonton semakin menumpuk di Dynamic Stage hanya untuk satu momen penting. Akhirnya, Pusakata bertemu kembali dengan Payung Teduh. Tak menyanyikan semua lagu Payung Teduh, Is menyelipkan nomor solonya “Kehabisan Kata”. Tembang saat Is masih bersama Payung Teduh seperti “Kucari Kamu”, “Menuju Senja”, “Akad”, dan “Resah” menciptakan sing-along.
Hari kedua Synchronize Festival ditutup aksi memukau Cokelat. Mereka kembali solid dengan formasi Kikan (vokal), Edwin (gitar), Ernest (gitar), Ronny (bass), dan Ervin (drum).
Lagu “Nafsu” dari album Segitiga yang rilis 2003 menjadi pembuka pertunjukan. Kikan menyapa penonton dengan menyebut nama festival, Synchronize. Aksi dilanjutkan “Bunga Tidur”, “Salah”, dan “Pergi”.
Momen haru pun tercipta di beberapa jeda lagu, saat video rekaman para personel muncul di layar. Bagaimana kisah Kikan dan Ervin kompak meninggalkan Cokelat di tahun 2010.
Kualitas vokal Kikan sungguh luar biasa dan tak bisa tergantikan. Tak ketinggalan lagu-lagu mereka seperti “Luka Lama”, “Jauh”, “Saat Jarak Memisahkan” turut dinyanyikan.
“Pergi bareng sekarang pulang bareng,” kata Kikan di rekaman video yang muncul di layar. Hingga tiga lagu yang mengakhiri pertunjukan membuat penonton terpuaskan dan bernostalgia, yaitu “Segitiga”, “Karma”, dan “Bendera”.
Hari ketiga Synchronize Festival
Saat Karimata sudah naik ke atas panggung sekitar pukul 2 siang. Saya masih berada di dalam mobil yang tengah berbaris menuju parkiran. Keadaan macet total ini diprediksi karena mereka yang hadir dua hari sebelumnya ingin melengkapi hari kedatangan, mereka ingin menonton AGNEZ MO, atau mereka tiba-tiba FOMO.
District Stage hari terakhir dibuka Ardhito Pramono, Idgitaf, dan RAN. Saya berkesempatan menetap di pertunjukannya Idgitaf. “Berlagak Bahagia” menjadi nomor pembuka. Kejutan Gita mengajak The Overtunes yang tidak ada di daftar lineup Synchronize ke atas panggung untuk menyanyikan single kolaborasi mereka “Benar-Benar” dan Gita berkesempatan menyanyikan lagu milik Overtunes “Berlari Tanpa Kaki”.
Sebelum beribadah ke panggung Ahmad Band, malam harinya saya menyempatkan diri untuk menonton Tulus. Ia membuka aksinya dengan “Remedi” dan “Jangan Cintai Aku Apa Adanya”. Tulus sempat meminta izin ke penonton untuk memperbaiki in-ear monitors dan melanjutkan aksinya dengan “Sepatu” dan “Satu Kali”.
Saya baru menyadari sesuatu di panggung Tulus. Beberapa simbol yang tampak seperti bentuk gigi, senyum, Yin dan Yang, peace, dan cinta telah mendefinisikan tujuan dari penyelenggaraan Synchronize Festival. Malam itu, Tulus juga memainkan hit-hit lama, “Teman Hidup” dan “Sewindu”.
Penampil yang dinanti, AGNEZ MO menutup Synchronize Festival dengan meriah. Walau sedikit mencengangkan, kalau ternyata beberapa lagu yang dimainkan tidak dibawakan secara penuh. Di antara yang masuk setlist “Coke Bottle”, “Matahariku”, “Cinta Di Ujung Jalan”, dan “Bilang Saja”.
Rasanya lokasi penyelenggaraan sudah tidak lagi nyaman. Ketika melihat antusias pengunjung yang tetap besar. Apa mungkin berpindah ke lokasi yang lebih luas dan menampung dengan wajar? Tapi di mana ya. Semoga kualitas sound di beberapa panggungnya juga bisa ditingkatkan.
Bulan indah menghiasi langit hari terakhir Synchronize Festival. Saya sudah tidak memiliki harapan band atau musisi untuk helatan yang tahun depan karena sudah ditebus Ahmad Band dan terima kasih sekali lagi Synchronize Festival tetap selalu berkesan.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …