10 Pesona Musisi Perempuan Kota Bengawan Solo
Ketika menulis tentang musisi perempuan Kota Solo, terlintas pikiran ini: perlukah kita menciptakan gelar baru selain “Diva” untuk perempuan yang sukses di industri musik?
Keterlibatan perempuan dalam dunia musik tidak hanya terbatas pada bidang bernyanyi, tetapi juga meliputi produksi musik mereka sendiri dan terlibat langsung di belakang panggung. Dalam kehidupan industri musik yang serba sibuk, perempuan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan. Mereka tidak hanya mampu menciptakan jejak, tapi juga menghibur dan menawan hati melalui karya-karya mereka.
Perempuan tidak hanya menjadi ikon dalam dunia musik, tetapi juga mewakili perjuangan dan sebuah keberhasilan. paling tidak perempuan dapat bebas memilih dalam mengekspresikan bakat dan kreativitas mereka di ranah yang sering didominasi oleh laki-laki.
Selain dari apa yang telah saya ketahui sejak awal menulis ini, saya menjadi semakin penasaran dengan siapa saja musisi perempuan berpengaruh di Kota Solo, terutama yang masih muda dan terlibat dalam ekosistem musik Kota Solo. Apabila dilihat dari representatif Kota Solo yang menjunjung tinggi budaya Jawa, dan mengingat peran Sinden dalam pertunjukan Wayang maupun Gamelan, peran perempuan sangat begitu dibutuhkan. Saya yakin, Jika mereka terdaftar dalam suatu indeks, pasti akan ada banyak sekali musisi perempuan yang terlibat dalam ekosistem musik Kota Solo.
Setelah mencari beberapa informasi, tak menduga-duga ternyata banyak sekali daftar yang bermunculan dan sepertinya mereka semua cukup bisa dikatakan sangat produktif dalam berkarya. Jika ada kesempatan untuk menuliskan semuanya, saya merasa hal itu melebihi kemampuan saya sendiri dan menjadi batasan dari apa yang saya bisa lakukan. Namun, setidaknya saya akan merangkumnya dalam pesona para perempuan di ekosistem musik Kota Solo, meskipun rangkuman tersebut akan bersifat subjektif. Minimalnya, saya berharap rangkuman ini dapat memberikan gambaran tentang perkembangan perempuan muda di Kota Solo saat ini dan semoga rangkuman ini bisa menginspirasi perempuan di luar sana, terutama mereka yang belum berani menunjukkan kreativitas mereka.
Sekaligus pertimbangan musisi perempuan seperti Endah Laras, Waljinah, ataupun musisi senior yang belum saya ketahui tidak akan masuk dalam daftar ini adalah hal berat yang harus diperhitungkan. Meski begitu, semoga ini dapat menjadi acuan dan kita manfaatkan kesempatan ini untuk saling mengenal dan berkomunikasi dengan tujuan untuk saling terhubung lebih dalam dan bersama-sama mencapai kemajuan yang lebih baik. Saya yakin masih banyak juga perempuan hebat di luar sana yang mungkin masih sungkan untuk menunjukan karya-karya mereka yang spektakuler, dengan sedikit dorongan keberanian, mereka dapat memberikan kontribusi yang sangat berharga. Sekarang, mari kita lihat kehadiran gemerlap Putri Bengawan.
Ayu Mitha Radila (Produser)
Musik adalah bahasa yang tidak ada batasnya, hal itulah yg membuatnya jatuh cinta mengolah dan bereksperimen dengan suara, keuletannya belajar berbagai alat rekam membuatnya sering melakukan composing lagu, sound design, sampai proyek musik film scoring. Tidak dapat dipungkiri nama Ayu Mitha Radila hampir tidak akan pernah terlihat di manapun, Ayu adalah salah satu dari sedikit orang yang bekerja keras di balik layar untuk memastikan segalanya berjalan dengan baik, meskipun namanya mungkin tidak sering disebut atau dikenal oleh banyak orang.
Berkutat pada referensi pengolahan sound seperti Ennio Morricone membuatnya berani terlibat dalam scoring film. Di antaranya seperti, Mechanical Ghost (2017), Hari-Hari Radya Pustaka (2020), Solo Love Story (2022), Ludruk Dahulu Kini dan Nanti (2022), dan sedang dalam proses pengerjaan film tahun ini, Planet of Love. Ia juga sempat mengerjakan musik untuk pertunjukan teater mengenang seniman perempuan S. Rukiah bersama Kolektif Teater Mirat. Selain terlibat dalam produksi film dan teater, Ayu juga fokus pada manajerial. Ia membantu produksi seniman asal Siantar; Gracia Tobing di Lokananta (2019), Artjog (2019), dan Rumah Makam Virtual (2020).
