Wawancara Khusus Sheryl Sheinafia: 2021 Prioritas Jadi Musisi 

Feb 18, 2021
Wawancara Khusus Sheryl Sheinafia: 2021 Prioritas Jadi Musisi 

Sheryl Sheinafia beberapa waktu lalu merilis video lirik “pick up your phone” kolaborasinya bersama Rendy Pandugo. Disusul video penampilan akustik langsung bersama Pamungkas dalam “house or home”.

Dua lagu tersebut bagian dari album penuh terbarunya, Jennovine. Sheryl mengatakan bahwa album ini pengantar untuk melakukan lebih banyak hal ke depan. Terutama menunjukkan sisi musik yang seperti apa sekarang. 

Sheryl pun berencana untuk membuat semua video lagu dari albumnya. Pasca album dirilis, harapan terbesarnya manggung offline supaya berhadapan dengan orang-orang yang sudah mendengarkan atau menyukai Jennovine.

Rencana manggung sudah ditentukan bulannya. Namun, Sheryl tetap melihat kondisi pandemi korona memungkinkan atau tidak. Selain album, Sheryl tahun ini tengah memasuki fase baru yaitu membangun label dan manajemennya sendiri. Di mana Jennonive merupakan album perpisahannya dengan Musica Studios. Label barunya nanti konon sudah disiapkan nama, tetapi belum bisa diinformasikan lebih lanjut.

Jennovine terbukti menunjukkan warna yang berbeda. Pop Hari Ini berkesempatan mewawancarai Sheryl Sheinafia (19/1) selama satu jam lebih. Apa saja jawabannya? Simak berikut ini:

 

Siapa band atau musisi lokal maupun internasional yang sangat mempengaruhi karier bermusikmu?

Kalau buat aku sih memang dari dulu buat trigger aku untuk main gitar tuh pastinya Mbak Endah (Endah N Rhesa). And then aku suka sekali sama John Mayer. Tapi pada dasarnya kayak untuk perjalanan musik aku, memang aku merasa aku dilahirkan untuk ada di dalam environment yang menuntut aku untuk menjadi aku yang hari ini. Jadi, I always surrounded by people who are playing music, I always surrounded by people who are actor and actress. Jadi, memang kayak environment aku yang nge- build aku sekarang karena memang tanpa aku sadari aku pun hadir di dalam environment itu. Aku memang suka berkunjung ke kafe tapi bukan kafe yang kayak mainin beach house music, memang live music, this was i listen to, dan aku haus akan experience-experience itu. Sampai akhirnya aku memutuskan jadi pengamen.

 

Musisi sekarang sebagai inspirasi Sheryl album Jennovine?

Mungkin kalau aku bisa kerucutin buat album ini ya, aku terinspirasi sekali oleh Lady Gaga di albumnya yang Joanne, dan aku suka sekali sama Miley Cyrus di albumnya yang Plastic Hearts, dan dari single dia yang “Malibu”, “Slide Away”. Pokoknya setelah zaman-zaman “Wrecking Ball”- nya dialah. Trus aku suka banget sama Raveena, Snoh Aalegra, Sabrina Claudio, Phinneas, Billie Eilish. These are people that i really admire to. Ed Sheeran, man i can go on. Dan aku melihat ternyata benang merah di antara semua artis yang aku dengerin nih. Oh, sama Troye Sivan. Aku melihat banyak nyambung-nyambungnya lagi, mereka semua adalah storytellers. Mereka adalah vogue musicians, or their singer-songwriters. Dan itu yang aku akhirnya bisa mendefinisikan juga dari karya-karya aku, aku bukan orang yang cuma cari hook yang enak. Tapi memang I need the hook yang enak, juga punya story to tell. Dan itu yang aku rasain dari musisi-musisi yang aku suka. Mereka semua punya story to tell. Bukan cuma yang kayak, sudah nih hook- nya ini yah.

Di album ini Sheryl terdengar lebih R&B atau bereksperimen musik, tidak akustik. Apakah arah bermusik yang baru untuk meninggalkan image lama?

