Wawancara Khusus Nadin Amizah: Hidup Aku Tidak Hanya untuk Bernyanyi

Nov 26, 2020

Nadin Amizah siap mempertunjukan album perdana Selamat Ulang Tahun secara komplet dalam konser virtual bertajuk sama hari Jumat, 27 November 2020 mulai pkl 20.00 WIB.

Pelaksanaan konser ini kesempatan Nadin membawakan sepuluh lagu dari album. Album yang memiliki tema besar kegelisahan, kebingungan, kesoktahuan, dan kebahagiaan berbaur masa pendewasaan.

Konser ‘Selamat Ulang Tahun’ hasil kerjasama Sorai, tap projects, Studiorama dan Sounds From the Corner. Suguhan audio visual yang disuguhkan menghubungkan Nadin dan penonton.

Pemilihan lokasi syuting konser ini turut berperan dalam membangun identitas konser. Tak asyik sendirian, Nadin mengundang dan mengajak musisi lain untuk terlibat.

Konser menyediakan tiga kategori tiket antara lain Kau pun Tersenyum dan Menjadi Sembuh gratis totebag atau masker namun sudah terjual habis. Kini tersisa Seperti Landak Rp 65 ribu yang bisa dibeli melalui Loket.com.

Sebelum duduk manis menonton Nadin beraksi. Cek wawancara khusus berikut ini:

 

Bagaimana persiapan konser Selamat Ulang Tahun 27 November nanti?

Jadi, sebenarnya sih konser ini kan harusnya diadain bukan di saat pandemi. Jadi ide awalnya adalah ya konser biasa saja gitu. Tapi ternyata di saat pandemi ini kita harus push through untuk bisa bikin ide baru. Bisa bikin imajinasi baru, dan akhirnya aku dan tim dari Sorai, SFTC (Sounds From The Corner), dan Studiorama, kita brainstroming. Akhirnya, kita bisa bikin sebuah key visual yang selama ini tuh sebenarnya sudah aku mimpi-mimpiin.

Tapi aku nggak pernah nyangka bisa jadi kenyataan karena tadinya aku pikir, okay, this is not something that is easy to do. Tapi ternyata, dari tim SFTC dan Studiorama, mereka mengiyakan, mereka berani. Jadi, kita lakukan waktu itu kita sudah syutingnya karena ini bukan konser live. Lalu, saat ini kita masih dalam tahap masih cek-cek saja sih. Sudah tahap revisi dan tahap-tahap sudah akhir banget sih sebenarnya karena ini kan sebentar lagi, sudah mau konsernya kan. Sekarang ini ada di tahap mempersiapkan mental kayaknya.

Setelah preview hasil syutingnya, apa seperti yang dibayangkan?
Sudah, sangat.

Apa yang berbeda dari visual dan musiknya?
Nah, kemarin itu waktu awal aku sudah berbicara sama tim kreatif aku, sama tim musik aku. Kita setuju bahwa di konser Selamat Ulang Tahun ini, karena ini adalah konser pertama aku banget, dan ini adalah album pertamaku, jadi nggak akan ada perubahan yang signifikan sebenarnya perihal musik dan lagu, akan percis seperti di album.

Pernah terbayang nggak sebelumnya harus mengadakan konser album pertama namun virtual seperti ini?
Seperti yang tadi aku bilang, sebenarnya kan ini dikerjakannya bukan pas lagi pandemi ya. Tapi kan wallahu a’lam, ternyata terjadi pandemi. Kita masih punya target bahwa kita bikin konser tahun ini karena itu sebuah keinginan dari aku sendiri. Kalau terbayang atau enggak, tentu enggak. Terbayang akan ada pandemi saja kan enggak sebenarnya. Ternyata setelah dibantu sama tim Sorai, dari tap projects juga, Studiorama, SFTC, kita brainstorming. Ternyata, ini semua tuh do-able, semuanya bisa dilakukan, semuanya mungkin, dan malah jadinya kita bisa lebih kreatif sih kalau dalam sisi visualnya dibandingkan dengan konser off-airnya.

