Wawancara The Jadugar: 15 Tahun Mengobrak-abrik Video Musik Indonesia

Feb 7, 2020

Bagi duet Anang dan Krisdayanti, memilih The Jadugar untuk membuat video klip mereka berisiko terjadinya musibah besar, syok, dan pertentangan paham. Tapi bagi band-band independen di era awal 2000an seperti the Brandals, Boys Are Toys, C’mon Lennon, Mocca, Homogenic, the Adams, hingga the Upstairs—siapa yang tidak tersenyum puas melihat hasilnya?

Betul sekali, video musik Indonesia diobrak-abrik! Pelakunya: The Jadugar. Mereka mendapat penghargaan Best Director MTV Indonesia Video Music Award 2003 untuk sebuah video musik yang hanya menampilkan kereta mainan berwarna putih berjalan di atas rel biru cerah, melintasi supermarket dan deretan minuman lunak bersoda, teks “Merdeka Ataoe Mati”, suasana cerah di skate park, bioskop kelas B di Jakarta Selatan, tumpukan kerat Teh Botol Sosro, dan kios bunga. Kereta mainan bertemu dan bersejajar dengan kereta beneran, kemudian rel kereta mainan dipasang melintangi rel kereta beneran untuk dilalui kereta mainan.

Tak ada personil band, tak ada model video klip, tak ada rambut tertiup angin, tak ada pendekatan “beauty” yang jamak dikenal pada hari itu, dan bahkan… tak ada lagu dan lirik yang catchy! Video musik pun dibuat dengan budget “mega-recehan”.

Video itu untuk lagu “Train Song” dari LAIN, sebuah band indie rock yang di kemudian hari para personilnya membentuk Zeke And The Popo, SORE, hingga menjadi pembuat scoring film paling produktif dan dikenal. Sementara The Jadugar adalah duet sutradara Anggun Priambodo, yang di kemudian hari berpameran seni di berbagai negara dan membuat film-film “alternatif”, dan Henry Irawan alias Betmen alias Henry Foundation, yang juga membentuk band synth-pop berstatus cult, Goodnight Electric serta bermacam proyek kesenian. Anggun dan Henry  relatif sepantaran, berteman sejak sama-sama kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Anggun angkatan ’96, Henry ’95 (boleh dikira-kira, berapa kini usia mereka).

Sebetulnya, masih ada satu “personil” lagi di The Jadugar, yaitu Nana Suryadi, kala itu ia bekerja di Radio Prambors, sosok yang mengurusi manajemen dan bisnis The Jadugar—meski duo sutradaranya tampak berat condong kepada senang-senang berkarya dibanding menghayati laba jasa. Bersama Nana, Anggun dan Henry mengerjakan video musik untuk nama sebesar Slank dan pendatang baru penuai hits; Peterpan.

Masa produktif duet Anggun-Henry membuat video musik bersama dengan nama The Jadugar sebetulnya tidak lama, sekitar dua-tiga tahun saja, 2002-2003-2004, tapi pada momentum yang paripurna. Ketika itu MTV sedang baru-barunya mendarat di Indonesia, mereka tancap gas dengan siaran sampai dini hari buta, dan The Jadugar menyerahkan kaset-kaset video musik karya mereka yang menyentak pemirsa muda. Gaya video musik baru untuk generasi baru!

Setelah berpencar, masing-masing Anggun dan Henry masih terus membuat bermacam video musik, dari televisi mulai berpindah ke Youtube, dengan hasil kreasi yang juga mumpuni. Sesekali, mereka masih bertemu dan berkolaborasi, tapi proyek terbaru The Jadugar kali ini sungguh di luar kendali, radar, dan pakem industri: The Jadugar membuat buku arsip karya-karya mereka, disertai aneka esai dan cerita! Anda mungkin sudah tahu tajuknya: The Jadugar: 15 Tahun Mengobrak-abrik Video Musik Indonesia.

Buku The Jadugar: 15 Tahun Mengobrak-Abrik Video Musik Indonesia

Setebal 277 halaman, buku ini bukan hanya berisi foto-foto penting dan detail artefak  produksi, melain juga berbagai pandangan yang kaya dari sejumlah penulis, musisi, dan teman-teman dari scene seni rupa The Jadugar. Anggun dan Henry, selain berdua saling mewawancara, masing-masing juga menulis catatan pembuatan karya-karya video musik pilihan mereka. Sangat mungkin ini adalah buku Indonesia pertama yang membahas video musik di Indonesia, dan dikerjakan bertahun-tahun dengan hasrat yang menggelora!