Aku lebih ke, aku tidak merencanakan apa-apa. Maksudnya dari satu sisi, bukan yang, aku tidak membenci masa lalu aku juga. Aku tidak membenci proses itu. Karena kayaknya kalau misalnya nggak kena yang itu, ya aku kayaknya nggak punya keberanian juga untuk keluarin yang aku punya sekarang. Jadi, aku bersyukur aja.

Toh juga secara apa ya. Maksudnya, hasil akhirnya juga nggak bisa aku bilang, oh my god it’s terrible. Some people like that stuff. So, and I made it. So, well OK. Tapi kayak aku sudah bisa main dua sisi dari satu koin. Dan aku ngerasa aku punya sisi yang ini yang belum pernah aku kasih kesempatan. Ya, aku coba. Ya, itu lebih dari segi bahasa aja, aku bikin album dalam bahasa Inggris. Itu sudah satu risk dengan sendirinya. Aku berkolaborasi dengan banyak indie artist, itu sudah sebuah challenge dengan sendirinya. Dan juga aku memutuskan untuk apa ya, lebih nge- push diri aku untuk lebih tau apa yang aku mau. Tanpa terpengaruhi sama stigma apa yang laku dan apa yang tidak. Dan dari situ aku jadi kayak bisa lebih jujur aja sih dalam karya-karyanya ya. Nggak kepepet gitu.

Album Sheryl yang sebelumnya berbahasa Indonesia dan sekarang full berbahasa Inggris. Bisa diceritakan?

Sesimpel aku lebih nyaman aja sih kalau berbahasa Inggris ya. Dan itu yang aku, maksudnya aku banyak dengerin artis-artis luar. There’s the one my big influence. So, i wrote from what i know saja. Aku juga jauh lebih nyaman dengan bahasa Inggris karena memang tidak membiasakan diri, bukannya aku nggak mau juga ya. Tapi tidak terbiasa aja gitu dengan berbahasa Indonesia.

Kalau bahasa Inggris internasional dan universal?

Tapi buat aku sih sesimpel, ini cara paling mudah bagi aku untuk bisa membawakan karya aku. Mungkin bukan bagi pendengar yang memutuskan untuk mendengarkan aku. Tapi, well if you wanna keep up. This is me.

Sheryl dan Kamga / dok. Sheryl Sheinafia

Kenapa huruf kecil semua judul-judul lagunya?

Huruf kecil karena memang aku tuh pernah “dibaca”, cara aku menulis, hand writing aku, I’m a capslock person. Dan itu kayak orang bisa ngebaca diri dari gambar pohon atau apa. Nah, ada yang pernah baca tulisan aku, ‘kamu adalah pemarah, kamu adalah orang yang punya ego besar’. Pokoknya benar semualah. ‘Kamu adalah orang yang keras’. Very bold, very dominant, very apa-apa. Sama sih kayak zodiak akulah, Sagitarius.

Orang pasti kan passed off. Sebagai orang-orang (berzodiak Sagitarius) yang, loe terlalu ini, forward apa-apa. Padahal sesimpel aku suka dengan caps lock. Jadi aku percaya, kalau OK gue bikin semuanya ini dalam huruf kecil karena memang ini bukan sebuah entitas yang gue pengin teriak-teriak atau trying to prove something. Tapi bagi aku tuh, memang ya secara EYD kan memang seharusnya per kata huruf depannya caps lock. Tapi bagi aku juga yang kayak jangan tanggung deh.

Kalau buat aku, go hard or go home for me. There’s no in between. Kayak either in party, i’m crazy or i’m staying back home. Metaphore- nya seperti itu. Cuma satu entitas yang harus dihargai adalah cara kita. Jadi, semua nama di situ punya caps lock– nya. Dan Jennovine sendiri dia perwakilan atas semua lagu-lagu itu. Nggak ada yang lebih kuat karena Jennovine is the topic. Feelings- nya Jennovine adalah lagu-lagunya.

Jennovine adalah nama untuk gitar pertama kamu. Apa pertimbangan menggunakan nama tersebut untuk album ini?

I think it just feel like Jennovine is beautiful name. I like it dari kayak cara nyebutnya. Sebenarnya kalau dibaca sih sesimpel Jennovine. Seharusnya, cause v, i, n, e. Kalau vine, v-e-n-e. Aku tidak suka estetika itu.