Ibu dengan satu orang anak ini juga ambil bagian sebagai salah satu composer album Malinoa, 13 Years of Change (2023), dan terakhir produksi bersama band alternatif rock dari Solo, KOMA. Hemat saya, karena peran yang dimilikinya cukup begitu langka. Saya kira dengan pertimbangan yang matang, kontribusinya akan sangat berarti dan penting untuk ekosistem musik Kota Solo. Kita dapat belajar dan mengadaptasi praktik-praktik atau preferensi yang serupa dengan yang pernah Ayu kerjakan sebelumnya. Hal ini dirasa dapat membantu menciptakan ekosistem musik yang berkualitas.
Alodia Debulan
Berawal dari video cover musik yang disukainya, Alodia mendapat tawaran seorang teman untuk mengisi vokal untuk proyek musik Heriyok berjudul, “Sunshine”. Dan setelahnya, Alodia kemudian mendapat tawaran untuk membuat solo proyeknya Dibantu dengan beberapa kolega dan diproduseri musisi bernama Indra Permana, Alodia berhasil merilis debut single pertamanya bejudul Cut You Off (2023) sekaligus bersaaman dengan peluncuran video klip pertamanya melalui kanal Youtube. Sebagai seorang perempuan yang gemar menulis untuk menuangkan segala pikirannya, ia juga sangat menyukai musik Pop/RnB. Dalam gaya bermusiknya, ia banyak merepresentasikan inspirasi seperti Raveena, SZA, Jorja Smith, hingga Snoh Aalegra. “Single Cut You Off ” sendiri secara keseluruhan bercerita tentang sebuah kesiasiaan untuk mepertahankan sebuah hubungan dan refleksi atas kenyamanan hubungan yang pernah terjadi sebelumnya. Bagian “Long way back home, just to put us togther again” menyoroti bahwa adanya ketidakpastian, ketidakjelasan, dan kebingungan sebuah hubungan. meski meyakini akan ada keinginan mempertahankan hubungan, mereka menyadari bahwa perasaan cinta masa lalu tidak akan mengubah kenyataan. Bahkan mungking hanya akan menambah penderitaan.
Febriana Widyat Sari (Pengarsip dan Penulis)
Sebagai perempuan yang gemar menulis dan mendengarkan musik, Febri menyalurkan hobi itu semua dengan membuat sebuah kanal berita, Feedback Zine. Keterlibatan Febri di ekosistem musik telah ia lalukan sejak dirinya memulai di tahun pertama, bangku kuliah sastra, begitu juga dengan tawaran dari seorang teman untuk menuliskan berita untuk salah satu webzine di Jogja bernama rockisnotdead.net.
Pengalamannya tersebut membuatnya ketagihan untuk menulis buat diri sendiri dan berujung pada keputusannya membuat Feedback Zine. Dibantu dengan sang suami, Febri mengolah kanal tersebut secara mandiri. Febri juga mengatakan bahwa ketulusannya dalam menulis muncul karena kepeduliannya terhadap pentingnya pengarsipan, terutama dalam ekosistem musik sidestream Solo Raya. “eman banget kalo nggak saya tulis, sederhananya kami itu ingin melengkapi dokumentasi foto dalam wujud tulisan, terserah nanti kalo nggak ada yang baca yang penting ini bisa menjadi catatan arsip”.
Konsistensinya dalam menulis ini terkadang membuat Febri harus menembus dan menerjang hujan untuk datang ke sebuah gig. Tak jarang juga biasanya Febri juga terpaksa datang ke gig sendirian dan meninggalkan sang anak dan suami di rumah. Hari – hari sebagai ibu rumah tangga, Febri juga mengatakan dirinya tidak akan melupakan kewajibannya sebagai seorang ibu, selain itu semua Febri juga menjalani kesibukannya sebagai pengajar privat. Bagi dirinya hidup adalah sebuah pilihan, tak akan ada yang tahu seperti apa masa depan, tentunya ucapan rasa syukur atas kenikmatan terus mengalir padanya. Febri juga berpesan “Perempuan yang hidup di masa kini, lebih bebas memilih peran. Mari memahami dan menjalaninya dengan suka cita”.
