Wawancara Eksklusif Teenage Death Star: Mengajak 12 Musisi ke Taman Bermain Thunder Boarding School

Feb 22, 2025

Teenage Death Star rilis album!

Rasanya kalimat itu sendiri sudah jadi berita yang menarik bagi para pegiat musik lokal. Pasalnya, band ini hanya memiliki satu album penuh bertajuk Longway to Nowhere sejak terbentuk tahun 2001.

Album perdana itu dirilis tahun 2008 dan baru 17 tahun kemudian Teenage Death Star mengedarkan album kedua dalam tajuk Thunder Boarding School. 12 lagu yang ada dalam album pun dirilis sebagai single lepasan lebih dulu sepanjang bulan Januari 2025 sampai akhirnya terangkum di akhir bulan.

Bukan Teenage Death Star jika tidak menyiapkan konsep absurd bagi karya mereka. Album Thunder Boarding School sebenarnya hanya berisi satu bagan lagu yang menampilkan 12 kolaborator, di mana mereka bebas mengisi lirik dan nyanyian di bagan lagu tersebut.

 

 

12 kolaboratornya antara lain Henry Foundation, Sukatani, Acin ‘The Panturas’, Luthfi ‘Tabraklari’, Rian ‘D’MASIV’, Dila ‘Lips!!’, Davidbeatt, XANDEGA, Nartok, Refo Dan Fauna, Romantic Echoes, dan Pamungkas. Sungguh sebuah kombinasi orang-orang yang tak terpikirkan akan bersatu dalam sebuah proyek musik.

 

 

Berangkat dari rasa penasaran yang tak berkesudahan untuk konsep Thunder Boarding School, kami pun membuat janji dan menemui Teenage Death Star di kantor Sir Dandy di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (04/02) untuk membahas album ini.

Sesi bincang-bincang tersebut dihadiri oleh Sir Dandy (vokal), Alvin Yunata (gitar), dan Firman Zaenudin (drum). Kedua personel lainnya, Helvi Sjarifudin (gitar) dan Satria ‘Iyo’ Nurbambang (bas) tidak hadir karena memang tinggal di Bandung.

 

Teenage Death Star berpose di kantor Sir Dandy / Dok. Syauqi Ibrahim

 

Firman bercerita kalau ide awal menghasilkan karya baru datang dari Helvi yang suatu hari mengirimkan videonya memainkan 2 lagu baru ciptaannya untuk Teenage Death Star. Beberapa saat kemudian akhirnya ada kesempatan Helvi dan Iyo bermalam di Jakarta, para personel pun langsung booking studio untuk merekam materi segar tersebut.

Satu shift rekaman pun mereka habiskan saat itu dengan menyelesaikan satu lagu saja. Alvin menjelaskan, niat awal memang mereka ingin menyelesaikan 2 lagu namun merasa tak mampu.

“Firman mungkin bisa. Ngejar 2 (lagu) tuh dia bisa. Tapi kalau gue dan yang lainnya, kami memang pemalas sih. 2 tuh bagi kami kebanyakan,” kata Alvin.

 

Alvin merasa Firman personel TDS paling skillful / Dok. Syauqi Ibrahim

 

Sebagai personel yang dikatakan Alvin paling mampu mengejar 2 lagu, Firman pun bercerita bahwa usai merekam lagu ia sempat melakukan ‘kejar-kejaran’ selama hampir 2 bulan dengan Sir Dandy perihal membuat guide vokal.

Di momen itu juga Sir Dandy dan Alvin sempat beberapa kali bertemu Kukuh Rizal dari Sun Eater yang menyambut baik kesusahan Teenage Death Star dalam membuat lagu.

Merumuskan garis besar yang mau dibawa di album Thunder Boarding School, Alvin menjelaskan bagaimana caranya Teenage Death Star bisa bergerak sedikit, tapi menghasilkan yang banyak.