Jadi tulisannya Jennovine tapi dibacanya Jennovene. Aku memang benar-benar kenapa Jennovine karena memang I like to name things that i loved. Dan aku bukan orang yang, I take back my words, but I always sorry before that. Kayak sorry gue salah, I admit my fault tapi kalau buat aku once I name something or i label something and that’s it. It’s like a tattoo. Jadi, di saat itu gitar pertamaku harus punya nama yang anggun, aku mau kasihnya apa, Jennovine. It’s my baby. Nggak tau rasanya punya anak juga. Jadi kayak anak-anak aku ya kayak it’s my pets, my guitars, and i don’t have much friends growing up. Jadi yang kayak imaginery things. Things i loved her. You know. Secret to me.

Si gitar pertama kamu ini ada kontribusi apa di album ini?

Gitar pertama aku tidak terlibat sama sekali. Gitarnya sudah bengkok (neck-nya red.). Trus suaranya juga nggak enak. Jadi dia cuma jadi artefak di rumah. Jadi kenangan tapi memang aku tidak akan pernah lupa dengan gitar itu karena dia memang yang membawa aku ke titik ini sih sebenarnya. My first key goes with that baby. My first purchase. My request of the guitar dulu dibeliin sama Papah gitu. Itu adalah gitar itu. Dan ya gitar itu adalah introduction buat Sheryl Sheinafia dinobatkan sebagai musisi dia lah saksinya.

Ada gitaris favorit Sheryl?

John Mayer and Mbak Endah.

Kayaknya John Mayer selalu jadi inspirasi?

Iya agak susah sih sama Bapak itu. Aku tuh kalau dengerin lagu dia tuh, solonya. Bahkan bukan liriknya. Aku hafalin solo (gitarnya) dia.

Lagu yang paling kamu suka dari John Mayer?

“In Your Atmosphere”. Itu salah satu lagu yang nggak masuk ke dalam album-album dia. Itu dia mainin pas lagi live di Where the Light Is LA. Itu dengan open string dan teknik yang sangat manis. Dia tuh kalau main gitar tuh kayak cowok cantik. Aku suka banget cowok cantik. Pemilihan notasi dia tuh, melodinya benar-benar kayak, aduh manis banget sih. Kayak tau banget gitu cara ngomong sama wanita.

Sheryl dan Rendy / dok. Sheryl Sheinafia

Bagaimana proses kamu menentukan kolaborator?

Orang-orang yang aku ajak kolaborasi adalah orang-orang yang sangat aku kagumi. Maksudnya, tidak dibilang aku mengidolakan mereka seperti aku mengidolakan Mbak Endah atau John Mayer.

Mbak Endah has always been like, sama John Mayer has always been like my examples lah, my biggest influence. Cuma bagi aku kolaborator ini mereka semua punya compassion, mereka juga punya frekuensi, yang akunya ngerasa cocok gitu lho kalau kolaborasi sama mereka.

Lagi, sama seperti musisi-musisi yang menjadi inspirasi aku untuk menjadi hari ini. Musisi-musisi yang aku ajak kolaborasi punya kesamaan juga. Mereka adalah singer-songwriters. Bahkan, sampai ke vocal directing aja Gamal itu kan yang bantu aku untuk sebenarnya menemukan tone vokal aku. Di luar dari lagu-lagunya sendiri yang menurutku juga punya aspek atau poin terbesar di dalam album ini adalah kayak vokal aku, aku nyaman sekali dengan cara aku bernyanyi.

Ada sebuah progress juga dari album-album sebelumnya, itu dibantu oleh Gamal juga singer-songwriter. Kamga, dia juga singer-songwriter, Petra (Sihombing), Andre Harihandoyo, Rendy (Pandugo), dan Pamungkas. And sebenarnya there’s one more artist yang tidak pernah di- note gitu. I’m gonna let you know, “pick up your phone” yang backing vocal itu Rizky Febian and he’s also singer-song writer.

Berarti atas dasar kesamaan-kesamaan?

Karena memang, musisi menurut aku tuh kayak ada banyak kategorinya gitu. Tapi apa yang selalu aku bisa kayak belajar dari musisi-musisi ini, atau bisa apa yah. Kita kan ngobrol harus ada timbal baliknya dong. Apa nih yang bikin kita nyambung atau enggak. Mereka tidak hadir di dalam industri ini cuma sekadar buat jadi seorang artis. Itu yang udah pasti. They share their passion, and their passion is for music.

