Ulasan 10 Karya Alternatif Irama Kotak Suara oleh Eka Annash
Setelah Era Agressor resmi dirilis pertama kali dalam format CD pada Desember 2021, Eka Annash bersama bandnya The Brandals masih sibuk mempromosikan sang album dengan melaksanakan tur dan manggung sampai hari ini.
Meski sibuk bareng Brandals, Eka juga mengabarkan kalau ia tetap meneruskan rencananya untuk perilisan single solo perdana yang ditargetkan bisa meluncur akhir tahun 2022.
Kesibukan Eka memang bukan hanya seputar musik. Ia tetap aktif menjalani kegiatan wawancara dengan berbagai narasumber untuk konten video Diskas! (Diskusi bareng Eka Annash) yang diunggah via kanal YouTube Diskas Media.
Di waktu senggangnya, kami pun meminta Eka Annash untuk mendengarkan 10 karya alternatif Irama Kotak Suara. Tentu ulasan dan kritik yang diberikan olehnya bermacam-macam. Simak langsung di bawah ini.
Angkasara
Skena kota Malang berkompetisi dengan baik produktivitasnya dengan kota belahan nusantara lain. Kualitasnya juga bisa diadu. Single “Angan” bisa jadi buktinya. Tata suara dan aransemen apik. Walaupun masih tercium pengaruh Barasuara yang kuat. Tapi, gue juga bisa dengar pola shoegaze dan dream pop ala Cocteau Twins di fondasinya. Akan menarik melihat progress musikal band ini 4 – 5 tahun ke depan.
The Bunbury
Lagunya oke. Sayangnya untuk membawa konsep indie rock begini harus disertai hasil mixing dan mastering yang mumpuni. Entah memang mau diset dengan karakter lo-fi atau enggak. Tapi bakalan lebih keren kalau treatment sound dibikin bright tapi tetap distorsi. Gue enggak paham liriknya cerita tentang apa. Lafal Inggrisnya juga kurang jelas. Tapi karakter vokalnya unik.
Kalasudra
Lagu “Singgasana Berpesta Pora”, pretty decent rock n roll dengan lirik komentar sosial yang lumayan menyentil. Output sound-nya juga lumayan oke. Kalau mereka konsisten tapi terus mendorong proses kreatif bikin musiknya dengan formula lain, bisa jadi lebih menarik.
The Senior High School
Masalah dengan band atau musisi lokal yang bernyanyi dalam Inggris adalah terkadang pengucapannya yang masih kabur dan sering kali tidak jelas. Grammar-nya salah masih dimaklumi lah. Tapi, kalau nyanyinya juga enggak jelas kedengaran tentang apa. Mending pakai bahasa Indonesia aja enggak sih? Anyway, rockabilly dari Lampung. Unik juga.
Higgs
Semua tentang lagu ini tercium aroma pola dan karakter yang diformulakan untuk menembus pasar mainstream. Dari gitar ala U2 atau Coldplay, sing-along vocal, dan sebagainya. Definitely not my cup of tea.
Sillas
Yang ini tampaknya mau membawa karakter shoegaze ala Creation Records dekade 90an. Not bad, walaupun departemen sound bisa lebih dipoles lagi di proses mixing dan mastering. But the vocal, dude loe nyanyi apa sih? Terus yang lebih penting lagi pertanyaannya, loe nyanyi pake bahasa apa di lagu “Mamlaka” ini? [tertawa].
Flourish
Gue enggak bisa menghindari komparasi dengan The Panturas. Dari sound, aransemen, dan karakter. Apalagi image-nya juga tampak menduplikasi tema maritim berseragam. Coba cari konsep lain deh. Atau coba gali sumber referensi lebih jauh dan lebih dalem lagi.
Lajur
Circa tahun 2010 – 2012 gue sempat keracunan gelombang indie pop atau lo-fi dari US seperti Beach Fossil, Wild Nothing, Beach House, DIIV, Heavenly Beat, dan lain-lain. Dengar track ”Shall Be Good” ini langsung membawa gue ke era tersebut dengan segala romantisme memori dan nostalgianya. This one’s properly executed. Well done.
Sugar Thrills
Gue lagi kagum banget dengan prolifik dan variatifnya band dan musisi yang keluar dari Bali belakangan ini. Sugar Thrills maju dengan warna shoegaze dan indie rock kental. Menurut gue kalau mau berhasil membawa karakter ini, enggak cuma asal berisik tapi harus ada sensibilitas melodi yang kuat. And this band has it. Again, needs a bit of polishing in the mixing and mastering department, but it’s a minor thing. They’ll go far.
Shama
Gue selalu punya tempat spesial buat band yang membawa lirik tema sosial atau politik. Enggak banyak band atau musisi muda, terutama yang beneran berasal dari kelas pekerja yang berani membawa tematik ini dan berhasil disorot. Media, publik dan pendengar lebih memilih terbuai dengan lirik banal berkedok puitis kontemplatif yang enggak punya pesan signifikan apa-apa. Tema buruh yang diangkat Shama jadi angin segar buat gue. Aransemen dan komposisinya juga menarik. Salah satu band potensial yang bakalan gue tunggu perkembangannya.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Lirik Lagu Empati Tamako TTATW tentang Mencari Ketenangan dan Kedamaian
Penggemar The Trees and The Wild sempat dibuat deg-degan sama unggahan Remedy Waloni di Instagram Story awal November lalu. Unggahan tersebut berisi tanggapan Remedy untuk pengikut yang menanyakan tentang kemungkinan kembalinya TTATW. …
Di Balik Panggung Jazz Goes To Campus 2024
Hujan deras di Minggu siang tak menghalangi saya menuju gelaran Jazz Goes To Campus (JGTC) edisi ke-47 yang digelar di FEB UI Campus Ground, Depok pada Minggu (17/11). Bermodalkan mengendarai motor serta jas hujan …