“Anak-anak karena memang susah. Ya malas lah, kadang-kadang ke-distract sama hal lain. Udah gitu aja deh, gimana caranya kami effortless, tapi hasilnya maksimal. Ternyata konsep ini salah satunya. Pikir-pikir juga belum ada kan yang bikin kayak gini? Oke, gas. Santai aja,” jelas Alvin.

Sebagai orang yang sangat terkesima dengan packaging CD album Longway to Nowhere, saya pastinya menanyakan apakah sudah terpikirkan oleh para personel Teenage Death Star tentang akan seperti apa bentuk rilisan fisik Thunder Boarding School.

“Fisiknya ada, tapi lagunya belum tentu ada,” tegas Sir Dandy.

 

Sir Dandy bilang rilisan fisik Thunder Boarding School akan ada, namun lagunya belum tentu ada / Dok. Syauqi Ibrahim

 

Penjelasan singkat Sir Dandy yang membuat tawa satu ruangan pecah itu pun berlanjut kepada percakapan yang lebih dalam tentang album Thunder Boarding School dan Teenage Death Star itu sendiri. Simak langsung di bawah ini.


 

Apa sebenarnya tujuan kalian bermusik?

Alvin: Bersenang-senang aja. Kayak apa sih? Kami selalu jawab itu deh, apa itu ya waktu itu ya?

Sir Dandy: Kami cuma bikin taman bermain di alam bawah sadar. Aktivitas si band ini cuma buat rekreasi alam bawah sadar aja. Kenapa bentuknya taman bermain? Karena di masa depan orang-orang bakal banyak bermain di situ bersama kami, itu yang dipikirin dari dulu. Kenyataannya kan benar terjadi. Kayak sekarang album ini, ya udah, taman bermainnya cuma satu lagu, yang mainnya banyak.

Alvin: Jadi gak ada habisnya, karena kami main. Kalau kami buntu, gak usah dipaksain. Gimana caranya yang ada ini, dijadiin aja.

Sir Dandy: Gak ada yang ngajak manggung, biarin aja. Bikin album cuma satu, biarin aja. Dari dulu sebelum band ini punya album atau terlibat kompilasi, si merchandise tuh udah dibikin. Gak peduli gak ada yang beli, ya udah gak apa-apa, tapi kami bikin aja.

Alvin: Kan kami gitu ya, kalau lagi manggung juga misalnya si Iyo gak mau nyalain basnya, ya udah. Dia (Sir Dandy) misalnya kayak, “Duh, gue males nih bikin lirik,” ya udah.

Firman: Manggung tanpa Sir Dandy pun pernah. Gak ada paksaan.

Alvin: Kayak di Joyland kan ada yang mau main gitar, ya udah. Jalanin aja lah, orang kami main kok bareng-bareng. Santai aja.

Firman: Mungkin dulu taman bermainnya sebagai berlima aja, jadi ruang lingkupnya segitu. Makin bertambahnya tahun, makin gede.

Alvin: Jadi memang kesannya tidak pernah ada konflik di kami, karena kami main terus dari tahun 2001.

 

Mengapa selalu ada jeda lama untuk merilis sebuah album? 

Alvin: Iya lumayan juga sih. Ya itu kelakuan kami begitu memang. Memang dimanja ego kami tuh. Malas ya malas aja. Jadi main terus, “Oh iya, kita gak bikin album ya?” Tapi misalnya yang gampang-gampang kayak selagu di (film) Catatan Akhir Sekolah, selagu di Janji Joni, kan itu mah gampang ya, kasih aja lagunya. Jadi memang kami senang yang gampang-gampang aja sebenarnya, makanya ketika mau album, “Waduh.” gitu kayaknya.

Firman: Ya contoh kecil aja, dari 2001-2008 kan satu album aja, itu kan isinya kurang lebih 9 lagu. Dari 2008-sampai sekarang saking kami malas gitu ya, cuma 7 lagu dari album itu yang dibawain.