Untuk segala “kekacauan” yang telah mereka lakukan, saya mendatangi alamat-alamat surat elektornik Anggun Priambodo dan Henry Foundation dengan sejumlah pertanyaan. Dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, mereka menjawab sekitar 40 hal, saya lampirkan untuk Anda. Sementara untuk hal-hal yang lebih jauh dan lebih dekat dengan The Jadugar, disarankan untuk langsung saja mulai menyimak bukunya. Enak dibaca dan sulit berhenti. Dan bagi Anda yang mengenal video musik bikinan Anggun dan Henry, ada di dalam pusaran eranya; awas kau tenggelam! Silakan membaca.

 

Selama berkuliah hingga awal lulus di IKJ, apa cita-cita kalian?
ANGGUN: Pingin jadi seniman.
HENRY: Jadi seniman terkenal….tapi gagal.

Sebetulnya, siapakah yang pertama kali membeli poster film Jadugaar? Kenapa ia membelinya?
ANGGUN:  Kalau nggak salah Ade Darmawan pulang dari India, dia beli banyak poster film di sana, salah satunya Jadugaar. Poster itu bagus sekali estetikanya, jadi ditempel di tembok dalam Ruangrupa.
HENRY: Ade kan senang ngumpulin found object. Poster itu dibeli entah buat apa.

Apakah kalian sudah pernah menonton film Jadugaar?
ANGGUN: Belum
HENRY: Belum

Dari mana ide membuat buku The Jadugar?
ANGGUN: Tahun 2015 gue lagi buat karya untuk pameran Lab Laba-laba dan PFN. Sengaja gue buat tentang penggunaan arsip film milik PFN yang disimpan oleh ANRI (Arsip Nasional Rep.Indonesia). Pengalaman itu jadi bikin mikir kalau pengarsipan itu memang penting. Jadi mulai berpikir untuk lebih merapikan semua arsip milik sendiri, termasuk arsip-arsip karya bersama Jadugar. Mulailah punya ide untuk membuat buku tahun 2016.

Kesulitan apa saja selama pembuatan buku ini?
ANGGUN: Mengumpulkan arsip Jadugar itu sendiri. Terutama kaset-kaset master shooting dalam bentuk mini dv dan VHS, coba kita digitize. Tidak semuanya dilakukan karena jumlahnya banyak sekali. Lalu memilah arsip fisik lain seperti dokumen, buku catatan, foto, kamera, kaset, bahkan kostum, dan prop artistic beberapa masih ada. Kebetulan gue memang suka menyimpan apa pun yang dulu dikerjakan. Jadi, itu semua masih ada. Untuk aset, dibantu oleh The Youngrrr (Yovista dan Aline). Lalu mengumpulkan materi tulisan teman-teman yang dibantu oleh Hilmi. Jadi perlu waktu panjang memang untuk menyatukannya.
HENRY: Finansial sih. 

Buku apa saja yang paling sering kalian ulang baca?
Anggun: Kumpulan cerita pendek Pagi Yang Miring ke Kanan (Afrizal Malna)
Henry: Buku-buku referensi biasanya, atau novel Agatha Christie.

Kenapa The Jadugar mengajak Hilmi untuk mewawancarai Nana dan teman-teman The Jadugar?
HENRY: Waktu itu kita memang sengaja nyari penulis muda, baru, dengan pengetahuan film dan musik yang cukuplah. Nyari, nyari, nyari, dan nemu Hilmi.

Lima video musik favorit sepanjang masa?
ANGGUN: Daft Punk – “Around the World” (Gondry), Anna Mathovani – “Cinta Pertama”, di film Cinta Pertama (Teguh Karya), Bimbo – “Cemara”, di film Ambisi (Nya’ Abbas Akup), Naif – “Selalu” (Platon), Pure Saturday – “Kosong” (PS).
HENRY: “I Wanna be Adored” – the Stone Roses, “Friday I’m In Love” – the Cure, “Sabotage” – Beastie Boys, “Devil’s Haircut” – Beck, “Star Guitar” – Chemical Brothers.