Itu yang membuat aku tuh sangat apa yah. Bisa bilang aku admirer mereka karena mereka adalah singer-songwriter yang tau betul apa yang mereka mau.

Mereka langsung menyetujui?

Enggak. They give it like two-three days sampai merekanya yang ‘yuk’. I never push anybody yang aku kolaborasi di sini karena aku I’m just not like that. Aku pengin tau terus terang, yang kayak ‘Eh loe suka apa enggak. Kalau enggak, enggak usah ikutan. Kalau iya, ya udah yuk’.

Apakah kamu ingin membuat segmentasi pasar yang baru dengan memilih kolaborator-kolaborator tertentu (mendekati ruang ‘indie’)?

Maksudnya sesimpel, kayak, oh and sama tadi aku lupa A. Nayaka he’s also very great singer-songwriter. Gara-gara dia aku tulis “OK”, by the way. Karena dia tetangga aku. Aku bikin “OK” tuh di rumahnya dia. Itu aneh juga. Dia cuma kayak yang ‘Nice, terus ke mana lagi lagunya?’. ‘Gini.. gue mau gini.. gini..ceritanya’. ‘Nice..’. Dia jadi cuma kayak suporter buat lagu itu [tertawa].

I think these people that I’m collaborating with itu sebenarnya nggak masuk di dalam pemikiran aku pas aku awal membuat lagunya. Tapi aku memang ditantang sama label aku untuk, ‘Eh gimana misalnya kalau loe collaborate sama someone else buat album ini’. Oh, cool yeah maybe I will. Trus tiba-tiba aku ketemu 1, 2, 3 gitu kayak OK.

Pertama yang kamu tentukan sebagai kolaborator?

Kalau Petra sih dia memang sebagai produser dan teman baik aku yah. Aku bahkan tetanggaan sama dia. So, nggak baru-baru ini sih, kayak setelah albumnya kelar aku tetanggaan sama dia. Tapi memang aku udah kenal dia dari aku umur 16 dari dia masih lajang, sampai dia nikah, sampai punya anak.

Jadi kayak, dia sangat tau perjalanan musik aku dan kita memang punya frekuensi yang bisa kita kayak cocokin satu sama lain. Jadi, memang untuk dia yang mem- produced. Aku merasa gini, kolaborator-kolaborator aku. Mereka semua itu tidak mudah untuk tergiur oleh sebuah kolaborasi. Mereka bukan orang-orang juga yang ‘murah’. Mereka punya sikap yang sangat kuat untuk berkolaborasi dengan pertimbangan yang banyak banget. Makanya aku, I mean have a clear, aku selalu ngomong, even ke Pamungkas dan Rendy, aku bilang kata-katanya sama. ‘Here’s a song, kalau bukan loe yang kolaborasi sama gue. Gue nggak kepikiran orang lain. Tapi hear it, sleep on it. And then let me know. If you’re not interested, that’s okay’.

Pas menanti jawaban itu, kepikiran gitu nggak sih?

Nggak, karena kalau misalnya bukan mereka yang kolaborasi sama aku. Aku paling nyanyiin sendiri. Orang udah jadi lagunya. Gitu kan. Maksudnya tinggal, kalau loe mau kolaborasi, kalau loe mau jadi partner of song-writing, dua-duanya melakukan itu. Pamungkas. Bahkan judul lagunya bukan “house or home”. Judulnya “temporary cold”.

Trus kenapa berubah jadi “house or home”?

Karena ketemu kata-kata itu, house or home karena aku menceritakan tentang kayak bagaimana seseorang itu bisa sebenarnya jadi rumahku. Maksudnya, baby it’s so cold in a house without you home. Kita bisa saja di dalam rumah, tapi dia tidak terasa seperti rumah.

And ternyata me and Pamungkas share that similarity. Makanya dia bisa speak bahwa verse- nya nggak boleh kayak gini. Ada versi lainnya. Nyambungnya chorus- nya bagian aku dari bagian “cause baby it’s so cold.” Perdebatan panjang, tapi selalu masuk akal karena they are singer-songwriters. Mereka juga punya rasa, mereka juga punya sikap. Jadi, enak banget. Rendy gitu yang kayak, ‘OK gue nyanyinya bagaimana?’. ‘Ya, setelah chorus gimana?’. Yang kayak ‘OK gue pengin nyanyinya begini’. OK, keren. Jadi ya sudah, timbal balik saja.

