18th Album 1st, MALIQ & D’Essentials: Dari Kafe dan Label Band Jazz

May 4, 2023
Maliq & D'Essentials 1st

Tinggal menghitung hari, MALIQ & D’Essentials akan menggelar konser tunggal 20 tahun. Berbicara tentang mereka, bagi saya hanya terfokus kepada dua hal, yaitu memori dan inspirasi. Memori masa-masa sekolah menengah, mengenal cinta monyet, hingga putus cinta, serta inspirasi bagaimana membuat lagu yang meaningful, timeless, dan selalu out of the box. Album perdana MALIQ & D’essentials, 1st yang memulai segalanya.

MALIQ juga sedikit banyak berpengaruh terhadap kehidupan sosial saya. Di mana ketika menyebut nama MALIQ & D’Essentials, beberapa teman langsung mengaitkannya dengan saya.

Album dirilis pada medio 2005, ketika saya masih duduk di bangku SD. Saya masih ingat, salah satu mantan tetangga di rumah lama yang memperkenalkan saya lagu “Terdiam”, salah satu single pertama MALIQ di album ini. Kemudian, videoklip lagu tersebut wara-wiri di televisi.

Saya baru benar-benar intens mendengarkan MALIQ di bangku SMA beberapa tahun kemudian. Sebagai seseorang yang masih awam dengan MALIQ, pilihan saya langsung jatuh kepada album perdana mereka, 1st.

Album MALIQ & D’essentials, 1st juga melengkapi daftar skena musik urban pop di Indonesia yang sebelumnya telah didahului oleh Humania, The Groove, Sova, Parkdrive, dan berbagai nama lainnya.

Tidak hanya membeli album MALIQ & D’essentials 1st saja, tetapi juga membeli CD album MALIQ yang lain, Free Your MindMata Hati Telinga, dan The Beginning of a Beautiful Life. Ketika itu MALIQ baru mengeluarkan empat album.

Album 1st sendiri hadir dengan perpaduan groove dan melodi yang solid. Tak heran bila para pecinta musik, terutama D’Essentials (sebutan untuk penggemar MALIQ) seperti jatuh cinta pada pandangan pertama ketika mendengar lagu-lagunya.

Pada masanya, album ini cukup ahead of time, di mana saya (dan mungkin beberapa pendengar lainnya) masih bisa merasakan relevansi dari materi lagu-lagu dalam album ini hingga sekarang.

Album MALIQ & D’essentials, 1st juga melengkapi daftar skena musik urban pop di Indonesia yang sebelumnya telah didahului oleh Humania, The Groove, Sova, Parkdrive, dan berbagai nama lainnya. Sekilas tentang urban pop adalah perpaduan antara musik pop dengan R&B, jazz, soul, dan funk. Di Indonesia, skena musik tersebut boleh dikatakan segmented. Namun, MALIQ berhasil membawa skena urban pop dikenal lebih luas oleh masyarakat.

EQ Puradiredja, sang produser bercerita soal album MALIQ yang diproduserinya. Sejak dahulu, pentolan duo Humania ini, selalu sharing berbagai musik keren kepada Angga dan Widi yang notabene adalah keponakannya.

Well, gue selalu merasa, tiga sampai lima album pertama MALIQ itu, like our babies. MALIQ-nya sendiri juga buat gue, it’s one of my babies yang selalu mengambil bagian dari awal. Bahkan, sebelum ada MALIQ, Angga dan Widi adalah ponakan gue yang selalu gue share musik-musik yang menurut gue keren. Itu udah jadi part dari interaksi dan ide gue untuk memberikan influence terhadap ponakan-ponakan gue,” ujar EQ.

EQ Puradiredja, sang produser, bercerita soal album MALIQ & D’Essentials, 1st yang diproduserinya. Sejak dahulu, pria yang juga dikenal sebagai pentolan duo Humania ini, selalu sharing berbagai musik keren kepada Angga dan Widi yang notabene adalah keponakannya.