Menurutmu, pencapaian apa yang bisa didapat setelah mengadakan konser tunggal virtual ini?

Kalau pencapaian sih, aku tuh bukan tipe penyanyi yang punya goals specific. 

Untuk di album ini saja album Selamat Ulang Tahun dan lagu “Bertaut” masuk nominasi AMI. Itu adalah sesuatu yang tidak kami prediksi atau harap-harapkan. But it happens, dan kita sangat bahagia terhadap itu.

Sama seperti hal di konser ini juga. Waktu awal itu, aku ngobrol sih sama manajer aku. Dia bilang, dia punya target untuk penontonnya. Aku dari awal sudah bilang, “no way, nggak mungkin bisa”. Tapi ternyata sampai saat ini tanggal 21 kita mengadakan interview ini, ternyata sudah tinggal sedikit lagi mencapai target itu, dan itu bukan sesuatu yang aku duga-duga.

Soalnya, aku mikir ini konser pertama dan ini virtual, ternyata orang-orang mungkin menantikan, dan mereka mungkin penasaran, Alhamdulillahnya.

Poster Selamat Ulang Tahun, Sebuah Pertunjukan oleh Nadin Amizah

Artinya kamu tidak berekspetasi?
Aku tipe orang yang selalu prepare for the worst. Itu adalah motto hidupku. Let’s prepare for the worst, let’s just prepare nggak akan ada yang nonton, let’s just prepare bahwa akan sedikit saja yang nonton konser ini.

Bagaimana pendapat kamu soal ucapan Selamat Ulang Tahun dari sisi lain pemikiran bahwa kematian itu sudah dekat?

Nice question. Love it. Sebenarnya di album Selamat Ulang Tahun ini, di lirik yang aku tulis, aku sempat mengucapkan kata mati berulang kali. Seperti contohnya di “Beranjak Dewasa” itu aku bilang, ‘mati lebih cepat, mati lebih cepat’. Berulang kali di reff aku ucapkan. Aku setuju banget sih bahwa setiap kita tambah umur, umur kita berkurang. Tapi menurut aku, ada sesuatu yang romantis dari itu, karena ya sudah, kita hidup ini adalah sesuatu yang linear. Kita akan pulang kok nantinya. Jadi di saat kita memikirkan bahwa tugas kita sudah selesai di sini. Siapapun itu nanti, kita menemukan kematian, ya sudah selesai saja gitu. Sebenarnya kalau aku, mikirnya ya let say aku menaruh diri aku sebagai orang yang akan mengalami kematian itu.

Kalau misalnya aku memikirkan bahwa orang-orang terdekatku ini akan menemukan kematian mereka sendiri-sendiri itu sesuatu yang sedih juga sih sebenarnya. Jadi di album ini juga, sama seperti yang aku bilang bahwa aku ini tumbuh terlalu cepat, matinya pun nanti akan lebih cepat in a way.

Itu sebenarnya bisa diartikan harfiah ataupun tidak. Soalnya kalo misalnya memang disebut nggak harfiah, aku ngerasa aku terlalu cepat burnout dan aku terlalu cepat dewasa. Jadinya, yang bisa aku pikirkan secara naif sudah tidak bisa lagi karena aku sudah terlalu kenal dunia sebagaimana adanya dan aku tidak punya lagi pemikiran-pemikiran cantik sebagaimana anak kecil yang punya. Kalau misalnya memang harfiahnya, ya sudah, nggak apa-apa.

Kematian itu sendiri sudah terbayangkan di pikiran kamu?
Sangat terbayangkan.

Apa yang kamu rasakan setiap menginjak usia yang baru?

Hmmm aku tuh sebenarnya bukan tipe orang yang suka mengucapkan. Bukan karena nggak suka tapi lebih kayak aku suka lupa. Kalau misalnya orangtuaku ulang tahun itu iya aku ingat. Tapi kalau misalnya teman-teman, bukan sesuatu yang aku hafal.