 

Tiga film favorit?
ANGGUN: Black Moon (Louis Malle), Vengence is Mine (Shohei Imamura), Winter Sleep (Nuri Bilge Ceylan).
HENRY: Before Sunrise – Richard Linklater, Rushmore – Wes Anderson, From Dusk Till Dawn – Robert Rodriguez

Duo The Jadugar, Anggun Priambodo dan Henri “Batman” Foundation circa 2000an / foto: dok. The Jadugar

Tiga album favorit?
ANGGUN: Soundtrack The Simpson, Ennio Morricone, U2- “Achtung Baby”.
HENRY: “Disintegration” – The Cure, “Song of Faith and Devotion” – Depeche Mode, “Angel Dust” – Faith No More.

Tiga pameran seni rupa favorit kalian?
ANGGUN: Mengenang Sanento Yuliman (2019), Mengalami Kemanusiaan (2015), Ser Eek Plung Crot (1999, ini gue dan Betmen terlibat pameran bersama pertama kali.
HENRY: Waduh maap…gak ada.

Dari mana kalian mengenal video art?
ANGGUN: Pameran Teguh Ostenrik tahun 1998 di Erasmus, dan baca bukunya Krisna Murti.
HENRY: Waktu kuliah dulu pernah baca di perpustakaan ada beberapa perupa seperti Warhol yang juga buat video. Tapi kenal lebih jauh soal video art itu dari Ruangrupa..

Tiga konsumsi syuting The Jadugar kesukaan kalian?
ANGGUN: Apa aja masuk.
HENRY: Aqua, kopi, martabak.

Bagaimana pola kerjasama kalian dengan editor Syauqi?
ANGGUN: Hangat dan saling menghormati hak dan kewajiban
HENRY: Biasanya kita brief melalui storyboard, kasih referensi, lalu dia mengerjakan offline-nya, dst. 

Setelah proses pembuatan buku The Jadugar, ada hal tentang Anggun dan Betmen yang justru baru kalian ketahui?
ANGGUN: Tidak ada, kita sudah saling mengerti dan lebih dewasa.
HENRY: Nggak ada, sih…. Sudah tahu Anggun luar-dalam, kiri-kanan, depan-belakang, dll.

Apa komentar orangtua kalian melihat The Jadugar?
ANGGUN: Jangan meninggalkan sholat walau sesibuk apa pun (Ibu).
HENRY: Belum pernah lihat video Jadugar satu pun kayaknya haha…

Apa saja acara TV favorit kalian?
ANGGUN: Sekarang nonton TV kalau ada debat presiden atau gubernur DKI.
HENRY: Sekarang paling Liga inggris aja, itu pun nggak ada di TV, ya?  Sudah jarang nonton TV, ya, paling Headline News lah. 

Apakah kalian pernah merasa tidak/kurang PD?
ANGGUN: Pernah dan sering, sangat alami itu
HENRY: Ada, sih… tapi kadang, ya sudah, cuek aja…tabrak lari.

Hal apa yang bisa membuat kalian merasa lelah dalam membuat karya?
ANGGUN: Kalau ngantuk, ya, akhirnya lebih baik perbanyak waktu istirahat
HENRY: Nol inspirasi. Bikin lelah. 

Apa kamera favoritmu?
ANGGUN: iPhone, Lumix, dan Black Magic.
HENRY: Saat ini kamera-kamera 1980s-90s analog VHS/S-VHS. 

Di antara semua video musik yang kalian bikin, lagu apa yang sampai hari ini paling sering kamu putar?
ANGGUN: Jirapah – “Crowns”.
HENRY: C’mon Lennon haha…Tapi ini beneran, band lo keren banget, Bin. Reuni lah sekali-sekali haha… (Harlan Boer/Bin adalah vokalis C’mon Lennon. Red)

Siapa sosok fiktif favorit kalian?
ANGGUN: Culap-culap air tawar.
HENRY: Hercule Poirot. 

Musik siapa yang jika kalian mendengarnya sering terbayang akan visualisasinya?ANGGUN: Ada sebuah musik tarian yang judulnya “Blek Dik Dot”.
HENRY: Siapa, ya? Banyak sih ya, tergantung mood lagu dan liriknya, biasanya. Kemarin-kemarin gue sempat membayangkan visual buat Jirapah, Sundancer dan proyek solo elo Bin (tertawa) 

Apakah kalian punya istilah-istilah khusus dalam membuat video musik yang tidak umum digunakan oleh sutradara lain?
HENRY: Basanya saling tatapan mata, dengan kedipan morse sama Anggun. Kode-kode gelisah spontan gitu. 