Sejak dahulu, EQ memang memiliki visi untuk membuat sebuah terobosan baru di musik. Hal tersebut dilakukannya bersama Heru Singgih melalui bendera Humania. Pada era 90-an, Humania dikenal memberikan warna baru di industri musik dengan konsep musik yang melampaui zamannya. Konsep tersebut kemudian ia terapkan bersama MALIQ.

“Seperti ketika gue bersama Humania, we always produce karya yang memang never been done before. Kalau kita bikin karya yang udah pernah dikerjain orang lain, ya ngapain? Kita memang tujuannya bikin terobosan-terobosan baru. Saat itu memang MALIQ energinya seperti itu. Mereka sangat percaya sama gue untuk yok kita bikin sesuatu yang gokil sekalian,” ujar EQ.

Diakui EQ, ia sangat detail dalam proses pemilihan lagu, aransemen, sound, dan lain-lain. Baginya, album MALIQ adalah karya bersama yang tidak hanya dimiliki MALIQ sebagai artis, melainkan juga EQ sendiri sebagai produser.

Menurut Widi, album 1st didesain untuk sustained. Di mana album tersebut memiliki potensi untuk terus bertumbuh dan berkembang hingga sekarang

Di lain kesempatan, sang drummer Widi Puradiredja mengungkapkan, mula album 1st hanya dibuat khusus untuk dirinya sendiri dan personel MALIQ yang lain, bukan untuk masyarakat luas. Seiring berjalannya waktu, album ini memberikan impact yang luar biasa bagi industri musik Indonesia hingga hari ini.

“Album satu itu nggak nyangka, ya impact-nya besar buat industri musik. Padahal waktu kita bikin dulu, kita berharap impact-nya buat kita aja sebagai pemain. Lewat album ini, kita bisa membuktikan, minimal ke orang tua, bahwa kita bisa nge-band (tertawa), sampai situ doang. Kita nggak kepikiran orang akan menilai punya impact besar buat industri,” ujar Widi.

Menurut Widi, album MALIQ & D’essentials, 1st didesain untuk sustained. Di mana album tersebut memiliki potensi untuk terus bertumbuh dan berkembang hingga sekarang. Ia dan personel MALIQ lainnya merasa terkejut dengan perkembangan digital seperti sekarang, banyak pendengar baru album-album terdahulu MALIQ dari usia sekitar 20-an awal, terutama album pertama. Padahal, ketika album-album tersebut rilis, anak-anak tersebut masih berusia sangat kecil.

“Untuk hitungan anak umur 20 tahunan denger album pertama MALIQ itu, mungkin sama seperti gue dengerin Fariz RM pas zaman SMA. Dulu perasaan pas gue umur 20 tahun dengerin lagu zaman gue balita itu berasa lagu tua banget. Tapi, kalau sekarang gue liat anak umur 20 tahunan dengerin album pertama MALIQ tuh nggak berasa jadul. Padahal rentang usianya sama,” jelas Widi.

“Untuk hitungan anak umur 20 tahunan denger album pertama MALIQ itu, mungkin sama seperti gue dengerin Fariz RM pas zaman SMA”

Widi dan Angga sebenarnya sudah mulai ingin terjun ke dunia rekaman sejak akhir 90-an. Di mana ketika itu, EQ mendirikan studio bernama Swarabumi di Puncak yang melahirkan album-album penting dalam pembentukan skena urban pop di Indonesia, seperti Humania dengan Interaksi (2000), Ermy Kulit Saat yang Terindah (2000), dan Indra Lesmana Reborn (2000). Keduanya sering bermain ke studio tersebut dan sempat mengirimkan demo lagu kepada EQ.

EQ kemudian menyarankan Widi dan Angga untuk bermain reguler di kafe terlebih dahulu dengan tujuan mengetes market dan membentuk fanbase. Hingga akhirnya, terbentuk lah MALIQ & D’Essentials pada 15 Mei 2002. Awalnya, MALIQ (singkatan dari Music And Live Instrument Quality) merupakan konsep musik yang dicanangkan Angga dan Widi, sementara D’Essentials adalah band pengiring mereka.

