10 Musisi Medan yang Wajib Disimak

Sep 7, 2022

Pada artikel sebelumnya, saya menyebutkan bahwa skena musik underground Medan akan terus bergerak dengan gejolak, dinamika, dan siklusnya sendiri.

Seiring dengan pandemi yang mereda, acara musik kini mulai mendapat izin untuk digelar kembali. Beberapa kolektif terlihat langsung bergerak, mengorganisir gigs mandiri, berangkat tur, dan berbagai kesibukan lainnya. Venue kini pindah ke coffee shop, kolaborasi lintas genre dan skena mulai terlihat, nama baru bermunculan, dan beberapa nama yang sempat lama vakum kini aktif kembali.

Saya sendiri bingung ketika harus menulis daftar 10 nama menarik di skena musik Medan saat ini.

Banyak nama yang muncul di kepala, saya memilih untuk tidak memasukkan nama yang sudah lama vakum. Beberapa nama yang sudah dirilis oleh label luar kota Medan, sebut saja Nartok – Sun Eater, Fingerprint – Lawless/Disaster, Djin – Blackandje, No One Cares/Pleazures and Pain – Greedy Dust, Jere Fundamental – Def Bloc, Hello Benji and The Cobra – La Munai, Pullo – Ordo Nocturno, dan yang lainnya.

Saya Fandi Abdullah*), berikut ini adalah beberapa nama pilihan saya,


Afif Nabawi

Afif sejatinya adalah seorang solois gitar, satu buah album dan dua buah EP sudah dirilisnya. Reverse Futura, rilisan terbarunya hadir dengan warna yang berbeda dibandingkan rilisan sebelumnya. Terdengar lebih laidback, riff, melodi gitar dan permainan looping mendominasi warna musik yang ditawarkan Afif.

 

Beetleflux

Sudah jadi wawasan umum kalau Medan itu didominasi oleh musik yang berdistorsi. Beetleflux hadir dengan musik dream pop, reverb, jangly dan tremolo gitar yang dominan dan vokal yang tipis membuat mereka terdengar asing. Satu album, dan tiga buah EP, walaupun jarang mendapat panggung, namun Beetleflux tetap konsisten merilis lagu. A Lullaby For The Tired People adalah single terbaru mereka yang kini juga hadir dalam formasi dan personil yang baru.

 

Disobey

Alasan utama saya memilih Disobey karena album mereka, Momentum, adalah salah satu rilisan all time favorit saya dari Medan. Disobey memainkan crossover hardcore punk/trash metal. Vokal Karina yang penuh amarah dan lirik yang kritis menjadi paket yang pas untuk dinikmati.

Disobey baru menyelesaikan Don’t Judge tour ke pulau Jawa di bulan Juni yg lalu. Sudah tiga album, masih bertahan dan tetap solid sampai sejauh ini, Disobey juga terlihat sedang dalam proses rekaman saat ini.

 

Helanuansa

Sebagai pecinta musik alternatif, terutama yang berkiblat ke Amerika, saya dengan sangat mudah dapat menikmati musik yang ditawarkan oleh Helanuansa. Ada masa dimana album Terbitlah Terang hampir saya putar setiap hari, dari awal sampai akhir. Saat ini, Helanuansa tengah memetik hasil dari kerja keras mereka. Mereka menjadi opening act untuk Pusakata yang baru saja menjalani tur di Sumatera Utara. Set mereka semakin solid, dan selalu mendapat respon balik berupa sing along yang riuh dari crowd.

 

Inthesky

Inthesky adalah band fusion rap dengan pengaruh jazz yang kental. Bisa dibilang Inthesky adalah band all-star. Para personilnya sebagian adalah session player dan juga music producer. Skill bermusiknya sudah tidak diragukan lagi. Penampilan mereka di panggung sudah pasti lebih menarik dibandingkan hanya mendengar audionya. Semua instrumen bekerja dengan baik, nyaris tanpa cela. Saat ini Inthesky sedang menjalani program sebagai salah satu band terpilih di Irama Kotak Suara.

 

Kognes Park

Salah satu band yang tersisa dari studio Kirana ini eksistensinya memang tampak samar, mereka sudah merilis tiga buah single, namun belum pernah manggung juga sampai saat ini. Bermain di area dream pop ala The Radio Dept, mereka terdengar begitu segar diantara band-band baru lainnya.

 

Moongazing and Her

Moongazing and Her adalah salah satu proyek musik dari Aji, sosok yang memiliki banyak proyek musik di antaranya Shadowplay, No One Cares, dan Pullo. Aji juga adalah sosok di balik Broken String Record. Moongazing and Her bermain di area dream pop, dan sebagian besar personilnya wanita. Saat ini mereka sudah merilis dua buah EP, dan mulai tampil di panggung besar, seperti di perhelatan latihan Pesta Pora kemarin.

 

Psychotic Villagers

Band yang sempat hampir menghilang dari peredaran karena personilnya sudah berpencar. Saat ini, hanya Adrian yang tersisa dari formasi awal. Perlahan, dengan bantuan personil tambahan, Psychotic Villagers mulai aktif kembali. Single baru mereka mendapat respon positif, menjadi theme song di sebuah festival, menjadi band pembuka penampilan Pamungkas, dan mulai rajin manggung kembali. Akhir tahun ini mereka berencana untuk merilis album perdananya.

 

Raihan

Salmon adalah lagu perkenalan Raihan yang pertama saya dengar, melodi piano yang menyelimuti beat sepanjang lagu mengingatkan saya terhadap Loyle Carner. Saat ini Raihan sering terlihat di panggung sebagai backing vokal untuk Nartok. Raihan juga telah merilis album penuh pertamanya, Matamorfosis, dan beberapa single yang terus dirilisnya secara mandiri. Produktif, dan ulet, Raihan masih terus berusaha menemukan jalannya sendiri.

 

Rizki Nugroho

Sosok misterius yang satu ini sudah merilis enam buah single di digital streaming platform. Namun, sampai saat ini saya baru sekali menyaksikan penampilannya, itu pun Rizki hanya tampil memainkan satu lagu. Rizki mungkin masih belum siap untuk tampil di panggung, dan memilih untuk menyalurkan hasrat bermusiknya di dalam studio. Rizki sendiri tidak bisa memainkan instrumen musik, dia mengandalkan intuisinya dan bantuan Bio (produser) dalam meramu sebuah lagu.

 

Vintage Glasses

Unit hard rock/rock n roll satu ini bukanlah nama baru, sudah eksis lebih dari sepuluh tahun dan beberapa kali mengalami pergantian personil. Vintage Glasses memang kurang produktif dalam hal rilisan, mereka baru merilis satu buah EP dan satu buah album. Namun, semangat mereka untuk terus bersenang-senang bermain musik menjadi pemantik api bagi band-band lain yang terkadang lupa untuk tetap bersenang-senang dalam bermusik.

 

Yoko City Ghost

Yoko City Ghost adalah moniker dari Ari, sosok dibalik Degil House, yang saat ini menjadi rumah dan banyak membantu rilisnya band-band baru di bawah naungan Ringo Records. Yoko City Ghost mengambil pengaruh kuat The Beatles, khususnya John Lennon sebagai referensi musik mereka. Saya sangat terkesan saat melihat penampilan panggung mereka kemarin, formasi band dengan tambahan dua backing vokal, serta style retro dan penuh corak bunga, satu paket audiovisual yang sangat menarik.

 

*) Fandi Abdullah adalah penulis dan pemerhati skena musik di Medan


 

Penulis
editorial

Eksplor konten lain Pophariini

Lirik Lagu Empati Tamako TTATW tentang Mencari Ketenangan dan Kedamaian

Penggemar The Trees and The Wild sempat dibuat deg-degan sama unggahan Remedy Waloni di Instagram Story awal November lalu. Unggahan tersebut berisi tanggapan Remedy untuk pengikut yang menanyakan tentang kemungkinan kembalinya TTATW.     …

Di Balik Panggung Jazz Goes To Campus 2024

Hujan deras di Minggu siang tak menghalangi saya menuju gelaran Jazz Goes To Campus (JGTC) edisi ke-47 yang digelar di FEB UI Campus Ground, Depok pada Minggu (17/11).  Bermodalkan mengendarai motor serta jas hujan …