Ketika bekerja dalam budget besar, berapa persen yang biasanya kalian gunakan untuk produksi?
ANGGUN: Semuanya kalau perlu, buat kantong sendiri, secukupnya saja.
HENRY: Semaksimal mungkin, sih. Karena jarang mendapat budget besar, jadi sekalinya dapat, ya, langsung foya-foya: sewa kamera mahal, dll hahaha… 

Lima foto favorit yang pernah kamu lihat?
ANGGUN: Foto wartawan Jawa Pos saat mobil dengan muatan penonton bola bonek hampir terguling. Foto itu terpilih menjadi World Press Photo 1995.
HENRY: Ya, ampun…pertanyaan macam apa ini? Fotonya Anya Geraldine…banyak di Instagram. 

Bisa dibilang kelahiran The Jadugar cukup berhubungan erat dengan Ruangrupa, seperti apa kalian melihat para pendiri ruangrupa seperti Ade Darmawan dan Hafiz Rancajale?
ANGGUN: Penuh passion, berwibawa, dan banyak akal.
HENRY: Mereka berdua itu mentor gue yang berjasa dan sudah gue anggap seperti ayah kandung sendiri…itu pun kalau mereka gak keberatan.

Menurut kalian, apakah masih mungkin MTV akan berjaya dan mendominasi kembali?
ANGGUN: Semua mungkin terjadi.
HENRY: Nggak, sih…. MTV is dead, se-dead dead-nya.

Tentang Mushowir Bing yang banyak menggarap art video musik The Jadugar, apa yang menarik darinya?
ANGGUN: Tidak banyak bicara tapi banyak bekerja.
HENRY: Nggak ada, sih…karena kebetulan kenal dekat dan satu kontrakan aja hehe…

Lebih pilih mana, membuat video musik untuk Iwan Fals, Indra Lesmana, God Bless, atau Rhoma Irama?
ANGGUN: God Bless adalah pahlawan masa kecil gue.
HENRY: Indra lesmana lalu bonus Eva Celia dan ibunya.

Dari musik terbaru yang kalian dengar, video musik siapa yang paling kalian suka?
ANGGUN: “Decide” – Dipha Barus feat. Ariel Nayaka, Mattermos, Ramengvrl, “Lagunya Begini Nadanya Begitu” – Jason Ranti.
HENRY: Poarches- “Car”, Tame impala – “the Less I Know the Better”. 

Momentum menemukan ide video musik paling memorable?
ANGGUN: Sambil makan bakmi, seafood (walau suka alergi).
HENRY: Video musik Fisikamatematika – “Conformation”. Gara-gara lihat foto si Gepeng (Fisma-red) di IG  lagi mancing di suatu tempat entah di mana. Suasananya kayak di planet Mars. Melihat foto itu, jantung gue berdebar, lalu muncul visual-visual sureal di kepala. Gue pun bertekad harus membuat video di sana….video apa pun itu.

Piala Best Director MTV Indonesia Video Music Award 2003 untuk video musik “Train Song” dari LAIN, sekarang disimpan di mana?
ANGGUN: Di garasi, ada di dalam boks container.

Sebelum MTV memberi penghargaan, apakah masing-masing kalian pernah dapat piala? Menang lomba apa?
ANGGUN: Tidak pernah.
HENRY: Juara 2 Desain Poster Perdamaian tingkat Nasional sewaktu SMP.

Ade Darmawan dan Hafiz Rancajale itu mentor yang berjasa dan sudah Dianggap seperti ayah kandung sendiri.

Dari semua model video musik buatan kalian, siapa menurut kamu yang paling cocok untuk jadi bintang film ternama?
ANGGUN: Oom Leo (model video The Upstairs) dan Tumpal Tampubolon (model video Dick Tamimi and The Friendly Love) seharusnya bisa jadi aktor watak.
HENRY: Baila Fauri. model video musik Bedchamber – “Natural”

Di lokasi syuting, pernah malas syuting?
ANGGUN: Malas ngomong lebih tepatnya.
HENRY: Gak pernah. Selalu siap dan fit 😀

Jika anak-anak kalian ingin berprofesi sebagai pembuat video musik, apa nasihat kalian?
ANGGUN: “Lakukan semau kalian.”
HENRY: “Nak, jangan perlakukan media video sebagai video, karena kamu adalah video. Sudah sana, rekam gambar yang baik dan jangan lupa shalat.”

Apa kemungkinan terdekat bagi The Jadugar di masa depan?
ANGGUN: Buku terjual habis dan cetak ulang.
HENRY: Bikin The Jadugar-The Movie berdasar dari buku arsip The Jadugar.