Tapi setiap aku menginjak usia yang baru, aku ngerasa, hmmm apa ya. Kira-kira apa yang akan terjadi tahun ini. Itu sebenarnya pertanyaan yang paling besar karena kemarin aja tuh satu tahun banyak banget nih ya kejadian. Benar-benar kejadian-kejadian sekecil apapun yang nggak pernah kepikiran sebelumnya, kejadian tuh di umur sebelumnya.

Yakin banget nih, di umur ini tuh akan ada juga nih surprising act– nya dari hidup. Dan itu sih sebenarnya lebih dinanti-nanti. Kayak apa yah, apa yang kejadian. Dan nanti kayak contohnya ini sekarang aku udah beberapa bulan menginjak 20 tahun, aku berulang tahun di Mei, dan November. Bentar lagi sudah 21 dihitungnya. Ternyata di umur 20 tahun ini gue banyak banget ngabisin waktu di rumah karena pandemi aja tuh sebenarnya sesuatu yang nggak pernah diduga-duga kan.

Tapi di dalam masa aku menghabiskan waktu di rumah tuh ternyata banyak banget itu kejadian-kejadian lainnya juga gitu. Hal-hal itu sih sebenarnya yang aku rasakan setiap aku menginjak usia yang baru. Bukan bahagia, bukan juga sedih. Lebih ke penasaran.

Ada nggak evaluasi diri atau senang menerima evaluasi dari orang lain?
Ya tentu aku lebih senang mengevaluasi diri sendiri soalnya misalnya aku menerima evaluasi dari orang lain, apa ya, mereka tidak berdiri di sepatu yang aku pijak saat ini. Mereka bisa melihat, mereka tidak bisa merasakan rasa sepatunya. Aku tentu banyak evaluasi. Evaluasi kayak ini saja aku belum menginjak usia yang baru, ini baru beberapa bulan setelah 20 tahun saja sudah ada evaluasi. Jadi kayaknya kalau perihal evaluasi itu bukan sesuatu yang setiap tahun, tapi setiap hari saja gitu. Kalau enggak, setiap minggu deh.

Bagaimana kamu mendapatkan ide penamaan tiap lagu di album yang terbilang itu bukanlah kata yang umum dipakai oleh kebanyakan orang?

Ini sebenarnya kalau dibilang bukan kata umum sebenarnya lumayan kata umum sih. Aku melihat judul-judul aku dengan judul-judul Sal Priadi ya, contohnya. Sal Priadi di album Berhati, itu bahasanya tinggi sekali. Sampai aku pun harus cari dulu, what he is talking about. Dia lagi ngomongin apa sebenarnya.

Lebih ke, mungkin bukan katanya sendiri tapi bagaimana aku mempermainkan kalau misalnya di lirik. Kalau misalnya di judul, untuk judul contohnya lagu “Kanyaah”, itu adalah bahasa Sunda dari kesayangan. “Kanyaah” sama seperti kadeudeuh, kacintaan. Itu adalah lagu kutulis untuk Bundaku. aku waktu itu nulis liriknya dulu. Selesai lagunya dulu baru kepikiran apa ya judulnya.

Tadinya “Kanyaah” itu mau aku judulin “Menjemput yang Lelah”. Tapi Om aku mencetuskan, “Bunda kan orang Sunda Kak. Coba Kakak cari satu bahasa Sunda yang sekiranya cocok sama lagunya”, dan aku kecetus gitu. Bunda tuh biasanya kalau aku lagi sedih banget, kalau aku lagi down banget, dia tuh selalu mengusap kepalaku dan bilang “Aduh, kadeudeuh…” Itu yang aku ambil. Bukan dari liriknya tapi memori dari apa yang aku punya terhadap lagu.

Apa kamu merasa kalau apapun yang sebenarnya pernah kamu rasain tuh memang lumrah terjadi di usiamu?

