10 Album Debut Pilihan PHI Dalam Kurun 2000-2020
Ada orang pernah bilang kalau “saat-saat yang pertama selalu menyenangkan”. Ya, kami setuju. Kesan pertama memang seringkali memberikan sesuatu yang menggairahkan, serta kesan pertama juga dapat memberikan harapan untuk selalu menjadi lebih baik dan berkembang di kemudian hari.
Sama seperti ketika band ataupun penyanyi mengeluarkan album pertama. Album pertama adalah bagian paling penting yang harus dipahami setiap band ataupun musisi untuk membentuk citra mereka terhadap para pendengar musik. Citra mereka inilah yang akan selalu dikenang pendengar musik di kemudian hari meskipun band atau penyanyi tersebut telah berganti haluan musik.
Berikut Pop Hari Ini telah merangkum 10 Album Debut Album Indonesia Pilihan Pop Hari Ini Dalam 2 Dekade Terakhir:
1. Efek Rumah Kaca – S/T (2007)
Meskipun saat ini Efek Rumah Kaca sukses menampilkan gigs yang berhasil menggaet ribuan penonton, album pertama Efek Rumah Kaca tak lantas membuat mereka menjadi sesuatu yang fenomenal saat debut album mereka rilis pada 2007 lalu dibawah label indie top Demajors. Sebagian besar debut album Efek Rumah Kaca berisi lagu-lagu protes sosial yang bisa relate dengan generasi millennial, terutama generasi millennial yang mengaku dirinya seorang hipster dan yang melek politik. Di samping lagu protes sosial yang menjadi unique selling point, album ini juga menampilkan lagu tentang seni menikmati hidup dalam keterbatasan fisik (“Sebelah Mata”) dan sebuah anthem kasmaran yang melanda ketika musim penghujan tiba (“Desember”). Dengan segala bentuk ulasan yang bagus dari berbagai media musik, debut album Efek Rumah Kaca berhasil membentuk karakter musik yang menjadi tolak ukur musik pop di skena indie hari ini.
2. Maliq & D’Essentials – 1st (2005)
Melahirkan everlasting hit seperti “Terdiam” dan “Untitled”, nyatanya tak bisa dipungkiri kalau album pertama Maliq & D’Essentials cukup fenomenal di kalangan pecinta musik. Album yang pengerjaannya melibatkan musisi senior seperti Indra Lesmana, Ali (The Groove), sampai Yance Manusama ini telah berhasil membentuk citra Maliq & D’Essentials sebagai band dengan musik pop fusion yang terdiri dari jazz, R&B/soul, dan funk. Saking fenomenalnya album ini, sampai hari ini tidak sedikit fans mereka yang meminta Maliq & D’Essentials kembali membuat album dengan warna musik seperti di debut album mereka. Meskipun saat ini Widi Puradiredja cs. telah melakukan pendewasaan dalam warna bermusik mereka.
3. Sore – Centralismo (2005)
Boleh jadi, skena musik independen di Indonesia tidak akan seseru sekarang kalau tidak ada kehadiran Aksara Records. Bagaimanapun, Aksara Records telah berhasil membentuk skena musik indie di Indonesia menjadi bergairah dengan visi artistik dari musiknya. Salah satu katalog Aksara yang berhasil menembus pasar adalah Sore dengan debut album mereka Centralismo. Menampilkan pop, jazz, dan sedikit rock dengan perpaduan lirik Indonesia-Inggris, Centralismo berhasil menyajikan musik yang ear catching dan cocok didengar di segala mood. Tak terkecuali dalam perjalanan panjang ketika liburan. Centralismo pun juga berhasil membawa Sore ke masa keemasan mereka sebelum ditinggal Mondo Gascaro pada 2012 lalu.
4. Tulus – S/T (2011)
Kehadiran Tulus boleh jadi merupakan angin segar bagi industri musik di awal era 2010-an ditengah geliat boyband dan girlband yang saat itu sedang marak di Indonesia. Membawa unsur jazz mulai dari bossanova, dixieland, dan balada yang ringan, halus, tetapi masih terdengar begitu pop membuat Tulus melaju ke garda terdepan solois terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini. Meskipun awal kemunculan debutnya tidak langsung membuat Tulus menjadi sosok yang fenomenal, album ini dapat membuktikan bahwa musik jazz yang kental dengan spirit do-it-yourself dalam produksi dan marketingnya tidak lagi tersegmentasi dan mampu menembus pasar mainstream. Selain itu pula, kehadiran Tulus boleh jadi menjadi pemicu banyak musisi yang kemudian membuat lagu dengan lirik cerdas, puitis, dan penuh dengan kosakata yang terdengar sastrawi.
5. Raisa – S/T (2011)
Tidak bisa dipungkiri kalau saat ini Raisa menjadi garda terdepan solois wanita Indonesia yang kemudian menjelma menjadi diva. Meskipun lebih dikenal di jalur pop yang lebih mengedepankan lagu-lagu balada, album debut Raisa yang rilis di bawah Universal Records ini cukup banyak menampilkan unsur R&B neo-soul di beberapa lagu seperti “Serba Salah”, “Cinta Sempurna”, “Bersama”, ataupun “Could It Be”. Satu hal yang tidak lagi ditampilkan Raisa ketika merilis album-album berikutnya. Membawa paras yang menawan dan lagu yang ear catching di album debutnya, Raisa pun resmi menjadi saingan yang berbahaya bagi para solois wanita Indonesia lainnya. Dan itu benar terbukti sekarang.