Alvin: Ada lagi, tapi eksperimental yang The Early Year’s 88-91 Backyard Tapes.

 

Tapi itu bisa dibilang bukan album resmi ya?

Firman: Iya, lebih ke kayak bermain ke taman sebelah. Kayaknya seru main-main ke sana, gitu.

Alvin: Mau dibawain juga anj*ng ribet banget. Kami jamming banget soalnya itu. Itu mah memang lagi ngaco aja kaminya.

 

Bahas album The Early Year’s 88-91 Backyard Tapes sedikit, memang benar Widi Puradiredja (MALIQ & D’Essentials) ngisi drum di album itu?

Alvin: Iya, dia main. Waktu itu dia juga lagi sibuk apa gitu. Side A-nya yang agak post punk itu Firman, Side B-nya yang agak psychedelic itu Widi.

Firman: Gue memang lupa waktu itu, pas lagi kerja, jam 5 atau setengah 6 waktu itu, “Anjir, anak-anak lagi recording.” Gue langsung ke Organic (Records) waktu itu.

 

 

Jadi memang ada jeda ya karena ‘main-main’ itu tadi ya?

Alvin: Iya, jadi memang gak pernah serius sebenarnya. Gak mau jadi beban.

Sir Dandy: Bukan gak bisa bikin lagu, tapi memang kami menguasai waktu kami sendiri.

Alvin: Sir Dandy malah udah bikin berapa album sih? Satu album gitu.

Sir Dandy: 2 album.

 

Bagaimana kalian menentukan musisi-musisi yang menjadi kolaborator album ini?

Alvin: Nah itu. Kami juga gak mau terlalu teman-teman sendiri juga, jadi juga pengin ngajak yang unexpected. Kayak kemarin kan banyak tuh yang kaget, itu lumayan dibantu Sun Eater. Kalau bisa dicampur lah yang kenal, yang muda, dan yang tidak terkira.

 

Berapa banding berapa tuh kira-kira yang kenal dan gak kenalnya?

Sir Dandy: 70% gak kenal. Tau-tau aja, tapi bukan yang kenal.

Firman: Kayak Nartok kami gak kenal.

Alvin: Davidbeatt, Refo kami gak tau. Tapi ternyata oke-oke juga kan.

Firman: Rian kami juga gak ada yang kenal.

Alvin: Gue kenal sih. Cuma bukan gue juga yang ngabarin, kayaknya itu dari Sun Eater.

Firman: Jadi kami bagi tugas. Istilahnya dari Sun Eater sounding siapa aja, kami juga sounding siapa aja.

Alvin: Kan kebaca lah ya. Kayak si Betmen atau Luthfi dari Tabraklari, kami mah pasti gitu teman-temannya kan.

Firman: Di-list baru dibagi dua tuh. Oke, sekiranya yang kami gak kenal, kalian. Beberapa yang kami kenal, kami.

Alvin: Kami juga memang request, “Tolong dong yang gak terkira, biar jangan di circle kita,” Gak akan seru kan kalau semuanya dari circle kami, kayaknya gak seru deh.

Firman: Sebenarnya banyak kalau pilihan. Salah satunya ada BAALE pernah gue sounding. Isyana juga dari Sun Eater pernah sounding.

Alvin: Sebenarnya mau, cuma waktu ya. Karena pas lagi pada bikin album juga, jadi kayak ribet.

Sir Dandy: Mas Anang pernah gak?

Firman: Pas lagi di penjurian [tertawa]. Banyak sebetulnya, cuma yang akhirnya terpilih, ya udah. Karena kan kami menawarkan itu benar-benar tanpa paksaan, jadi kami ada lagu, mereka terserah isi lirik, lagam, nyanyian seperti apa, bebas terserah.

Alvin: Cuma ngasih tau, “Eh ini judul albumnya Thunder Boarding School ya.

 

Jadi benar-benar gak ada kurasi mengenai lirik, cara nyanyi, atau briefing gitu?

