Yoko City Ghost – Sputnik-1

Jul 27, 2024

Album Sputnik-1 adalah yang terjadi ketika enam musisi asal Medan menginterpretasi ulang lagu pop Indonesia 60an, “Pergi Ke Bulan” milik Tetty Kadi, untuk menjadi tema besar album perdana Yoko City Ghost, dan memutuskan untuk membungkusnya dengan musik indie-pop, efek LSD, era Space Age, dan selipan synthesizer kitsch ala Benyamin S. sehingga terdengar lebih psikedelik.

Itu kesan pertama yang menggelitik kepala ini ketika menyimak album pertama band yang didirikan dan dimotori oleh bassis sekaligus produser dan penulis lagu, Tengku Ariy Dipantara. Tidak kalah penting, tema luar angkasa yang diusung ini juga kentara dari pemilihan judul album yang namanya diambil dari nama satelit pertama milik Rusia yang berhasil mengorbit ke bulan di tahun 50an, dan memulai segalanya.

Perpaduan tema musik 60an dan luar angkasa, yang terdengar retro sekaligus futuristik ini mengingatkan era Space Age di tahun 60an. Saat eksplorasi luar angkasa dan pendaratan di bulan direspon oleh budaya populer barat, yang juga -entah disengaja atau tidak- oleh, Tetty Kadi, serta -yang kemungkinan besar disengaja-, oleh, Yoko City Ghost melalui album debutnya.

Lagu “Perjalanan Lain Menuju Bulan” dan “Pindah Ke Bulan” adalah pernyatan tegas akan hal itu. “Perjalanan Lain Menuju Bulan” memuat potongan puisi dari buku berjudul sama, yang ditulis oleh penyair muda, Aan Mansyur, (puisinya sempat menghiasi film, Ada Apa Dengan Cinta? 2). Menariknya, kehadiran buku itu ditemani oleh album musik, dan film pendek surealis berjudul, Another Trip to the Moon  (2015) yang disutradarai Ismail Basbeth. Dengan semua petunjuk mengarah ke “bulan” ini, saya menahan diri untuk tidak mengaitkannya terlalu jauh dengan album psikadelik dan berkonsep, The Dark Side of the Moon, milik Pink Floyd. Yang jelas, di tangan Tengku dkk., bait-bait yang ditulis oleh Aan Mansyur ini sukses dibalut musik dengan hook yang kuat dan catchy

Lalu bila, “Pergi ke Bulan”, Tetty Kadi adalah lagu imajinatif piknik yang ceria ke bulan, lagu “Pindah ke Bulan”, berlirik lebih romantis, filosofis dan musiknya gelap dan progresif. Tujuan akhirnya pun jelas, untuk menetap selamanya di bulan.

Nuansa Space Age ini tersaji apik dan terbangun melalui kesepuluh lagu-lagu di album. Dari intro lagu, “Sputnik-1” yang memuat bait puisi pertama di dunia tentang perjalanan ke luar angkasa, ditulis oleh Thomas Bergin, For A Space Prober (1961). Selipan interlude nya mengingatkan pada intro lagu 60an, “A Whiter Shades of Pale” milik Procol Harum yang legendaris itu.

Pendalaman tema Yoko City Ghost juga menarik dalam lagu berbahasa Inggris, “Another Trip of Izanami”. Lagu pop muram dominan bass syhtesizer yang menghantui ini berhasil membuat saya tersasar di dunia maya, mencoba mencari peruntungan mencari makna lagunya, dan berujung dengan simbol kematian dalam budaya Jepang, dan salah satu jurus dalam film animasi, Naruto (?). Lagu berlirik bahasa Inggris lain, “Perfect Girl” yang catchy dan jadi favorit saya juga jadi pembuktian kalau mereka tidak hanya piawai menulis lagu bahasa Indonesia saja.

Yoko City Ghost bisa dibilang punya dua wajah potensial berbahasa Inggris dan Indonesia. Untungnya mereka memilih yang terakhir, sehingga Sputnik-1 menegaskan karakter mereka sebagai pengusung musik pop-luar angkasa Indonesia 60an.

Menu utama Sputnik-1 adalah lagu pop luar angkasa berlirik Indonesia yang hadir dalam lagu-lagu seperti “Bintang  Leo”, “Perjalanan Lain ke Bulan”, “Pindah ke Bulan”, “Pembawa Cahaya”, “Lautan Mati”. Semua dibalut dalam musik indie-pop dengan progresi kord yang tidak tertebak, aransemen berlapis, lirik dan notasi vokal nostaljik, yang dihujani oleh sound synthesizer kitsch yang mencuri perhatian.

“Bintang Leo” adalah Yoko City Ghost dengan nada-nada vokal riang, lugu polos dan selipan synthesizer kitsch dengan bridge progresif rock nya. Begitupula, “Perjalanan Lain Menuju Bulan”, “Pindah ke Bulan” dan “Seperti Dendam” yang manis dan nostaljik. “Pembaya Cahaya” dan “Lautan Mati” yang punya peluru hook musik dan vokal yang catchy. Semua hadir dalam balutan musik pop progresif yang liar dan dengan bebunyian psikedelia yang memabukkan. Semua itu dijahit oleh benang merah musik pop luar angkasa 60an yang jitu.

Menariknya, kehadiran Yoko City Ghost dengan album perdananya ini melengkapi riak-riak fenomena baru band retro lokal bervokalis perempuan yang mulai bermunculan pada 2024. Bagaikan gerbong, mereka bersama-sama dalam perjalanan ini: The Cottons dari Jakarta yang baru merilis EP Harapan; Thee Marloes dari Surabaya yang tengah bersiap merilis album penuh di bawah label New York, Big Crown Records; hingga supergrup disco/funk 70an asal Jakarta, Bank, yang mulai merilis single mereka.

Namun, karena menjadi yang pertama merilis album penuh di antara gerbong tersebut, secara tidak langsung, Yoko City Ghost mengesahkan diri mereka sebagai gerbong terdepan fenomena ini.

 

Penulis
Anto Arief
Suka membaca tentang musik dan subkultur anak muda. Pernah bermain gitar untuk Tulus nyaris sewindu, pernah juga bernyanyi/bermain gitar untuk 70sOC.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Luncurkan Single Eksplorasi, Coldiac Bangkitkan Semangat Pendengar

Setelah sukses membawakan kembali lagu yang pernah dipopulerkan Marcell “Jangan Pernah Berubah”, Coldiac melanjutkan perjalanan mereka lewat perilisan single anyar bertajuk “Eksplorasi” hari Jumat (06/09). Dengan kehadiran lagu ini, band ingin menyemangati pendengar agar …

DeadSquad Menyampaikan Kritik Sosial Lewat Single Perangai Nadir

Setahun sejak single “Bangsat Kuasa” beredar, DeadSquad kembali lagi dengan materi anyar dalam judul “Perangai Nadir” hari Kamis (29/08). Single ini merupakan persembahan band di tengah hentakan isu sosial yang menyelimuti negara ini.   …