Dari berjumpa dengan berbagia bos label, hal apa yang paling berkesan buat kalian?
ANGGUN: Ruangan tempat meeting dan ruang kerja mereka.
HENRY: Yang paling berkesan, mereka punya visi yang baik untuk artis-artisnya. Lalu kita patahkan. Dan mereka membayar kita untuk itu.

Kalau ada seseorang yang hanya bisa membaca satu bagian saja dari buku The Jadugar, kalian merekomendasikan ia membaca bagian yang mana?
ANGGUN: Daftar isi.
HENRY: Kover depan.

Jika buku The Jadugar ini dijadikan audio book, siapa menurut kalian yang paling cocok menjadi naratornya?
ANGGUN: David Tarigan atau Ricky Malau.
HENRY: Karni Ilyas. 

Adakah seorang penggemar video-video musik The Jadugar yang sama sekali kalian tidak sangka-sangka?

ANGGUN: Mungkin waktu pertama kali ketemu Muhammad Hilmi. Dia bilang, waktu SMP/SMA suka nonton video-video Jadugar. Jadi, mungkin karena itu dia jadi editor dalam pembuatan buku The Jadugar.

HENRY: Gak ada sih…malah kita gak nyangka kalo The Jadugar ada penggemarnya 😀

Di Youtube hari ini, kalian paling sering menonton apa? Channel Youtube apa saja yang kalian menjadi subscriber-nya?
ANGGUN: Cokro TV dan Adventure Archives.
HENRY: Channel Primitive Technologies, Modular Synthesizer, dan sejenisnya 😀

 Jika buku The Jadugar dibikinkan iklannya di mana-mana dan harus memakai model, siapa model pilihan kalian?
ANGGUN: The Jadugar nggak suka pakai model profesional, paling bisa pohon atau benda temuan, cukup.
HENRY: Anya Geraldine dan Adipati Dolken.

Jika kalian bukan The Jadugar, siapakah yang cocok menjadi The Jadugar?HENRY: Ardhito Pramono dan Kunto Aji

Anggun dan Henry, masing-masing sekarang sedang sibuk apa, nih?
ANGGUN: Masih proses nulis untuk materi film.
HENRY: Bikin album ketiga Goodnight Electric.

 

Punya tips tentang apa saja? (boleh tips diet atau apa pun)
ANGGUN: Cukup tidur dan mengurangi gula.
HENRY: Tips kaki bengkak: Kompres pakai es 5 jam sekali. Angkat kaki yang bengkak, sandarkan ke tembok selama 10 menit setiap sehari. Sisanya, berzikir. Minta ampun kepada Yang Maha Kuasa.

 

Di mana bisa membeli buku dan t-shirt The Jadugar?
ANGGUN: Toko buku Gramedia, T-shirt hanya dijual waktu acara launching, 25 Januari 2019 di Kios Ojo Keos.
HENRY: Di semua outlet Gramedia dan kerabatnya, Kios Ojo Keos, rurushop dan beberapa bookstore sidestream di kota besar, mungkin.

 

____ 

Penulis
Harlan Boer
Lahir 9 Mei 1977. Sekarang bekerja di sebuah digital advertising agency di Jakarta. Sempat jadi anak band, diantaranya keyboardist The Upstairs dan vokalis C’mon Lennon. Sempat jadi manager band Efek Rumah Kaca. Suka menulis, aneka formatnya . Masih suka dan sempat merilis rekaman karya musiknya yaitu Sakit Generik (2012) Jajan Rock (2013), Sentuhan Minimal (2013) dan Kopi Kaleng (2016)

Eksplor konten lain Pophariini

Bank Teruskan Perjalanan dengan Single Fana

Setelah tampil perdana di Joyland Bali beberapa waktu lalu, Bank resmi mengumumkan perilisan single perdana dalam tajuk “Fana” yang dijadwalkan beredar hari Jumat (29/03).   View this post on Instagram   A post shared …

Band Rock Depok, Sand Flowers Tandai Kemunculan dengan Blasphemy

Setelah hiatus lama, Sand Flowers dengan formasi Ilyas (gitar), Boen Haw (gitar), Bryan (vokal), Fazzra (bas), dan Aliefand (drum) kembali menunjukan keseriusan mereka di belantika musik Indonesia.  Memilih rock sebagai induk genre, Sand Flowers …