White Hovse – The Mighty One

May 15, 2025

Salah satu band yang kami angkat di rubrik Bising Kota berhasil menarik perhatian untuk diulas karyanya. Mereka adalah unit asal Tasikmalaya, White Hovse yang tanggal 1 Mei 2025 merilis album penuh perdana bertajuk The Mighty One.

Sejak pertama kali melihat sajian visual yang ditorehkan White Hovse di sampul album The Mighty One, saya cukup terkesima dengan pemilihan gambar dan warna-warnanya. Sosok yang saya yakini sebagai ‘The Mighty One’ berdiri angkuh sembari memegang trisula dengan latar belakang merah cukup memberikan kesan akan seperti apa bunyi dan cerita dari album ini. Belakangan saya baru tau bahwa artwork ini dikerjakan oleh Ferdian G Maulana, gitaris band asal Bandung, Hakkon.

Sebagai band heavy/stoner rock, White Hovse rasanya sudah cukup menghadirkan elemen-elemen wajib untuk membuat lagu di genre ini. Bagi pecinta riff gitar bluesy bertenaga, mid-tempo, dan vokal nyeret yang mengerikan, album The Mighty One cocok didengarkan kalian.

Ada beberapa poin musikalitas menarik yang bisa dibahas. Sound mereka yang cukup mentah untuk mempresentasikan album ini saya rasa masih bisa dimaklumi. Meski suara gitarnya jadi tidak terlalu bulat dan tebal seperti bayangan saya saat tau referensi White Hovse adalah Eyehategod, Electric Wizard, Weedeater, dan band metal ‘pemabuk’ lainnya.

Riff yang dipilih pun cukup sederhana, namun kesederhanaan itu justru jadi sesuatu yang menyenangkan untuk didengarkan, karena tak butuh waktu lama untuk meraba bagaimana gerakan tangan sang gitaris sehingga lagu-lagunya bisa dinikmati sembari melakukan air guitar.

Masih bicara area permainan gitar, saya selalu suka band era ini, terutama nama lokal yang masih menghadirkan riff bernuansa Black Sabbath di lagunya. Entah saya yang kelewat cinta sama Eyangnya musik metal atau cetak biru riff yang ditemukan Tony Iommi lebih dari 50 tahun lalu memang akan selalu relevan sampai kapan pun.

Selain riff gitar, pukulan drum di album The Mighty One juga menjaga kesederhanaan dengan menghadirkan fill-in yang tidak terlalu jelimet. Hasilnya? Kepala saya tidak bisa berhenti mengangguk, seakan terhipnotis dengan ketukan-ketukan yang disuguhkan di setiap lagunya.

Dinamika 8 lagu di album White Hovse menjadi poin yang menarik. Langkah tepat untuk band menjadikan nomor instrumental “Endless Sorrow” sebagai pembukanya. Diawali dengan petikan gitar clean berlanjut raungan penuh distorsi di menit 1:04. Seakan menyampaikan pesan bahwa penderitaan baru saja dimulai.

Nomor yang datang setelahnya, “Falling Crown” juga menjadi perkenalan ciamik dengan suara vokalis White Hovse, Chandra. Saya bisa merasakan pengaruh gaya vokal Phil Anselmo era Down begitu suaranya terdengar pertama kali di trek kedua sampai lagu ketujuh yang berjudul sama dengan album. 

Selain Phil Anselmo, terdengar pula sejumput pengaruh vokal band-band Seattle sound dalam notasi yang dipilih Chandra. Hal ini tentu menjadi lapisan baru lagi yang seru untuk diulik saat mendengarkan karya White Hovse.

Setelah sibuk menyimak kekuatan dari setiap instrumen, saya merasa agak kesulitan menemukan apa yang bisa dibahas dari sektor cabikan bas di album The Mighty One. Entah sengaja atau tidak, namun peran Nizar memang agak tidak tersorot di album. Meski begitu, fungsi fundamental bas sebagai fondasi ritme dan harmoni tetap terasa kehadirannya.

Album diakhiri dengan nomor instrumental “Vile Triumphant”. Sesuai judulnya, ini semacam anthem kemenangan bagi ‘The Mighty One’, pemimpin yang semena-mena kepada rakyatnya, yang saya tangkap setelah mendengarkan album, pemimpin tersebut pada akhirnya menang.

Narasi kuat yang diceritakan White Hovse di album cukup mudah ditangkap dan memberikan kesan karena memang judul yang dipilih sudah merangkum bab-bab dalam cerita yang ingin disampaikan.

Mendengarkan album The Mighty One dalam beberapa kali putar membuat saya sadar bahwa nyatanya dalam hidup ini tidak selamanya yang benar akan menang. Entah bagaimana orang-orang tamak yang ada di tatanan atas selalu punya cara untuk menindas kaum-kaum yang tak berdaya di bawahnya.

Kesimpulan yang saya tulis di paragraf sebelumnya menunjukkan bahwa White Hovse tidak hanya memberikan pengalaman mendengarkan musik heavy/stoner rock yang menggugah, tapi juga membuat saya sebagai pendengar memahami kenyataan hidup yang pahit, namun betul-betul terjadi di sekitar kita.

 

Penulis
Gerald Manuel
Hobi musik, hobi nulis, tapi tetap melankolis.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

False Theory Ceritakan Kisah Penyembuhan Luka Masa Lalu di Single Dua Atma

Unit pop punk asal Tana Paser, Kalimantan Timur, False Theory merilis single ketiga bertajuk “Dua Atma” pada Kamis (05/06). Lewat lagu ini, mereka mengangkat cerita tentang dua jiwa yang saling menyembuhkan dari luka masa …

Workshop dan Talkshow Latihan Pestapora Solo Hadir Penuh Manfaat

Tepat seminggu yang lalu pra-acara Latihan Pestapora Solo dalam format workshop dan talkshow dilaksanakan selama tiga hari tanggal 12-14 Juni 2025 di dua tempat, Loji Gandrung dan Omah Sinten. Pra-acara ini merupakan rangkaian menuju …