Dua tahun setelah intens sebagai band reguler kafe, MALIQ mulai memasuki dapur rekaman pada 2004. Ketika itu, album 1st direkam di Ponpin Studio, studio musik legendaris milik Indra Lesmana dan Aksan Sjuman.

Maliq & D'Essentials 1st

Beberapa potret dari album pertama MALIQ / Dok. Pophariini

Diakui Widi, proses rekaman album 1st memberikan banyak inspirasi dan pembelajaran yang membentuknya sebagai produser musik seperti sekarang. Ia mendapatkan banyak sekali ilmu berharga dari para musisi legendaris yang sering nongkrong di studio yang berlokasi di bilangan Pondok Pinang, Jakarta Selatan tersebut.

“Setelah mang EQ tertarik dengan demo yang kita tawarkan. Akhirnya, kita diceburin ke studio Ponpin, yang isinya adalah nama-nama mengerikan semua (tertawa) seperti Indra Lesmana, Aksan Sjuman, Yance Manusama, dan lain-lain. Geng Ponpin ini, ketika itu lagi banyak project bersama. Buat gue dan Angga, Ponpin itu jadi ruang belajar banget mulai dari hal tentang industri, how to produce and write the songs, how to become a good musician, dan lain-lain. Gue, Angga, dan anak-anak yang lain semua belajar tentang itu di Ponpin. Para musisi ini ketika itu ide-ide kreatifnya lagi liar semua,” ujar Widi.

Menurut Widi, interaksi yang terjadi di Ponpin Studio menjadi pembelajaran berharga yang sangat memengaruhi MALIQ hingga sekarang, baik di dalam rekaman, maupun live performance.

Lewat album ini, formasi awal MALIQ yang terdiri dari Angga (vocal), Indah (vocal), Dimi (vocal), Widi (drum), Jawa (bass), Satrio (guitar), Ifa (keys), dan Amar (trumpet) membawa referensi musik yang tak lazim, yaitu sebuah sub-genre dari R&B bernama nu soul.

“Setelah mang EQ tertarik dengan demo yang kita tawarkan. Akhirnya, kita diceburin ke studio Ponpin, yang isinya adalah nama-nama mengerikan semua (tertawa) seperti Indra Lesmana, Aksan Sjuman, Yance Manusama, dan lain-lain”

Mereka membawa pengaruh dari beberapa musisi nu soul seperti Maxwell, Erykah Badu, Musiq Soulchild, dan lain-lain. Di mana lagu-lagu mereka kerap MALIQ bawakan ketika manggung di beberapa kafe dan bar seputar Jakarta medio 2002 hingga 2004. Nama-nama tersebut mungkin hanya diketahui segelintir orang saja di Indonesia. Kemudian, MALIQ membawa pengaruh tersebut ke masyarakat luas dan berhasil meledak.

Diakui Widi, pengaruh nu soul tersebut justru diperolehnya dari EQ. Di pertengahan tahun 90-an, EQ kembali ke Indonesia dari Australia dan membawa pengaruh musik yang ketika itu tak banyak didengar orang. Nu soul ini lah yang kemudian menyatukan kembali Angga dan Widi setelah sekian lama terpisah dalam hal eksplorasi musik.

“Gue sama Angga dari kecil memang suka main musik bareng, tapi sempat terpisah. Angga setia dengerin black music, sementara gue dengerin band-band alternatif. Suatu hari, Mang EQ balik dari Sydney dan membawa album pertama Humania. Kita sering ngumpul di acara keluarga, mang EQ kemudian membawa reference musik baru, salah satunya nu soul. Akhirnya genre inilah yang menyatukan kembali gue sama Angga,” ujar Widi.