Hmmm dibilang lumrah. Gini, waktu dulu waktu aku masih berbelas tahun, aku masih di SMA. Pengetahuannya tentang dunia, kerabatku, teman-temanku bermain belum banyak. Aku masih menjadi anak SMA yang kesepian. Temannya cuma teman di SMA doang. Aku merasa bahwa pemikiran aku ini cuma aku yang pegang bahwa aku merasa kayak gue nggak punya teman. Tapi, hmmm sebenarnya yang membantu tuh internet ini sih. Si social media ini membuat kita bisa memilih teman mana yang sekiranya satu pemikiran sama kita. Kita bisa memfollow orang yang kira-kira kita suka pemikirannya dan tidak perlu follow kalau tidak suka.

Dan dari social media itu aku kenal banyak orang yang seumuran sama aku tapi mereka, pengetahuannya, wawasannya, kedalaman dirinya jauh lebih luas dibanding yang aku punya. Jadi aku tidak merasa kesepian lagi dan aku ngerasa bahwa aku bisa bilang bahwa itu sesuatu yang lumrah tapi mungkin dalam skala yang berbeda-berbeda. Karena setelah aku lebih banyak berbicara sama temanku yang dulu di SMA, sekarang juga aku bekerja sama dengan sahabatku dari SMA. Kita lebih banyak bertukar pikiran. Ternyata sama kok yang kita rasakan. Ternyata sama yang kita pikirkan. Cuma bedanya adalah aku very out spoken, aku bisa menuliskannya menjadi lirik. Teman-temanku ini belum bias, jadi mereka keep to themselves.

Cara berpikir kamu dianggap tidak seperti pemikiran perempuan di usiamu. Tapi apakah kamu yakin prinsip hidupmu yang kini diyakini tidak berubah sampai tua nanti?

Tentu akan berubah. Itu sesuatu yang aku tau, aku yakin, dan aku menunggu perubahan itu terjadi di titik mana di hidup aku justru. Kayak contohnya, apa yah. Contohnya adalah aku ngerasa bahwa aku ini adalah orang yang sangat naif selama ini, selalu bisa melihat dunia dari sisi terbaiknya. Itu adalah Nadin di umur 6 tahun.

Tapi ternyata aku beranjak dewasa, aku lebih banyak tau juga tentang jelek-jeleknya dunia, tentang apapun yang aku kerjakan. Ternyata nggak juga sih.

Sisi kenaifan itu pelan-pelan luntur dan itu juga mengubah prinsip aku. Itu mengubah cara pandang aku.

Dan menurut aku itu adalah sesuatu yang aku yakin pola pikir itu bukan sesuatu yang konstan. Yang konstan itu value dan moral. Aku yakin seberubah apapun aku, value dan moral udah ditanamkan orangtuaku itu. Insyaallah nggak akan berubah. Mungkin cara aku mengaplikasikannya ke kehidupan akan berubah.

 

Nadin Amizah / Foto: Raka Dewangkara

 

Dunia ini mengerikan nggak sih?

Sangat, sangat, sangat.

Sebenarnya apalagi ada satu hal yang nggak pernah aku obrolin sebenarnya. Yang menurut aku sangat mengerikan sampai aku pun mengucapkannya pun pahit gitu di mulut. Dunia politik yang sangat-sangat mengerikan. Memang kayak aku tidak punya pengetahuan tentang itu, aku tidak bisa membicarakan tentang itu. Cuma yang aku tau, dunia ini penuh sekali dengan politik dari yang terkecil sampai yang paling besar.

Dan menurut aku, apapun yang berhubungan dengan politik apapun ya literally baju yang kita kenakan, rumah yang kita tinggali, semuanya berhubungan dengan politik. Itu adalah sesuatu yang mengerikan. Itulah makanya kenapa aku tidak bisa lagi melihat dunia sebagai sesuatu yang cantik karena ternyata semua itu ada campur tangan orang yang kurang baik juga di dalamnya.

Kapan pertama kali kamu merasa jatuh cinta dan perdana merasakan patah hati?