Ada satu nama produser dari luar. Bagaimana ceritanya?

Itu sebenarnya lagu paling lama di dalam album ini. Jadi itu lagu sebenarnya dibikin tuh di tahun yang sama kayak “Sweet Talk” sama “Fix You Up”. Which is my singles di tahun 2017 dan 2018. Why I never release that? Aduh kalau misalkan ini cuma jadi satu lagu yang aku rilis lepasan tanpa aku punya lagu-lagu lain untuk mewakili dia, biar dia menjadi entitas yang lebih kuat lagi, aduh bakal jadi selewat doang.

Dan ternyata aku merasa aku tuh belum sedewasa itu untuk bilang I just wanna lose my mind. Kayak aku belum lose my mind, tapi aku udah sotoy aja bikin lagu kayak gitu. Pada saat itu kayak, ‘Loe mau bikin lagu gimana?’. ‘Gue mau bikin lagu feel good‘. Yes, that’s the titled lose my mind gitu. Dan aku tuh nggak se- chill lagu itu pas lagu itu dibuat. Jadi, dalam bayangan aku tuh aku chill, aku seru, I’m badass. Tapi kayak banyak banget, masih bisa cepat tergoyah sama ini. Ada kesempatan yang lebih baik, ke sini. Jadi kayak nggak punya, sampai aku proses pembuatan lagu ini, i’m like OK. Lagu ini ternyata dia punya benang merah. Dia sama, dia mewakili lagu pertama, dia mewakili “ok”, dia mewakili “bye”. Dan aku sudah dalam proses pendewasaan itu, aku suka nggak tau apa yang aku ngomongin di lagu aku atau tentang siapa. Tapi memang imajinasi aku kadang tuh sudah kayak sepuluh langkah lebih maju gitu daripada aku. Tapi belum kesampaian. Namanya juga lagu karena itu kan doa ya. Kalau diaminin yang kayak siapa tau gitu kan kejadian.

Cerita di lagu, berapa persen dari kisah pribadi?

Semuanya sih. In a way or another, punya lagu itu penuh dengan memang kenyataannya seperti itu kehidupan Sheryl. Ada juga bagian di dalam album ini di mana itu adalah harapan aku, dan ada juga yang menceritakan tentang orang lain juga di dalam situ.

Jeda penggarapan album baru dari album sebelumnya cukup lama. Kamu sibuk ngapain aja?

Main film. Lalu, aku manggung-manggung juga. Dan sebenarnya lebih ke belum tau apa yang aku mau. Kayak nggak ada mindset untuk kayak album gitu. Belum ada keinginannya gitu.

Karena gini, kayak dalam proses pembuatan album aku bahkan dari yang pertama dan yang kedua saja aku tidak punya satu prinsip yang bikin aku yang kayak ‘Oh, setiap hari nih gue harus datang ke studio’. Dan nggak ada yang bimbing juga gitu untuk sampai ke titik itu. Jadi, setelah lagunya didemoin dulu. Tunggu dulu approval dan lain sebagainya. Tapi selama tiga tahun terakhir ini I feel like ada kepercayaan yang diberikan ke aku sama label aku untuk ngejalanin lagu-lagu aku dengan creative process yang aku jalani yaitu dengan ‘Yuk, bikin demonya dulu kumpulin semua lagunya. Yakin’. Dan aku akhirnya yang propose kenapa harus lagu ini. Gue mau lagu ini. Ya, akhirnya dari mereka sendiri bisa me- respect itu sih.

Kamu lebih pengin dikenal sebagai Sheryl yang aktris atau musisi?

Aku pengin dikenal sebagai apa saja yang menurut orang itu terbaik menurut mereka.

Terserah, karena memang aku terjunnya dalam banyak bidang ya, di dunia entertainment team. Jadi kalau misalkan, jadi nggak usah dipatokin lah. Kayak sebagai, kalau misalkan dari aku pribadi sih maunya as singer-songwriter. Kalau orang memang lebih suka aku main film ketimbang lagu-lagu aku. Aku nggak bisa kontrol preferensi mereka. Jadi ya udah as a entertainer ajalah biar cepat.