Bahkan, di album ini, MALIQ tidak hanya memberikan pengaruh dari Maxwell, Erykah Badu, Jamiroquai, dan lain-lain secara implisit, melainkan juga secara eksplisit. Ada beberapa lagu dalam album 1st yang terang-terangan men-sampling salah satu lagu dari nama-nama tersebut. Sebagai contoh, nomor “R U in D Mood” yang mengambil bagian dari “Eachhoureachsecondeachminuteeachday: Of My Life” milik Maxwell, atau intro “Sampai Kapan” yang mengambil intro “Bag Lady” milik Erykah Badu. Hal tersebut baru saya ketahui setelah mendengarkan Maxwell dan Erykah Badu secara intens beberapa tahun setelah mendengarkan MALIQ.

di album ini, MALIQ tidak hanya memberikan pengaruh dari Maxwell, Erykah Badu, Jamiroquai, dan lain-lain secara implisit, melainkan juga secara eksplisit. Ada beberapa lagu dalam album 1st yang terang-terangan men-sampling salah satu lagu dari nama-nama tersebut

“Ide buat sampling itu sebenarnya, mungkin gue memang beneran nyampling. Tapi, gue masih belum ngerti kaya sound design yang benar itu seperti apa. Di era itu juga gue sering denger musik hip hop yang men-sample lagu-lagu lama. Gue ingin seperti itu. Tapi, masih belum ngerti tekniknya harus gimana. Akhirnya dengan lagu yang gue tau aja, part itu gue modifikasi lagi,” ujar Widi sembari tertawa.

Di tengah gempuran groove yang solid, di album ini pula, MALIQ masih memberikan ruang terhadap pendengar awam lewat anthem mereka, “Untitled”. Sebuah lagu akustik tanpa judul dengan melodi yang mendayu. Menariknya, di versi pertama album ini (2005), “Untitled” dimasukkan sebagai hidden track yang tidak termasuk dalam track list di belakang cover album. Karena hidden track, lagu ini kerap diberi judul “Track 14” oleh MALIQ dan beberapa penggemarnya era itu.

Awalnya, lagu yang secara khusus dinyanyikan Widi dalam rekaman tersebut berjudul “Ketika”. Menurut EQ Puradiredja, lagu tersebut memiliki materi yang kuat dan harus masuk sebagai track dalam album 1st.

“Untitled” dimasukkan sebagai hidden track yang tidak termasuk dalam track list di belakang cover album. Karena hidden track, lagu ini kerap diberi judul “Track 14” oleh MALIQ dan beberapa penggemarnya era itu

“Album pertama itu kan kita lagi pengen gaya-gayaan ya (tertawa), dengan musik yang wah gitu. Cuma begitu masuk ‘Untitled’, kok malah jadi gini ya? Cuma Mang EQ, Mas Indra, dan lain-lain yang gue pikir punya idealisme lebih tinggi dari gue,. Mereka meyakinkan gue, kalau lagu ini punya materi yang kuat dan harus masuk ke album. Supaya lebih natural, Mang EQ minta gue buat nyanyiin. Akhirnya, gue nyanggupin. Cuma, gue minta buat diumpetin jadi hidden track di album sebagai track ke-14,” ujar Widi.

Ketika album MALIQ & D’essentials, 1st rilis, single pertama yang dijagokan adalah “Terdiam”. Menurut Widi, “Untitled” tidak diniatkan menjadi single. Ketika album telah rilis dan MALIQ mulai manggung, banyak penonton minta untuk track ke-14 tersebut dibawakan. Akhirnya, Widi dan personel lainnya sepakat untuk menamai lagu tersebut “Untitled”.

Ada cerita menarik di balik “Untitled”. Ketika MALIQ menawarkan demo “Terdiam” ke Warner Music Indonesia karena alasan idealisme, pihak Warner menolak. Namun ketika MALIQ membawa materi “Untitled”, pihak Warner sepakat untuk bekerja sama dengan mereka dan merilis album tersebut.

