10 Lagu Indonesia Tentang Pekerja
Meskipun kata ‘Buruh’ berkonotasi sebagai pegawai rendahan, pekerja kasar, dsb, namun pada dasarnya, buruh, pekerja, tenaga kerja, maupun karyawan adalah sama, ya kami pun jurnalis termasuk di dalamnya. Mereka yang harus berjibaku melewati hari-hari untuk melakukan pekerjaannya dari pagi sampai malam hari.
Itu mengapa setiap tanggal 1 Mei, kami dan triliunan buruh selalu merayakan hari Buruh dengan gegap gempita, meskipun dengan caranya sendiri-sendiri. Meskipun di tengah suasana menjelang Idul Fitri namun hari Buruh tetap dirayakan dengan sukacita, meskipun kami tidak yakin akan ada banyak teman-teman pekerja yang akan turun ke jalan.
Untuk merayakan satu Mei tahun ini, Pophariini khusus membagikan beberapa lagu yang berbicara tentang kami, mereka, tentang kita, buruh, pekerja yang tetap semangat dan tak lelah untuk menuntut hak untuk hidup yang lebih baik.
Simak bersama.
Koes Plus – Jemu
Secara ringan namun dalam, lewat “Jemu”, Koes Plus memotret situasi hidup mereka sebagai seorang pekerja seni yang saban hari selalu menghibur orang tiap malam. Semua dilakukan mereka demi mencari uang. Sebuah cerminan universal untuk menggambarkan pekerja yang tiap hari berjibaku melawan waktu demi mencari sesuap nasi. Ironisnya, lagu ini dirilis tahun 76 di album Hard Beat, namun kenyataan ‘kejemuan’ dalam bekerja ini masih tak berubah sampai hari ini.
Iwan Fals – PHK
Iwan Fals melihat kenyataan paling pahit dari kehidupan seorang buruh, yaitu dipecat alias di-PHK. Kita melihat kenyataan atas situasi yang selalu relevan di tiap era, sampai hari ini, terlebih situasi pandemi yang menyedihkan. Inilah potret Iwan Fals soal buruh yang paling miris.
Sore – Map Biru
Salah satu hal yang paling menyedihkan dari seorang pekerja adalah momen dimana seseorang berada dalam situasi untuk melamar menjadi pekerja. Momen ini yang ditangkap Ade dan membekas di ingatannya. Sebuah momen ironis ketika ia melihat orang yang ingin melamar kerja tapi ditolak dimana-mana, sedangkan ia baru saja keluar dari sesi interview di sebuah Bank yang sengaja dibuat ‘berantakan’ olehnya sepulangnya dari Amerika.
Seringai – Membakar Jakarta
Buruh atau pekerja dan selalu identik dengan rutinitas yang membosankan. Mereka tidak tahu kapan ini akan berhenti dari rutinitas dan mereka bisa mencari kebebasan dan kebahagiaan. Lewat lagu dan visual yang digambarkan dari videoklipnya, Seringai menyanyikan kesalnya hidup dan bekerja di Jakarta dengan segala macam carut marutnya hal yang terjadi.
The End – Kelas Pekerja
Di lagu ini, band punk/oi asal Jakarta ini menggambarkan keseharian kelas pekerja dengan lirik dan lagu yang sederhana dan sing-a-long. Ada kisah cinta di sana yang menggambarkan bahwa pekerja juga manusia biasa.
Tika And The Dissidents – May Day
Lewat lagu yang ada dalam track 11 dalam album The Headless Songstress adalah anthem atau ‘panggilan beribadah’ kepada buruh, meninggalkan rutinitas pekerjaan mereka sejenak turun ke jalan. Lagu ini juga ingin menunjukkan pentingnya buruh dalam pembangunan dan kehidupan modern dari dulu sampai hari ini.
Netral – Sibuk
Berbekal lirik puitis yang unik, Netral dalam Album Minggu Ini menggambarkan situasi hari-hari yang dilewati pekerja di Jakarta yang digambarkan berulang-ulang kali sebagai ‘lingkaran sibuk’ dan ‘mesin-mesin yang dipompa’ begitu pagi menjelang. Bagaimana situasi kerja yang digambarkan sebagai ‘ruang penuh api’, sangat menyentuh.
Brandals – Ode Pinggiran Jakarta
Dengan cermatnya, Eka memotret sulitnya situasi hidup seseorang (atau mungkin dirinya) yang tinggal di sub-urban berjibaku ke jantung kota untuk mengadu nasib dengan melamar pekerjaan yang layak untuk kehidupannya. Lagu ini diambil dari track 4 album Audio Imperialist (2005),
Bangkutaman – Pekerja
Di single yang masuk dalam EP Rileks (2017), band asal Jogja yang telah hijrah untuk bekerja di Jakarta ini menggambarkan buruh atau pekerja dalam menjalani hari-harinya. Buruh kantoran seperti mereka yang harus berjibaku menghabiskan jam demi jam tanpa bisa kompromi.
Innocenti – insanloba
Penjelasan gitaris Trisno Agung soal lagu yang ditulisnya ini tegas adanya. Menurutnya lagu ini didedikasikan untuk setiap insan atas pelanggaran hak yang mereka terima dari kemajemukan sistem yang dibangun untuk kepentingan pribadi dan golongan, seperti kaum buruh, masyarakat kecil atau pinggiran yang berada di kota-kota besar. Lagu ini sendiri dirilis bertepatan dengan Hari Buruh Sedunia 2013 silam dan ada di dalam mini album kompilasi mereka yang bertajuk The Singles: 2008-2014.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
CARAKA Suarakan Berbagai Emosi di Album Terbaru NALURI
Unit pop asal Tegal, CARAKA resmi luncurkan album bertajuk NALURI (15/12). Melalui sesi wawancara yang berlangsung pada Senin (16/12), CARAKA membagikan perjalanan band dan hal yang melatarbelakangi rilisan terbarunya. CARAKA merupakan band …