6. Danilla – Telisik (2014)
Skena musik independen boleh jadi merasa sangat bahagia ketika Danilla pertama kali muncul dengan debut albumnya Telisik di 2014. Parasnya yang menawan ditambah dengan kemampuannya menulis lagu yang puitis dan kepribadiannya yang terkesan apa adanya saat tampil live off-air sangat menarik perhatian kaum adam, terutama kaum lelaki penggiat musik independen. Album yang rilis di bawah label indie top Demajors ini menampilkan 13 lagu bernuansa retro jazz era 50-an a la Ella Fitzgerald, Billie Holiday, dan Sarah Vaughn. Meskipun keseluruhan album ini terdengar monoton alias tidak ada sesuatu yang menggelegar (selain paras cantik Danilla tentunya), album ini cocok kalau didengar saat malam hari. Bisa itu ketika menembus lengangnya perjalanan tol di malam hari ataupun sebagai pengantar tidur menyambut esok pagi yang lebih baik.
7. Barasuara – Taifun (2015)
Barasuara memang dikenal sebagai band yang sangat menjunjung tinggi segala sesuatu berbau Indonesia. Meskipun secara musikalitas tidak mengandung budaya Indonesia, tetapi lirik yang penuh makna sastrawi (bahkan diantaranya menggunakan bahasa sansekerta) dan penampilan mereka yang kerap menggunakan batik patut diacungi jempol. Debut album mereka Taifun cukup overrated di kalangan pecinta musik indie karena membawa sesuatu yang baru di tengah musik folk yang saat itu lagi gandrung. Sukses debut album mereka kemudian diikuti dengan tour promo yang dinamakan “Taifun Tour” pada tahun 2016 dimulai dari Yogyakarta dan berakhir di Jakarta. Album ini memang fenomenal dan berhasil membawa Iga Massardi cs. melaju sebagai garda terdepan band indie yang dimiliki Indonesia.
8. White Shoes & The Couples Company – S/T (2005)
Selain Sore, band indie yang sukses membawa pengaruh retro pop 70an mengena di hati anak muda adalah White Shoes & The Couples Company. Debut album self-titled mereka yang rilis dibawah label Aksara Records ini sukses menawarkan pengaruh musik pop Indonesia era 60an dan 70an a la Chrisye dan Guruh Soekarno Putra yang kental ditambah dengan lirik yang sastrawi. Tahun 2007, album ini sempat dirilis oleh label Amerika Serikat bernama Minty Fresh. Sampai hari ini, rilisan fisik debut album mereka masih dicari banyak kolektor. Diantara para penjual, tak tanggung-tanggung mereka memasang harga ratusan ribu rupiah hanya untuk versi kasetnya saja!
9. HiVi – Say Hi! To HiVi (2012)
Kelompok musik yang awal pembentukannya terdiri dari Ezra Mandira, Febrian Nindyo, Dalila Azkadiputri, dan Ilham Aditama ini mengusung warna retro pop dengan vibe musik pop tahun 90an akhir. Keseluruhan lagu yang terkesan ceria dan sangat relate dengan kehidupan anak remaja yang baru puber ini mengisi penuh debut album HiVi yang rilis di bawah label Universal Music Indonesia ini. Apalagi HiVi memiliki keunikan tersendiri berupa suara Dea yang terdengar lucu dan jazzy. Sayangnya, ini adalah album penuh HiVi dengan Dea sebagai vokalis perempuan sebelum mengeluarkan beberapa single sampai akhirnya Dea sendiri cabut dari HiVi digantikan Neida Aleida pada tahun 2016.
10. Homogenic – Epic Symphony (2004)
Skena musik independen di Kota Kembang, Bandung memang cukup didominasi musik-musik cadas seperti punk, metal, hardcore, dan sejenisnya. Di tengah arus deras musik cadas di kota Bandung, awal 2000-an muncul Homogenic membawa warna musik baru: electronic pop. Dalam debut album yang rilis dibawah label FFWD Records, Homogenic lebih mengedepankan unsur trip-hopdengan balutan musik elektronik yang terdengar kelam dan gelap. Setelah merilis Epic Symphony, Homogenic yang saat itu masih dengan Risa Saraswati sebagai vokalis pertamanya sempat merilis album Echoes of the Universe (2006). Setelah Risa Saraswati cabut dan digantikan oleh Manda, Homogenic yang sekarang berganti nama menjadi HMGNC mengubah image musik mereka dengan tetap mengusung electronic pop, tetapi terdengar lebih terang dan ceria.
_____
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Solois Asal Binjai, Palep Angkat Kisah Masa Lalu di Single Kedua
Solois asal Binjai, Sumatera Utara bernama Palep resmi merilis single kedua bertajuk “You Still Call My Baby” hari Sabtu (30/11). Lagu ini bercerita tentang seseorang yang terjebak di situasi yang tidak bisa melupakan semua …
High No Man Menghadirkan Karya Reggae Dub yang Berbeda
Proyek reggae dub asal Tuban, Jawa Timur bernama High No Man resmi meluncurkan maxi-single bertajuk More High yang berisikan 2 lagu yaitu “Beat Down Babylon” dan lagu yang berjudul sama dengan maxi-single. Materi ini …