Friska Danitar – VLAAD
Melalui proyek musik Dbeat/Black Metal (VLAAD) asal Karangdowo – Sukoharjo – Klaten, Friska memulai debut musik pertama kalinya sebagai vokalis dengan warna musik cenderung gelap. Memang sedikit yang bisa ditawarkan dari Afriska dalam kontribusinya untuk eksositem musik Solo. “Pada dasarnya aku suka mencoba hal baru, dan kebetulan sebelum band ini dibentuk kami bertiga sudah saling mengenal dulu”, ucapnya dengan percaya diri. Keberaniannya untuk bisa tampil di depan sebagai vokalis dari sebuah band kegelapan patut diperhitungkan, sebab ini menjadi peran dan minat paling kurang diminati dari sebagian perempuan, lantas piilhannya tersebut menurutnya akan menjadi paling unik.
Selain dirinya menyukai musik keras, alasan utama Friska mau ikut berproses bersama VLAAD adalah dirinya ingin mengungkapkan dan merilis segala kegelisahan yang selama ini Friska rasakan melalui lirik-lirik yang dibawakan. Sebelum tergabung dalam Vlaad, Friska mengisi kesibukannya sebagai tattoo artist di studionya sendiri Tatto Tusuk. Friska juga aktif dalam berkolektif dalam komunitas, Komune Liberata (Kartasura).
Sejauh ini VLAAD telah merilis demo, The Darkness Has Come (2022) secara mandiri dan EP, Mortem Bible (2023) melalui dua records label, Above Ltd (Yogyakarta) dan Altar Apokalips (Yogyakarta). Simak lebih lanjut dalam akun bandcamp mereka, saya kira representasi “Spook 4.0b” dapat kita gunakan untuk menjadi pengingat siapa diri kita sendiri dan track “Kiamat 13 Detik” dalam demo The Darkness Has Come adalah waktu kesempatan kita untuk lebih mawas diri.
Ketry Afifa – Son & The Little Flower
Lanjut menuju ISI Surakarta, Kampus seni memang selalu menjadi daya tarik tersendiri untuk pertumbuhan ekosistem musik sebuah kota. Pertemuan keduanya di sebuah perkuliahan yang sama, Kettry dan Chelvin, medatangkan ide menarik secara musikalitas, bahkan sajian audio dan visual yang selaras menjadikan keindahan Son & The Little Flower (SATLF) tidak akan bisa ditawar. Berawal dari proyek iseng video cover lagu, dari pasangan kekasih ini, kemudian menyajikan dua single, “Rendezvous” (2019), “Confusing Love” (2020) dan satu EP, Waiting Room (2020) yang berisikan empat lagu yang dirilis secara mandiri. Materi yang dibawakan SATLF merujuk pada warna musik dream pop seperti Beach House, Men I Trust, Pink Floyd, dan Cocteau Twins.
Ketry mengaku dulu masih suka kurang percaya diri untuk berada di depan panggung, tapi itu semua dapat berubah lebih baik seiring berjalannya waktu. Menurutnya berkat lingkungan yang suportif, bertambahnya intensitas bertemu dengan banyak orang, dan bertambahnya pengalaman, membentuknya lebih percaya diri sampai sekarang. Ketry juga menegaskan pengalaman berharga bersama SATFL ini tidak hanya membuatnya lebih percaya diri saja. Berkat itu, rasa penasaran akan olah vokal dan ketrampilannya bermusik juga semakin meningkat.
Saat ini SATLF sedang melakukan hiatus sejenak, kelahiran sang buah hati membuat pasangan ini sedikit melepaskan hiruk pikuk industri musik. Tapi kenyataannya dari lubuk hati paling dalam seorang Ketry masih tetap untuk melanjutkan proyek romantisnya itu, bahkan dirinya juga mengatakan akan ada side project untuk dirinya sendiri mendatang, yang pastinya bakal berbeda dengan apa yang musik sajikan SATLF sebelumnya.
Kharisma Priya
Butet, panggilan akrabnya, tumbuh dan berkembang di SMK Jurusan Musik, membentuknya menjadi seorang perempuan yang ahli dalam mengolah suara. Butet memulai debut single pertamanya yang berjudul, “Asa” (2024). Lagu ini dirilis secara digital oleh Woodhouse Records pada bulan Februari lalu, dengan aransemen musik yang dibantu oleh Nandang, yang juga merupakan seorang gitaris dan teman sekolahnya dulu.