“Waktu kita tawarin ‘Terdiam’, Warner nolak. Karena waktu itu lagi zamannya pop melayu kalau nggak salah. Mereka nggak ngerti sama lagu yang kita tawarin. Lalu, kita datang lagi ke Warner dan nawarin ‘Untitled’, mereka suka. Akhirnya Warner membuat persetujuan, mereka ingin men-signed dan membiayai album MALIQ dengan syarat, ‘Untitled’ harus jadi single,” ujar Widi.

“Waktu kita tawarin ‘Terdiam’, Warner nolak. Karena waktu itu lagi zamannya pop melayu kalau nggak salah. Mereka nggak ngerti sama lagu yang kita tawarin. Lalu, kita datang lagi ke Warner dan nawarin ‘Untitled’, mereka suka

Alih-alih di-signed oleh Warner Music Indonesia. Widi mengungkapkan, MALIQ dengan Warner bekerja sama dalam bentuk joint-venture. Dari album pertama hingga keempat, MALIQ selalu di bawah label yang mereka miliki, kemudian bekerja sama dengan Warner, salah satunya dalam segi distribusi. Sekedar informasi, album 1st dirilis di bawah label Souldout Records, label milik MALIQ terdahulu.

“Kita itu nggak pernah di-signed sama Warner, tapi kita joint-venture. Dari album satu hingga empat, kita selalu under label kita, yang ber-joint venture sama Warner. Kepemilikan master-nya itu 50:50, antara Warner dengan label kita,” ujar Widi.

Album ini juga diisi musisi-musisi papan atas yang mengganti peran dari beberapa personel MALIQ. Sebut saja Indra Lesmana yang mengisi Moog synthesizer di lagu “Terdiam”, “Kangen”, “Sampai Kapan”, dan “Blow My Mind”, Ali Akbar (ex-The Groove) yang mengisi Rhodes di lagu “Blow My Mind”, hingga Yance Manusama yang bermain bass di lagu “Harus Bagaimana” dan “Hadirmu”.

“Di saat itu, karena gue masih belajar buat produce, gue percayakan semua ke Mang EQ karena album itu konsepnya MALIQ masih gue sama Angga. Sementara D’Essentials-nya itu untuk di panggung. Makanya, kita menggunakan session player. Sebagai contoh, gue memang di album satu itu ingin ada Moog (synthesizer), yang punya alatnya cuma Mas Indra (Lesmana). Masak gue minjem alatnya mas Indra, nggak sama orangnya? Kan nggak mungkin. Jadi ya biar mas Indra saja yang pakai,” ujar Widi.

“Musisi-musisi pendukung tersebut dilibatkan untuk meng-upgrade karya MALIQ yang ketika itu secara musikalitas belum terlalu tinggi. Gue nggak bilang musikalitas mereka jelek, cuma itu memang konsep kreatif, konsep produksi, juga konsep marketing dari sebuah album,” ujar EQ.

Diakui Widi, momen musisi-musisi yang mengambil bagian di album 1st tersebut terjadi secara organik. Di mana, musisi-musisi tersebut memang sering nongkrong di Ponpin Studio.

EQ Puradiredja menambahkan, pemilihan musisi-musisi tersebut menjadi strategi marketing MALIQ sebagai band baru ketika itu. Baginya, album 1st harus memiliki musikalitas yang bagus dengan melibatkan berbagai musisi pendukung.

“Musisi-musisi pendukung tersebut dilibatkan untuk meng-upgrade karya MALIQ yang ketika itu secara musikalitas belum terlalu tinggi. Gue nggak bilang musikalitas mereka jelek, cuma itu memang konsep kreatif, konsep produksi, juga konsep marketing dari sebuah album,” ujar EQ.

Album perdana MALIQ & D’Essentials 1st hadir bersamaan dengan kemunculan perdana Java Jazz Festival di tahun 2005. Pada event ini, MALIQ pertama kali keluar dari zona nyaman setelah bertahun-tahun bermain reguler di kafe. Ketika itu, Java Jazz Festival kerap menjadi momentum band atau penyanyi dalam merilis album.

Kemunculan perdana MALIQ & D’Essentials di Java Jazz Festival berimbas pada penyebutan genre musik MALIQ yang kerap diidentikkan dengan musik jazz. Akibatnya, banyak orang yang mengidentifikasikan MALIQ sebagai band jazz

Tak disangka, penampilan perdana MALIQ & D’Essentials di Java Jazz Festival 2005 menuai kesuksesan besar. Setelah itu, MALIQ menjadi band dengan jam terbang yang dahsyat di industri musik Indonesia hingga detik ini. MALIQ pun kemudian hampir tak pernah absen manggung di Java Jazz Festival hingga menjadi ikon dari festival tersebut.

Kemunculan perdana MALIQ & D’Essentials di Java Jazz Festival berimbas pada penyebutan genre musik MALIQ yang kerap diidentikkan dengan musik jazz. Akibatnya, banyak orang yang mengidentifikasikan MALIQ sebagai band jazz. Hal ini juga kerap memicu perdebatan dari berbagai penggiat musik mengenai genre yang diusung MALIQ dan band-band serupa.

Bahkan, sejak awal Java Jazz Festival terbentuk, MALIQ & D’Essentials beserta band-band jazz serupa kerap menjadi the most awaited performance bagi para penonton festival tersebut.

Concern kita sih gini. Kalau misalkan label jazz ini menjadi marketing tools yang bagus. Why not? Karena saat itu event jazz lagi banyak, MALIQ dinilai mewakili masyarakat yang anak mudanya bisa masuk dengan bahasa band jazz atau jazzy, buat gue nggak jadi masalah,” ujar Widi.

EQ Puradiredja yang sempat menjadi program director Java Jazz Festival pun buka suara tentang hal tersebut. Dirinya dan Paul Dankmeyer (almarhum) –partner-nya di Java Festival Production- ditantang Peter Gontha untuk menjadikan festival tersebut sebagai festival musik terbesar di dunia. Akhirnya, EQ dan tim sepakat mengambil referensi dari North Sea Jazz Festival, festival jazz internasional di Belanda.

Concern kita sih gini. Kalau misalkan label jazz ini menjadi marketing tools yang bagus. Why not? Karena saat itu event jazz lagi banyak, MALIQ dinilai mewakili masyarakat yang anak mudanya bisa masuk dengan bahasa band jazz atau jazzy, buat gue nggak jadi masalah,” ujar Widi

“Jazz itu musik yang niche, berat, dan segmented. Gue berputar otak sama Paul. Karena Paul pernah di North Sea Jazz Festival, dia memberikan masukan, festival jazz nggak harus selalu musik jazz. Jadi kita sedikit meng-adapt konsep dari North Sea Jazz Festival, bahwa jazz festival itu nggak melulu harus jazz. It’s a music festival. Temanya itu jazz, mostly jazz musicians, tapi ada juga nama-nama yang non-jazz. Biar nggak boring juga sebenarnya,” ujar EQ.

EQ mengungkapkan, soal pelabelan MALIQ sebagai band jazz, kembali lagi kepada masyarakat yang menilai. Baginya, hal tersebut juga tak lepas dari ignorance masyarakat dan pihak media terhadap genre musik yang MALIQ usung.

“Jadi kalau penonton nanya, ‘MALIQ itu jazz ya?’, itu terserah penonton mau menilainya gimana. Sebagai contoh, kalau Slank main, apakah Slank menjadi band jazz? Kan enggak. Slank pun tetap kita mainin, tapi kita kasih elemen jazz, seperti brass section, Hammond organ, dan lain-lain. Intinya, Java Jazz is a music festival, dengan tema jazz, tapi yang non-jazz juga tetap ada,” ujar EQ.

Kembali pada konteks kerja sama yang dilakukan antara MALIQ dengan Warner Music Indonesia. Hingga saat ini, MALIQ beserta Warner masih melakukan kerja sama. Hal tersebut dibuktikan dengan berbagai penyanyi muda yang bernaung di bawah Warner Music Indonesia yang menyanyikan kembali lagu-lagu MALIQ dari album satu hingga empat dengan warna yang lebih fresh.

Momen penyanyi muda menyanyikan kembali lagu-lagu lama MALIQ bermula dari Rahmania Astrini yang menyanyikan ulang “Untitled”, Chintya Gabriella menyanyikan “Terdiam”, Rafi Sudirman menyanyikan “Heaven”, Eclat Story menyanyikan “Dia”, dan Mirriam Eka menyanyikan “Menari”.

Setelah 18 tahun, album 1st seolah tak lekang oleh zaman. Jadwal manggung MALIQ yang selalu padat setiap bulannya, hingga antusiasme pendengar muda terhadap lagu-lagu lama MALIQ, bisa memperkuat argumen, bahwa album ini tetap konsisten memberikan sesuatu yang fresh di tengah kemunculan band atau penyanyi baru.

Mari berharap semoga di Konser 20 Tahun MALIQ & D’Essentials pada 14 Mei mendatang, Angga cs akan menyanyikan penuh lagu-lagu dalam album 1st lengkap. Kalau boleh berharap, bersama dengan formasi awalnya, Dimi, Ifa, dan Satrio.

Maliq & D'Essentials 1st

Formasi pertama Maliq & D’Essentials / Dok. Pophariini


 

Penulis
Abie Ramadhan
Lulusan Ilmu Komunikasi, Pecandu black music, senang travelling dan main piano.
2 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
riri.mindar
riri.mindar
1 year ago

Beneran ini,
Lihat Humania Performance di HardRock Sarinah, ada Backing Vocal Kaka Dimi ( ada 1 lagi tapi krn tak terlalu terlihat jadi lupa apakah itu Kaka Indah atau bukan)

Krn ada Temen yg kerja di Hard Rock, jadi bisa ikut tanya2 sama crew

Emang Humania ada backing vocal ya?

Crew : emang tahu Humania?

Lah tahu lah, Abang ku pendengar Jazz, nah ini ada Soul Band Humania, dengerin, ada Sova juga

Crew : lha itu Backing Vocal sebenarnya juga vocalist Band Baru, Maliq D Essentials, itu kan Vocalis Cowok Keponakan Mang Eq

Lha mang iya , yg lagu Untitled itu sama apa ya lupa , iya pernah lihat Performance

Crew : iya bener , tanya deh sama Mang Eq

Mang boleh

Crew : tanya saja ,

Beneran tanya lho, walaupun jujur, ga berani deg deg deg an
Dan dijawab iya, …

Ga lama itu album 1st ada di salah store music
Padahal mah sudah denger, cuma emang belum sempat maen ke store music kali ya

Hahahahaah, semenjak itu dimana ada Maliq
Hadir
Event apapun termasuk JavaJazz
Beli tiket pas Maliq Performance

Paling ingaaaatttt
Pas banget itu ada Boogieman & Maliq
Ka Indah sedang Hamil
Ini adalah last Java Jazz di JHCC

Gokilllllll , Ibu Hamil tp power nya dahsyaattt

Fifi
Fifi
1 year ago

Tapi benerann looohhh!! Gue denger album 1st gak kayak lagi denger lagu jadullll

Eksplor konten lain Pophariini

Wawancara Eksklusif Kossy Ng dan Dimas Ario Spotify: Edukasi Stream dan Musik Berbayar Masih Jadi Tantangan Besar

Saat menentukan apa saja yang ingin diangkat untuk KaleidosPOP 2024, tim redaksi Pophariini langsung berpikir soal keberadaan platform streaming musik yang menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan perjalanan band dan musisi di era ini.  …

We Are Neurotic Mempersembahkan Album Mini Terbaru Asian Palms

Trio disco dan jazz asal Jakarta, We Are Neurotic menutup tahun 2024 lewat perilisan album mini terbaru yang diberi nama Asian Palms (13/12) bersama C3DO Recordings sebagai label naungan.     Album Asian Palms …