Jika harus memilih mana yang akan kamu prioritaskan di tahun 2021 ini?

As a musician.

Sebagai musisi, kamu merasa punya tanggung jawab apa untuk dirimu, penggemar, pendengar, dan musik Indonesia?

Sebenarnya, kalau dari aku tanggung jawab terbesar aku adalah untuk diri aku. Jujur dulu sih. Jadi kayak apapun yang aku keluarin, selama aku jujur dan punya niat baik. Mungkin klise banget sih aku ngomong kayak gitu. Tapi buat aku pendengar, penggemar, dan musik Indonesia itu bonus gitu lho. Kontribusi aku di dalam situ, itu pasti akan kembali dulu ke titik awalnya.

Apakah aku bisa membuahkan sesuatu yang bagus dan sesuatu yang nggak bakal aku nyesel gitu lima tahun atau sepuluh tahun ke depan karena kayaknya itu yang paling memungkinkan buat aku. Karena aku sudah ada di fase di mana aku ketika mendengar, atau flashback- lah ke video klip lama aku saja deh. Kayak loe kenapa kayak gitu? Juga suka dapat tamparan gitu lho, nggak secara literal ya. Tapi dari orangtuaku, atau dari fans aku.

Ada yang bisa ngomongnya kayak, ‘Eh, loe nggak bakal ada di titik ini sekarang kalau loe nggak kayak gitu’. Tapi ada juga dari sisi siapa, dari sisi fans aku yang tiba-tiba upload lagu itu. Yang aku flashback dan punya rasa penyesalan. Tapi aku pikir-pikir lagi. Kalau nggak ada karya ini, nggak bakal ada orang ini mungkin. Jadi nggak terlalu berpikir terlalu jauh karena menurut aku itu semua nggak bakal ada kalau misalkan aku coba untuk bikin sesuatu yang jujur.

Ceritakan dengan singkat mengenai arti dari lirik lagu-lagu di album kamu! 

“intro” also interesting, itu sebenarnya percakapan aku sama kakak aku. Dia selalu menjadi orang pertama dan terakhir yang aku ceritain segalanya atau apa yang akan aku hadapi dan hasilnya. Dan di sini sebenarnya kenapa aku taruh di intro, karena perjalanan album ini juga ini adalah pengakhiran dari kebingungan aku dalam berkarier selama ini, dan awal yang baru. It’s something new juga kan yang aku rilis, jadi it’s and end to a new beginning. Aku mendapatkan keyakinan dari dia yang menyampaikan ke aku bahwa, you know ini ada pandemi ada apalah, loe laluin banyak banget, dan semua hal yang terjadi. You know, so nikmatin. Nikmatin sedihnya, nikmatin marahnya. Nikmatin ego loe dan lain sebagainya. It’s OK not to be Okay. 

Masuk ke “okay”, di mana I went to a really hard time pertengahan tahun lalu. Segala yang nggak happy, bukan cuma dari segi kayak, they ask me how I do, lebih ke kayak kalau aku misalnya take time to myself, dan juga kayak pas ke Bali aku berubah menurut mereka. mungkin aku jauh lebih heboh atau mereka melihat aku jauh lebih tenang. Kira-kira mereka bakal ngomong apa yah, dan itu yang aku terus-terusan ngerasa bahwa lagu ini jadi remedy aku. Ketika aku tidak punya jawaban apa yang aku sedang perjuangkan, atau apa yang sedang aku jalani atau aku sedang dead end saja. 

“bye”, di mana “bye” itu menceritakan tentang perpisahan antara aku dengan orang yang sangat berarti buat aku. Dan ini bisa digambarkan in your relationship sih sebenarnya gitu lho. Di mana aku merasa aku sebenarnya pribadi aku orang yang sangat possessive in a way. Tapi bukan dalam konotasi yang negatif ya. Tapi lebih ke kayak aku punya drive yang sangat besar untuk selalu jadi tameng kayak garda depan buat kayak orang-orang yang berharga bagi aku. Di lagu ini aku ngerasa kayak aku sempat mengalami di mana aku sudah memperjuangkan segalanya untuk orang ini, dan aku sudah ya I did everything, but you know dia meninggalkan for something better. Aku sudah ngerasanya dalam kapasitas aku dan cara aku. Aku udah memperjuangkannya mati-matian tapi akhirnya malah kayak hancur.