Butet bercerita lagu yang baru dia rilis tersebut sebenarnya sudah dilahirkan dari tahun 2021, namun dengan keterbatasan yang ada, Butet lebih suka menyimpannya dulu untuk benar-benar dilahirkan di saat yang tepat. Pertemuannya dengan Nandang kemudian menjadi sebuah dorongan bagi Butet untuk terus melanjutkan proses bermusiknya. Saat proses produksi berlangsung, Butet merasa sangat terbantu karena selain Nandang, banyak teman lama sekolahnya yang turut membantu, sehingga dirinya tidak merasa kesulitan.
Lirik “Asa” ditulis oleh Butet sendiri dan menceritakan tentang harapan kepada perasaan cinta yang belum terungkapkan. Ketakutan akan penolakan membuat perasaan cinta itu terhenti dan tertahan, menjadi seperti gumpalan dilema. Sementara itu, waktu yang terus berjalan semakin sulit membuat perasaan itu dipertemukan.
Perempuan yang mengidolakan Etta James dan Janis joplin itu sadar, keputusan bermusiknya ini seharusnya dia lakukan sedari dulu, tapi hal ini tak membuatnya terus untuk berkecil hati. Selain bernyanyi Butet juga aktif menjadi penggiat teater bersama kelompoknya Mirat Kolektif, sudah banyak proyek teater dan kerja kantoran yang pernah dia lakoni. Butet juga mengatakan, disela kesibukan mengejar pendidikan magister, sebisa mungkin dirinya untuk terus konsisten berkarya.
Safina Nadisa – Jungkat Jungkit
Sebelum menjadi Jungkat-Jungkit, proses untuk mengetahui talentanya sendiri untuk menjadi seorang penyanyi, Adis awali dengan menyaksikan pertunjukan Solo Internasional Ethnic Musik (SIEM) di Kota Solo. Pertemuanya dengan beberapa kolega teman kuliah hingga seniman seperti I Wayan Sadre (Sono Seni) dan Gondrong Gunarto membuatnya makin sadar dan memantapkan diri untuk melanjutkan karirnya sebagai penyanyi. Sempat tidak mendapatkan ijin dari sang orang tua membuatnya sedikit merasa sedih, namun berkat sedikit dorongan dan bantuan dari sang paman yang kebetulan memiliki latar belakang sebagai seniman, Adis berhasil untuk kembali meyakinkan hati sang orang tua.
Pertemuan romantis antara Adis dan Said terjadi pada tahun 2013, Adis bercerita kedekatan mereka berdua berawal dari proyek musik senderhana di platform musik Soundcloud “gitaran ku kan pas-pasan, Said gitaris gitu, dia nggak bisa nyanyi, jadi kita mutual nih, sama-sama butuhin” Kegiatan mutual itu berujung dengan sebuah proyek musikalisasi puisi, proyek tanpa nama tersebut pertamakali memainkan puisi – puisi dari karya Adimas Immanuel.“ada satu puisi judulnya, “Jungkat Jungkit”, aku baca bagus banget filosofinya, apa segala macem, akhirya itulah jadi nama kita”. Adis juga menceritakan prosesnya bersama Said. Awalnya, mereka berdua tidak menyangka dan tidak memiliki ekspektasi tinggi. Namun, Jungkat-Jungkit akhirnya disukai oleh banyak orang, bahkan mendapatkan tawaran rekaman dari salah satu label rekaman.
Sejauh ini menyenangkan untuk mendengar Jungkat Jungkit, warna musik yang cerah seolah menggambarkan perjalanan romantis mereka berdua. Mulai dari single Jungkat-Jungkit, Kuku, Lengkung Pelangi dan semua perjalanan dalam sepuluh tahun ini dirangkum dalam satu album penuh berjudul Have a Nice Trip (2023). Adis berharap untuk Jungkat Jungkit ke depan, sebisa mungkin untuk segera melangsungkan pertunjukan tunggal Jungkat Jungkit, merayakan selebrasi atas lahir album pertamanya itu.