Sama seperti, ini nyambung ke pertanyaan yang tadi. Prinsip aku akan berubah atau nggak ke depannya. Tentu, aku saja sampai sekarang tuh nggak tau cinta, jatuh cinta itu yang benar yang mana. Dari SD, aku ngerasain kok naksir. SMP, aku ngerasain naksir lagi. I told that it was my first love. Tapi ternyata tidak. SMA, aku jatuh cinta lagi. Aku kira itu adalah first love tapi ternyata tidak. Sampai umur 20 tahun, aku ngerasa bahwa “OK mungkin ini cinta tapi ternyata bukan juga”.

Dan itu aku salurkan di lagu aku “Taruh” di album Selamat Ulang Tahun. Ini adalah satu-satunya lagu di album Selamat Ulang Tahun yang membicarakan tentang cinta. Tapi bukan tentang cintanya sendiri, tapi tentang ini, rasa skeptis aku terhadap cinta.

Soalnya kan orangtua bercerai, nenek kakekku bercerai. Itu adalah sesuatu yang akan membekas di aku. Walaupun mungkin aku bisa memutuskan rantai itu. Tapi jadinya aku tidak punya definisi jelas ini nih cinta. Aku nggak punya. Itu adalah sesuatu yang mungkin sampai nanti aku masih harus cicip-cicip yang mana nih kira-kira cinta yang benar, yang mana yang bukan. Itu sih sebenarnya.

Kalau perdana merasakan patah hati tuh dari SD deh, patah hati kecil-kecilan. Tapi nah ya itu juga sama, setiap aku merasakan patah hati. Aku pikir, oh ini nih yang paling buruk. Tapi ternyata aku sembuh. Terus nantinya, oh ini nih yang paling buruk. Terus aku sembuh lagi. Itu kayak sesuatu yang akan constantly terjadi di hidupku.

Apakah perceraian kedua orangtua mengubah kehidupanmu?

Tidak bisa disebut berubah soalnya aku tidak tau nih sebelum ada perceraian ini Nadin tuh seperti apa. Masih terlalu kecil untuk aku kenal diri. Jadi kayaknya bukan mengubah but it shape me. Itu membentuk aku yang sekarang.

Aku tidak menjadi anak ‘broken home’ yang ‘rusak’, tapi seperti tadi aku bilang, ada beberapa definisi di hidup ini yang aku tuh tidak tau pakemnya kayak gimana gitu. Tapi itu menurut aku sesuatu yang unik dan membuat aku Nadin yang seperti sekarang. Nadin yang bisa menulis, Nadin yang bisa merasakan dengan sangat dalam.

Kalau misalnya itu tidak terjadi, aku yakin aku akan, aku nggak tau aku akan menjadi seperti apa. Yang pasti bukan Nadin Amizah yang seperti ini, dan kalau misalnya aku tulis, iya aku tulis di album ini pun aku punya dua lagu untuk Bunda dan satu lagu untuk Ayah. Satu lagi lagu untuk Bapak. Jadi itu bukan sesuatu yang merugikan sih untuk aku. Aku merasa itu membentuk aku jadi Nadin yang seperti ini.

Bunda tentu sosok yang sangat berperan di kehidupanmu. Terutama dalam perjalanan karier bermusik. Apakah kamu sudah dianggap dan merasa sudah dewasa?

Kayaknya ini sesuatu yang di umur 20 tahun itu akan menjadi rancu soalnya ada beberapa hal yang kita lakukan kita dianggap terlalu dewasa untuk melakukan itu.

Tapi ada beberapa hal yang kita malah dianggap ‘kamu harusnya lebih dewasa’. Itu sih. Itu yang aku, sahabat aku berumur 20 tahun juga, teman-temanku berumur 20 tahun semua sedang merasakan itu.

Soalnya ini benar-benar di masa dari belasan tahun selesai, 25 juga belum. Itu juga sama aku rasakan. Ada aku sudah punya tanggung jawab yang kuat ditekankan, kamu bertanggungjawab atas karier kamu dan pendidikan kamu saat ini. Tapi juga dia masih menganggap aku, belum cukup dewasa-dewasa amat untuk bisa mempunyai tanggungjawab yang lebih besar lagi. Masih di tengah-tengah.

Apakah orang terdekat yang selalu kamu hubungi untuk berkeluh kesah pernah merasa tidak lagi bisa dipercaya untuk memberikan masukan, misalnya kepadamu sampai kamu harus bercerita di media sosial?

Aku mau narik dari yang bercerita di social media. Sebenarnya apapun yang aku ceritakan di social media itu most likely sudah kayak misalnya aku bercerita nih lima. Nah lima-limanya ini aku ceritakan dulu ke teman terdekat aku, baru yang sela-selanya. Kecil-kecilnya itu aku share di social media. Biasanya social media itu tempat aku bercerita setelah ada proses aku menceritakannya dulu ke orang lain.

Dan aku tidak pernah sih melalui masa di mana aku tidak percaya lagi menceritakan keluh kesah aku ke sahabat-sahabat aku karena aku merasa beda-beda gitu lho. Teman aku yang ini, aku cari kalau misalnya aku punya keluh kesah ini, yang ini kalau aku punya keluh kesah yang itu, dan mereka memberikan masukan yang berbeda.

Kamu sepakat nggak dengan istilah orang yang hanya berani mengatakan apapun di media sosial itu terkadang mereka orang yang sebenarnya pengecut di dunia nyata?

Setuju banget, karena kebetulan aku juga pengecut banget. Kalau misalnya harus berbicara well spoken di dunia nyata. Kalau misalnya bukan ke teman-teman aku, justru aku merasa iya memang social media adalah pelarian aku.

Kalau misalnya aku punya hal-hal yang bisa aku suarakan karena begini, aku ngerasa kalau misalnya di social media, aku punya podiumnya. Aku diberi mic. Aku bisa berbicara. Kalau kita di dunia nyata, tiba-tiba aku dikasih mic untuk orasi contohnya, aku harus beropini itu bukan sesuatu yang bisa aku lakukan.

Aku merasa kalau di social media itu semuanya bisa dipikirkan dulu. Kalau….mungkin in the real life bisa juga. Cuma kalau misalnya istilah berani mengatakan apapun di social media itu sebenarnya nggak mengatakan apapun dan aku yakin banyak juga orang yang di dunia nyatanya well spoken dan di social media– nya well spoken. Cuma in my case, aku setuju aku lumayan pengecut di dunia nyata.

Nadin Amizah merilis video musik dari single “Berhati”

Kamu berkarier di mana semua orang mendengarkan musik yang utama melalui layanan musik streaming. Setiap hari selalu ada rilisan yang baru. Kemungkinan, besok kamu dilupakan. Bagaimana pendapatmu?

Dari perihal yang setiap hari tuh ada rilisan. Tadinya, aku pernah mengalami fase di mana aku selalu mendengarkan semua rilisan terbaru setiap, misalnya setiap Jumat. Biasanya kan banyak banget ya yang rilis. Tadinya aku pikir untuk nambah-nambah referensi dan ya untuk menghargai aja gitu di Indonesia lagi rilis apa aja. Tapi fase itu adalah fase di mana aku terlalu banyak mengkomparasi karya aku dengan karya mereka. Ternyata jatohnya semakin aku banyak mendengarkan karya orang lain.

Semakin aku mikirnya technical, tidak menikmati karya itu karena aku mendengarkan bukan untuk menikmati itu yang ternyata aku salah. Aku mendengarkan untuk melihat kira-kira apa yang mereka lakukan yang tidak aku lakukan. Apa yang mereka lakukan bisa aku lakukan. Itu adalah sesuatu yang salah. Itu berhenti aku lakukan. Dan kalau misalnya kemungkinan untuk dilupakan, sulit ini. Mau aku berkarya di masa apapun. Mau aku tidak berkarya….Aku sebagai manusia selalu….kemungkinan untuk besok juga dilupakan.

Jangankan besok, nanti sore juga bisa jadi sudah nggak diingat sama orang-orang. Dan itu sebenarnya sesuatu yang kalau misalnya mau dipikirin sebagai sesuatu yang sedih, ya sedih. Tapi sesuatu yang menyenangkan juga karena aku pikir if i do something yang aku sangat pikirkan dan ternyata kayak aduh ini harusnya nggak gini, nggak gini, nggak gini. Orang tuh ternyata nggak cukup peduli gitu.

Mereka juga nggak akan ingat nih ke depannya gue akan ngapain. Mereka nggak akan inget kemarin gue pernah ngapain. So itu adalah sesuatu yang membuat aku ngerasa I might just do it for myself anyway. Kalau aku mau berkarier, ya aku berkarya untuk diri aku sendiri, bermusik untuk diri aku sendiri karena yang tidak akan lupa sama aku ya aku, orang aku tinggalnya di sini.

Ada rencana nggak untuk merilis sesuatu di luar musik?
Tentu. Aku senang menulis tapi kayaknya untuk saat ini aku belum punya kemampuan yang mumpuni untuk menulis sesuatu untuk dirilis. Ya saat ini aku menulis-nulis saja untuk diri sendiri. Cuma, untuk dirilis dan dinikmati dan menjadi karya bersama itu kayaknya aku ingin. tapi belum berencana.

Kamu orang yang penuh pertimbangan atau penuh rencana?

Sebenarnya kalau aku sudah tahu bahwa aku bisa, misalnya gini aku tau aku bisa menulis karena aku merasa standar aku bisa menulis atau enggak itu saat aku sudah mampu atau belum mengeluarkan yang aku rasakan ke sebuah media. Kalau misalnya aku ngerasa sesuai apa yang aku rasain, berarti aku sudah bias. Dan saat aku merasa aku bisa menulis atau bernyanyi aku pede untuk melakukannya. Kayak gue bisa nulis kapan aja karena gue tau sesuatu yang gue juga suka.

Tapi kalau misalnya kayak contohnya tiba-tiba nulis buku gitu. Itu akan menjadi langkah baru lagi kan yang harus aku mulai nih nyemplung ke kolam yang baru. Itu harus ada pertimbangan banyak banget dan aku nggak mau banget nih menjadi penulis yang dinikmati karyanya hanya karena aku adalah penyanyi.

Aku pingin kalau misalnya aku menjadi penulis, ya aku akan menjadi penyanyi dan penulis yang karyanya dinikmati secara terpisah, bukan karena aku adalah siapa-siapa.

Terakhir, apa yang kamu pilih: bermusik untuk hidup atau hidup untuk bermusik?Aku akan memilih sesuatu yang nggak ada di sini. Aku akan bermusik di saat aku masih hidup karena aku nggak mau hidup aku cuma penuh musik di karir doang. Iya aku akan selamanya mencintai musik, tapi hidup aku tidak hanya untuk bernyanyi saja dan nyanyi pun bukan hidup aku doang. Masih banyak sisi lain yang harus aku pegang di kehidupan aku, dan itu yang akan aku pegang. Aku akan bermusik selama aku bisa bermusik.

 

____

 

Penulis
Pohan
Suka kamu, ngopi, motret, ngetik, dan hari semakin tua bagi jiwa yang sepi.

Eksplor konten lain Pophariini

Bank Teruskan Perjalanan dengan Single Fana

Setelah tampil perdana di Joyland Bali beberapa waktu lalu, Bank resmi mengumumkan perilisan single perdana dalam tajuk “Fana” yang dijadwalkan beredar hari Jumat (29/03).   View this post on Instagram   A post shared …

Band Rock Depok, Sand Flowers Tandai Kemunculan dengan Blasphemy

Setelah hiatus lama, Sand Flowers dengan formasi Ilyas (gitar), Boen Haw (gitar), Bryan (vokal), Fazzra (bas), dan Aliefand (drum) kembali menunjukan keseriusan mereka di belantika musik Indonesia.  Memilih rock sebagai induk genre, Sand Flowers …