Alvin: Gak ada.

Firman: Yang gue alamin, gue tuh nyolek si Acin, Luthfi, Romantic Echoes, terus Sukatani. Begitu mereka share ke gue tuh, tanggapan pertama gue pasti “Ha ha ha ha. Thank you, siap.” Terus gue share ke anak-anak.

 

Ada yang sampai kalian minta retake gak?

Firman: Gak ada sih. Mereka one take semua. Gue gak tau kalau proses rekamannya, cuma dari kami sama sekali gak ada.

Alvin: Paling kami ada mixing/mastering ya sama bassist-nya Dirty Ass.

Firman: Ya kami melibatkan musisi-musisi juga dalam post-production-nya. Desain artwork pun si Delpi dari Dongker yang bikin.

Alvin: Memang kami pengin konsepnya total collab.

 

Apakah bisa dibilang TDS menjadi band pertama di Indonesia yang memakai konsep tersebut?

Alvin: Kayaknya iya deh.

Sir Dandy: Di dunia.

Alvin: Iya kayaknya gue rasa di dunia deh.

Firman: Karena lagunya satu. Benar-benar diseragamin, lagunya sama, A-Z, cuma beda lagam sama lirik doang.

 

Apa yang menarik dari proses penggarapannya secara teknis? Apakah segampang yang kalian pikirkan?

Alvin: Iya. Gampang banget kok sebenarnya kalau teknis ya. Yang lama ya itu ngegodok konsepnya.

Firman: Kalau recording-nya gak ada yang harus kayak A,B,C. Alvin pun masuk part isian gitar benar-benar dia langsung gonjreng gitu, ya udah, gue pertahankan di situ. Gak ada yang harus gimana-gimana sih.

Alvin: Segampang itu. Gak mikirin cover, yang mikirin orang lain.

Firman: Satu shift kan enam jam tuh, paling 3 jam recording, 3 jamnya ngobrol anak-anak tuh.

Alvin: Ya banyaknya ngobrol sih. Meeting sama si Sun Eater dan Fast Forward, itu aja yang seringnya.

Firman: Untungnya karena dari Sun Eater-nya tuh proaktif. Ya udah jadi ngejar ke kami tuh. Kami lebih ke kayak nyantai aja.

Alvin: Pemalas kan kami bandnya.

 

Ini yang nyanyi kan udah ada, berarti Sir Dandy jadinya ngapain di album ini?

Alvin: Tiap manggung juga gak ngapa-ngapain. Yang nyanyi penonton juga gak apa-apa. Akan sama aja sebenarnya.

Sir Dandy: Sama aja.

Alvin: Paling nanti, “Mau versi siapa nih yang kalian ingat?” Mungkin kan? Bisa jadi.

Sir Dandy: Puncak tertinggi seorang vokalis adalah gak nyanyi. Dan ini terjadi nih.

Alvin: Jadi bisa request, “Mau versinya siapa? Pada hafal kan? Tapi lo yang nyanyi ya.” Ya udah nyanyi aja. Memang biasanya gitu kan. Misalnya salah satu kolaborator kayak Henry Foundation sempat ikutan, itu lebih seru.

Firman: Itu akan di-budget-kan nanti sendiri, khusus kolaborator. Tergantung si panitia aja nanti. Misalkan di-list lah, kayak buku menu.

Alvin: Tapi kalau gak ada, gak masalah kayaknya deh. Yang nonton aja mau versi siapa. Kasih aja kali liriknya di LED, pada jadi karaoke tapi kami yang ngiringin. Gampang lah.

 

Berarti bakal ada rencana lagu-lagu di Thunder Boarding School dibawain live ya?

Sir Dandy: Ada.

Alvin: Kalau rencana mah selalu ada.

Firman: Showcase mungkin bawain 12 lagu.

Alvin: Sama semua tapi [tertawa].

Firman: Dari yang penonton jingkrak sampai yang udah malas gitu.

 

Kira-kira bakal latihan gak buat bawain lagu baru?

Alvin: Iya lah. Latihan aja sedikit, kan kami juga lupa pasti.

Firman: Latihan terakhir aja tahun 2014. Eh, 2000 berapa ya latihan terakhir? Udah lama lah.

Alvin: Latihan kalau ada yang gak bisa biasanya. Kayak kemarin si Firman gak bisa manggung di Lebak Bulus, itu digantiin, nah latihan tuh, karena ada additional. Tapi kalau kayak Toni, Vincent, kami gak kasih latihan. Ngapain? Udah lama bareng kok.

Firman: Kan mereka skill-nya lebih tinggi daripada kami.

 

Apa alasan memilih personel Dongker sebagai model dan desainer sampul album ini?

Alvin: Kalau jawaban gue pribadi ya, komunikasi visual yang tahun ini dipegang sama anak-anak di umur yang lagi hot. Biar nyala aja. Soalnya, bisa-bisa aja Sir Dandy atau Helvi yang bikin, di kami memang anak-anak banyak yang sekolah seni gitu. Tapi kayaknya anak muda kan punya taste sendiri kan zaman sekarang, gue pribadi sih sangat senang kalau bisa relate.

Dan juga toh ngapain kami susah-susah kami bikin lagi, udah aja kami tarik si Delpi. Jelas tujuannya, dapat secara komunikasi visual. Regenerasinya dapat. So much better lah keuntungan buat kaminya.

Sir Dandy: Dia (Delpi) oke sih.

 

Kalian kaget gak mereka sampai seniat itu dengan bikin permadani?

Alvin: Kaget. Itu bagus banget. Dibikinin gitu sama dia, real karpetnya.

Firman: Kami lebih ngelepasin aja, salah satunya Sun Eater gitu kan. Mereka punya tim kreatif yang jelas, itu kami gak membatasi apa yang mereka mau lakukan ke kami, kami benar-benar welcome banget. Mungkin bisa dibilang minim revisi bahkan kalau dari kami ya. Jadi benar-benar yang penting mereka enjoy dengan apa yang mereka lakukan terhadap kami, kaminya juga senang ada yang ngerjain. Dan gue juga bahkan baru tau kemarin-kemarin yang desain itu Delpi Romero.

Alvin: Derby itu [tertawa].

Firman: Oh, Derby ya itu [tertawa]. Iya Delpi-nya Dongker, gue baru tau.

 

Skill Is Dead, F*ck Skill Let’s Rock, atau apa pun itu. Lalu sebenarnya musik itu butuh punya fondasi apa supaya langgeng?

Alvin: Lo (Sir Dandy) duluan.

Sir Dandy: Musik mah gak butuh fondasi, butuhnya khodam. Karena bagaimanapun musik itu karya seni yang memerlukan rasa yang kadang-kadang tidak ada teori yang pasti harus gimana. Jadi butuh khodam atau sisi-sisi bawah sadar/spiritualis yang bisa merasuki jiwa-jiwa pelaku musik itu.

Firman: Jadi gak ada lah fondasi-fondasi.

Alvin: Kami mah banyak pakai rasa kayak, “Wah, ini suaranya enak nih.” Padahal kata Riko (Prayitno) ‘Mocca’, “Gak, itu fals.” Dia ada waktu itu ikut latihan. “Hah? Menurut kita sih enak.” Wah, dia senewen banget tuh, gak bisa kan Riko. Ternyata memang fals sebenarnya. Tapi memang kami mendengarnya pakai rasa gitu, gak tau bahwa itu sebenarnya salah. Ya kami gak paham. Tapi serasanya kami enak, ya udah jalan gitu. Rasa tuh bagi kami penting ya.

Firman: Bikin musik se-skill apa pun, ya tetap aja bagi kami mah gak perlu-perlu amat juga. Musik mah kan sama-sama didengerin.

 

Tapi kalau menurut kalian siapa yang paling skillful di TDS?

Alvin: Firman.

Firman: Sir Dandy.

Sir Dandy: Kru drum ada, paling skillful dia.

Firman: Kru-kru kami skillful semua sih.

Alvin: Kalau di antara personel Firman karena memang kadang-kadang butuh patokan. Karena kalau dari dia (Sir Dandy), mic-nya udah sama orang. Jadi satu-satunya patokan ke Firman. Itu dari dulu udah kebentuk sih kalau TDS kayaknya.

Firman: Helvi sama Alvin tuh kadang-kadang, let’s say lagu “Absolute Beginner Terror”, start-nya dia di (akor) A, Helvi di E, bisa gitu kadang-kadang. Ya itu gue lakukan juga di proyek solonya si Sir Dandy. Kalau dia jauh dari mic, oke berarti belum waktunya  dia masuk vokal, makanya gue panjangin. Tapi kalau skill mah sebetulnya, jauh lah gue sama Gilang Ramadhan.

Alvin: Anj*ng perbandingannya sama Gilang Ramadhan [tertawa].

 

Apakah Thunder Boarding School akan jadi album terakhir TDS?

Alvin: [tertawa] Gak sih.

Firman: Sebetulnya ini bukan album juga ya? Album gak sih?

Alvin: Collaboration singles ya namanya, tapi karena ada 12, bisa jadi album nih. Feeling gue sih akan ada album lagi, cuma nanti apa gitu. Gue masih belum tau. Tapi kayaknya sih ada lagi. Cuma mungkin bentuknya kayak apa, gue gak tau.

Bayangannya masih suram, tapi pasti deh anak-anak nih mau bikin apa, tapi pasti effortless, gayanya slebor juga. 1 lagi aja mah ada kayaknya. Entah itu EP atau album lagi.

 

TDS merasa akan ada album lagi setelah Thunder Boarding School / Dok. Syauqi Ibrahim

 

Firman: Mungkin bakal ada buat ngajakin teman-teman bermain bersama-sama.

Sir Dandy: Kalau sekarang 12 orang, mungkin nanti 100 orang.

Alvin: Anj*ng, banyak banget.

Firman: Bikin buat ketawa-ketawa aja sih. Proses milih 12 orang itu juga udah ketawa-ketawa gitu kan. Mungkin next-nya kayak gitu ya. Akan ada sih, Inshaallah.

 

Boleh kasih closing statement untuk album ini atau pendengarnya?

Sir Dandy: Nanti beli karpetnya aja.

Alvin: Mana lagu favorit lo? Gue penasaran banget yang most wanted tuh yang mana. Lucunya itu nanti pasti semua yang udah denger bakal, “Oh gue suka yang ini, yang itu.” Gue menunggu itu dan memang ya silakan versi siapa yang kalian nantikan?

Firman: Bersenang-senang lah selama kalian senang bermain musik. Jangan terlalu stres mikirin bermusik, ya senang-senang aja udah, effortless.

 

Penulis
Gerald Manuel
Hobi musik, hobi nulis, tapi tetap melankolis.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Arman Harjo Asal Jogja Rilis Single Mawut bersama GFRN

Rapper asal Yogyakarta, Arman Harjo menancapkan eksistensinya kembali lewat single terbaru, “Mawut” (07/02).      Dalam siaran pers, Arman menggandeng produser musik multitafsir, GFRN alias Achmad Gufron untuk meramu paduan beat koplo dengan flow …

SEDUH Asal Pekanbaru Kembali dengan Single HANG

Sempat hiatus dalam beberapa tahun ke belakang, grup musik pop balada asal Pekanbaru, SEDUH kembali dengan single “HANG” (10/02).      SEDUH beranggotakan Bims (vokal), Franky (gitar), Mido (gitar), Bobby (gitar), Affan (bas), Yudi …