Sarah Fajri – Pvrplehaze
Perjalanannya menjadi sarjana desain sudah tercapai. Sebagai vokalis Pvrplehaze Sarah lalui dengan menyenangkan. Ia mengatakan pengalaman tur Jawa Timur bersama Catwari dan Fazzover selama seminggu penuh itu tak bisa dilupakan. Apalagi pengalaman pertama dalam perjalanan tur itu Sarah lalui sebagai satu-satunya perempuan yang ikut dalam rombongan. Sejauh ini Sarah mengangap, ini merupakan sebuah keberuntungan bisa bergabung dan mengisi ruang vokal di Pvrplehaze. Bersama Pvrplehaze sejak 2019 Sarah merasa band ini adalah sebuah keluarga baru baginya di masa perantauannya di Kota Solo.
Pengalaman bernyanyi Sarah dimulai ketika ibunya sering mendengarkan lagu-lagu jazz dan blues. Hal ini membuat Sarah penasaran dan mulai menirukan gaya bernyanyi apa yang dia dengarkannya. Karena rasa penasarannya yang besar pada teknik bernyanyi vibrato, Sarah kemudian mencari tutorial bernyanyi secara mandiri. “awal kayak aku ngulik-ngulik, gimana cara bisa ngeluarin vibra itu loh, nah ya udah gara -gara itu aku jadi sering nyanyi di situ”.
Pada dasarnya Sarah sudah menyukai musik sejak lama, tapi beruntung, keuletannya untuk belajar bernyanyi itu diketahui sang orang tua, hal ini menjadikan Sarah mendapatkan fasilitas lebih, untuk terus belajar mengolah vokal. Meski sempat bingung dan ragu untuk bergabung dengan Pvrplehaze, Sarah sangat berterimakasih kepada seluruh teman-teman Pvrplehaze, karena hobinya untuk mengulik dan mengolah vokal bisa diterapkan pada tempat yang tepat.
Seringkali bermain di lingkup gigs, Sarah juga mengakui terkadang dirinya masih merasa ketakutan untuk melakukan perannya sebagai vokalis. Terutama saat keadaan crowd gigs yang selalu pecah, sedikit tak terkontrol, kadang juga membuatnya gelisah dan makin waspada. Namun, sejauh ini dia percaya akan selalu ada orang-orang terbaik di sekelilingnya untuk melindunginya. Sarah mengatakan suatu kehormatan yang besar bagi dirinya, jika ada yang bernyanyi bersama dan saling menjaga saat bermain dan bernyanyi bersama Pvrplehaze. Sarah juga berpesan menurutnya penting untuk saling menjaga dalam pertunjukan gig, karena panggung atau ruang itu seharusnya inklusif dan bisa digunakan untuk bareng-bareng.
Shelma Salindri
Melalui Pregnant Pause Records, Shelma telah merilis satu album penuh pertamanya berjudul Catatan Si Pelupa (2022). Penggarapan album ini juga dibantu produser berbakat Alen Sahita, secara keseluruhan penulisan album ini diambil dari catatan hariannya dan bedasarkan pengalaman pribadinya sebagai seorang pelupa. Tak banyak yang bisa ditawarkan dari permainan musik dari seorang Shelma, akan tetapi kepolosannya dalam menulis lirik dapat menjadi sebuah persoalan yang lebih menarik, karena lirik yang dia tulis terasa lebih lugas dan jujur untuk dirasakan. Memang akan mudah menebak apa isi dari album penuh ini, tapi paling tidak sejenak untuk mecoba mendengarkannya dan menikmati lirik puitis penuh metafor itu.
Dan baru baru ini Shelma baru saja merilis Single “Dan Tak Masalah Aku Perempuan” (2023). Menyatunya musik dan visual memang harus benar benar dipikirkan, sangat selaras ketika melihat penggarapan kover single ini dikerjakan oleh seniman Hairembulan. Bekerja sama dengan komunitas Kembang Gula, lagu yang baru saja dirilis itu juga menjadi pilihan soundtrack proyek film pendek Payung Dara (2023). Sejauh ini Shelma tidak mau disebut sebagai musisi, karena alasan berkarya selama ini semata-mata hanya untuk media bercerita saja dan melepaskan penat setelah bekerja. Bersama ukulelenya yang berwarna kuning, ketulusannya membawakan lagu di atas panggung tak akan mengubah siapa dirinya ketika sedang bercerita. Meski sering merasakan grogi saat sedang melakukan pertunjukannya, Shelma mengaku sangat senang bisa bertemu dengan banyak orang, Shelma juga tidak menyangka keputusan untuk berkarya dan melakukan proses produksi musik maupun menulis, ternyata dapat mengisi ruang kosong dalam hatinya.