Aku akhirnya bikin “i wish i knew better”, that’s explain a lot karena ya bisa dibilang itu could be related to relationship too, Di mana kayak aku berharap aku tau lebih, you know, baik. Again, loving someone deeply, ya itu sudah digambarkan dari awal kalimatnya, “Can’t say I don’t miss you, Can’t say I dont care, but from the way that I see things, well your love ain’t there.” Dia memang tidak pernah mencintai aku seperti aku berikan kepada dia. Aku selalu merasa pada saat itu. Itu bukan berarti aku ngerasain ini sekarang yah. Maksudnya buat aku lagu ini secara aku untuk melepaskan pada saat itu. Aku merasa kayak tidak terbalas aja. Ternyata, segala perjuangan gue sia-sia.

Sheryl dan Pamungkas / dok. Sheryl Sheinafia

“déjà vu” where you know the love is lost, love is gone. I feel like daydreaming dalam lagu ini buat sebuah sosok yang aku tidak kenal belum pernah bertemu tapi aku sudah bisa membayangkan hubungan seperti apa yang ideal. Dan di sini ada kata-kata “My heartbeat turns into a race i have to lose” dan itu kayak buat aku salah satu my finest song-writing di dalam album ini sebenarnya di “déjà vu” ini karena aku memikirkan story line yang sangat rapih di kepala aku yang strukturnya kayak lagi rapih. Lagi tumben banget gitu. Aku ngerasanya di mana ada, misalnya ada teaser kayak, ada kenapa di fokusnya kepada bawang. Tapi ternyata kayak bawang itu muncul sebagai konklusi. Dan aku ngerasa kayak apa, ada lirik di mana aku ngomong kayak You always let me lose my breath when it comes to you, my heartbeat turns into a race i have to lose”. Jadi kayak di balik itu I felt like, thats about daydreaming. I decided to lose my mind because I think I should have known better. Nggak semua hal itu harus di dream, harus dipikirin matang-matang. Ribet gitu. 

Sampai di tahap di mana aku memikirkan “house or home”. Aku sebenarnya juga meskipun aku sudah pengin lose my mind, sudah thinking somebody new, I just getting over it. Aku memutuskan bahwa it’s still cold in a house without this person at my home, and just being someone i cant love. Sagitarius kan tidak pernah lepas dari hubungan yang fluktuatif yah, atau bisa kayak yang terlalu lama-lama menangis.

Di lagu terakhir ini (pick up your phone), I decide to just find somebody new and start to be braver to love somebody. Dan nyambung lagi deh siklusnya karena menurut aku hidup ya cuma siklus kayak gitu aja. Balik lagi ke awal, ke intro- nya. Karena di ending lagu “pick your phone” itu ada dering telefon nyambung, di pick up langsung. Hello?

Berkesinambungan ya satu sama lain lagu-lagunya?

Aku cocok-cocokin aja sih [tertawa]. Tapi emang kayak aku sangat merasa aku sangat rapih untuk menyusun lagu-lagu kali ini. 

 

____

 

Penulis
Pohan
Suka kamu, ngopi, motret, ngetik, dan hari semakin tua bagi jiwa yang sepi.

Eksplor konten lain Pophariini

Bank Teruskan Perjalanan dengan Single Fana

Setelah tampil perdana di Joyland Bali beberapa waktu lalu, Bank resmi mengumumkan perilisan single perdana dalam tajuk “Fana” yang dijadwalkan beredar hari Jumat (29/03).   View this post on Instagram   A post shared …

Band Rock Depok, Sand Flowers Tandai Kemunculan dengan Blasphemy

Setelah hiatus lama, Sand Flowers dengan formasi Ilyas (gitar), Boen Haw (gitar), Bryan (vokal), Fazzra (bas), dan Aliefand (drum) kembali menunjukan keseriusan mereka di belantika musik Indonesia.  Memilih rock sebagai induk genre, Sand Flowers …