Tiya Rima
Kebiasaan mendengar musik jenis RnB dari sang ibu tertular begitu saja dan kegemaran sang kakak hobi bermain gitar selalu membuatnya penasaran bagaimana bunyi bisa dihasilkan menjadi sebuah lagu. Sempat berhenti dan meninggalkan musik untuk melakukan fokus pada proses pendidikannya. Tapi tetap saja, hatinya selalu merasa terpanggil dan tergerak untuk benar-benar mencintai musik sepenuh hati. Sepintas memang sejak kecil kesehariannya seperti selalu dikelilingi dengan musik, namun tidak mudah untuk menjadi seorang Tiya Rima. Perjalanannya berkarir sebagai seorang musisi harus Tiya awali dengan perasaan kurang menyenangkan dan penuh dinamika juga peruntungan.
Untuk memulai itu semua Tiya harus bekerja sambilan untuk mengumpulkan biaya rekaman pertamanya. Namun sebelum itu, Tiya pernah ditolak tiga kali acara audisi vokal ternama. Justru ini tidak membuatnya menyerah begitu saja. Keputusannya untuk bertaruh pada karir sebagai seorang musisi dan meninggalkan pekerjaan kantor juga sempat tidak mendapat restu dari orang tua. Akan tetapi keberanian untuk memilih itu semua telah terjawab dari apa yang telah dilaluinya sampai sekarang. Sebagai perempuan yang menyukai sebuah perjalanan secara sendirian dan suka bertemu orang baru, membuatnya banyak belajar dan menghargai segala sesuatu menjadi lebih berharga.
Saat keputusannya benar-benar bulat untuk mejadi musisi banyak hal baik tak terduga menghampirinya, Tiya menganggap itu seperti kekuatan magis yang entah datang dari mana dan kepuasan batinnya selalu tercukupi untuk terus merasa bersyukur meski dalam keadaan apapun. Terkhusus untuk perempuan di luar sana Tiya berpesan “bagi siapapun, mau jadi apapun yang terpenting kita tau value apa yang mau kita kasih ke orang lain, karena value yang bisa bikin kita bangkit lagi”. Sejauh ini Tiya Rima telah merilis total 11 single secara digital dan satu rangkaian album penuh pertamanya berjudul, LAGOM (2023) yang dirilis digital melalui, Pregnant Pause Records.
Wirastuti Susilaningtyas – Handarbeni
Pengalamannya dalam bernyanyi sudah ia miliki sejak belia, dan lomba – lomba bernyanyi seperti acara pencarian bakat skala daerah pernah ia menangkan. Meski begitu ketrampilan dan kreativitas bernyanyi tumbuh alami begitu saja. Tutut bercerita keinginannya bernyanyi memang telah ada sejak kecil, namun dia masih mengingat betul dengan kata-kata yang pernah ibunya ucapkan “Kalo kamu pengen, nanti hidup bahagia, kamu harus menghidupkan seluruh tubuhmu”. Pengertian tersebut Tutut terapkan dalam kesehariannya, menurutnya itu bisa berlaku kepada siapapun karena semua proses untuk menjadi lebih baik akan tumbuh dan dimulai dari tubuh.
Sebagai penari sekaligus penyanyi, Tutut tak merasa kesulitan atas dualitas profesi yang sedang digelutinya itu. Justru ia menegaskan ada sebuah keselerasan yang membuatnya merasa bahagia saat dirinya bernyanyi maupun menari. Saat keduanya saling mengisi kekosongan, di saat dirinya merasa bosan menari maka dia akan bernyanyi, sebaliknya jika dirinya merasa bosan untuk bernyanyi maka dia akan menari. Namun, menarik disini adalah ketrampilannya bernyayi sambil menari adalah hal paling langka untuk ditemui.
Proyek musik yang dia kendarai itu awalnya adalah sebagai Duo Handarbeni bersama sang suami Yulianto. Karena banyaknya dorongan dan dukungan dari teman teman sekitar, Tutut memutuskan mnegubah format Duo Handarbeni menjadi sebuah band. Sekarang Handarbeni dipunggawai oleh Tutut (vokal) Yulianto (gitar) Sigit (gitar) Mahawang (bas) dan Daniel (kibor). Handarbeni sejauh ini telah merilis tiga single secara digital. Sajian warna musik pop yang dominan membuat musik mereka mudah dicerna dan nyaman untuk didengar.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …