4 Lagu yang Memulai Segalanya: Di Balik Rekaman Pertama NAIF
Bubarnya band Naif menyisakan kesedihan di banyak penggemar musik di tanah air. Terhitung dari rekan-rekan musisi, publik figur sampai masyarakat umum menyatakan kehilangan mereka atas band kesayangan segenap pecinta musik Indonesia ini.
Genap 26 tahun, band yang berdiri sejak tahun 1995 ini resmi bubar lewat pengumuman yang dilontarkan David Bayu lewat kanal YouTube-nya. Beberapa waktu sebelumnya, Emil Hussein, mengumumkan hengkangnya ia dari band yang membesarkan namanya ini.
Ada beragam alasan mengapa band ini sampai bubar, namun kami tidak akan menceritakannya di sini. Tidak, karena menurut kami yang terpenting dari pudarnya sebuah band, bukan kepada mengapa mereka bisa pudar, namun bagaimana mereka menjalani hidup dan eksistensi mereka. Lika-liku dan cerita seru mereka semasa hidup lah yang layak menjadi cerita buat semua orang.
Untuk itu, kami menghadirkan cerita seru ini, tentang bagaimana mereka melakukan sesi rekaman untuk pertama kalinya di tahun 1996, satu tahun sejak Naif terbentuk yang ditandai dengan manggung pertama di Oktaria.
Naif tahun 1996 bukanlah Naif sekarang yang sukses menghibur puluhan ribu penonton. Back then. kelima personil Naif (ya, masih dengan kibordis Candra) tak lain hanyalah sekumpulan anak IKJ yang lapar akan hasrat dan ekspresi lain dari yang dari mereka dapatkan di kampus. Kala itu mereka adalah lima orang yang punya kesenangan dan mimpi yang sama untuk membawa kesenangan ini ke perusahaan rekaman.
Kami akan mengajak kalian untuk terbang ke masa lalu, ke satu hari biasa di tahun 1996, di sebuah studio kecil di daerah Jakarta Selatan, bersama Leonardo Ringo, sosok orang di luar Naif yang justru menjadi orang terdekat Naif pada saat itu yang membantu membidani rekaman awal band ini.
Buckle up, kita kembali ke masa lalu.
Naif rekaman pertama kali di tahun 1996, tepatnya di studio lo, apa namanya dan dimana alamatnya?
Nama studionya adalah Rumput Musik, letaknya di daerah Sinabung, Pakubowono, dekat Universitas Moestopo, Jakarta Selatan. Dan gue di sana sebagai co-founder yang kebetulan operate dan jadi engineer pada saat Naif rekaman. Selain gue, Rumput Musik juga digawangi oleh Yuka Dian Narendra, Adi Permana (kelak sound engineer-nya Pendulum) dan Dadas Napoleon.
Kenapa awalnya Naif bisa rekaman di tempat lo? Apakah lo sudah mengenal Naif sebelumnya?
Tidak, gue atau lebih tepatnya kita (berempat dari studio ini) gak ada yang kenal Naif waktu itu. Kita hanyalah empat anak PL (Pangudi Luhur) yang bikin studio 8 track yang memang tujuannya untuk merekam demo. Kenapa Naif bisa rekaman di Rumput Musik? Pada saat itu Teguh Priambada (alm.) musisi yang ngebawa Naif saat itu, kibordis Kidnap Katrina, anak IKJ angkatan ’92 ternyata juga alumni PL. Dari hubungan (sesama alumni PL-red) inilah Naif akhirnya bisa rekaman di sini.
Jadi Teguh yang meminta kalian merekam Naif?
Yes, suatu hari sebelum akhirnya Naif rekaman, Teguh datang dan ngobrol ke Yuka.
“Gue gak punya duit nih buat rekaman, tapi bandnya bagus, boleh gak gue buat demo di sini?” kata Teguh sambil membawa kaset rekaman tape kecil (tape wartawan-red) yang berisi suara kasar lagu Naif yang rencananya akan direkam.
“Ya sudah. Sikat saja,” kata Yuka saat itu, tanpa mendengarkan kaset yang dibawa Teguh.
Cuma pada saat itu rekamannya tidak benar-benar gratis, dianggap hutang.
Lalu Naif datang untuk rekaman…
Ya, pas Naif dateng, gue liat sih anaknya lucu-lucu. Waktu itu ya masih ada Chandra Sukardi, kibordis mereka, masih berlima, formasi awal. Ada empat lagu demo yang mereka rekam di studio ini, sesuai dengan urutan tracklist, yaitu:
1. Benci Libur
2. Sekali layar
3. Piknik 72
4. Just B
Gue sebagai engineer rekamannya, Teguh dan Naif sebagai produser dan Yuka sebagai co-producer.
Tujuan bikin demo ini apa awalnya?
Ya, yang pasti untuk dikirim ke label-label, karena pada jaman itu kan pola band untuk memulai kariernya masih ‘nawar-nawarin’ demo ke label.
Ada berapa shift yang mereka ambil di rekaman demo awal ini?
Mereka rekaman 4 shift, 1 shift-nya itu kalau di Rumput Musik waktu itu delapan jam dan harganya 150 ribu/shift. Tergolong murah sih untuk studio pada saat itu. Nah, Naif rekaman 4 shift dalam waktu 2 hari, mulai dari pagi hari sampai secukupnya.
Apa yang bisa digambarkan dari rekaman itu?
Yang jelas, dari kelima personil, hanya Emil dan Jarwo yang bawa instrumennya. Lainnya pakai alat di studio, drumnya Pepenk pakai di studio, gitar akustiknya David dan kibordnya Chandra juga pakai yang ada di studio. Dan sepertinya gitarnya Jarwo dan bass-nya Emil juga bukan proper instrumen ketimbang yang dipunyai mereka sekarang.
Di sesi rekaman itu gue ngeliat Emil yang menurut gue punya sense of producing ketimbang personil lainnya. memperhatikan dan mengurus sound, dll. Dan gue deket sama Emil pas demo, karena Emil kan ‘produser’ jadi lebih ngobrol sama gue. karena pas nge-take misal Chandra, personil lain ke luar, Emil ada di dalam.
Secara Naif baru memulai rekaman perdananya, apakah lo menemukan kesulitan sebagai engineer yang mengoperasikan rekaman di hari itu?
Gak juga, mereka sepertinya sudah tahu apa yang mereka mau. Ini terbukti dari sesi rekaman yang berjalan lancar. David dan Emil jarang mengulang, paling one or two take oke. Demikian halnya Pepenk yang temponya bagus banget. Ya, paling Jarwo sih yang lumayan menghabiskan waktu untuk mengulang, tapi itu bukan karena permainannya yang tak mumpuni, melainkan mencari melodi dan riff yang bagus. Tidak banyak BM (Banyak Mau-red), Naif sepertinya sudah punya konsep yang clear tentang bagaimana rekaman ini terjadi dan bagaimana musik mereka.
Ada cerita-cerita unik selama sesi rekaman?
Ada sih, ada dua. Pertama, David ngetake sambil boker (buang air besar-red).
Boker beneran?
Yoi, gini ceritanya. Jadi memang banyak terjadi eksperimen pada saat sesi rekaman. Yang paling gue inget ya David. Saat itu di salah satu lagu dari empat lagu tersebut, David pengin merasakan suasana ‘natural reverb’ dan jadilah ia nge-take vokal di kamar mandi.
Gue ngeh karena ada rekaman suara flush di sana. Saat itu gue yang berada di ruang kontrol nanya ke David.
“Vid, lo ngapain vid?”
“Gue kebelet boker nih, gak apa-apa ya?” Jawab dia sekaligus bertanya.
Ya, akhirnya rekaman itu tetap dilanjutkan. Dan ketika selesai, suara flush-nya tidak boleh dimatikan sesuai permintaan David.
Wah, menarik. Ada cerita lain lagi?
Ada lagi. Jadi di lagu “Piknik ’72”, Naif pengen ada suara Vespa di sana. Sesuai dengan lirik lagu itu, ‘naik vespa keliling kota,’ dsb. Tapi cilakanya saat itu gak ada yang membawa Vespa secara mereka bukan anak Vespa saat itu. Mereka pikir di studio gue ada semacam bank sound gitu, which is ada tapi hanya suara alat-alat musik, bukan special effect seperti suara vespa.
Lalu apa solusinya?
Gue punya ide saat itu untuk merekam langsung suara vespa. Jadi ya gue, Emil dan Pepenk jalan dari Sinabung ke POM bensin Pakubowono. Saat itu gue bawa DAT portable, mikrofon Sennheiser MD 421 dengan stand boom.
Sesampainya di sana, kita nunggu Vespa lewat yang mengisi bensin di sana dengan harapan kita bisa merekam langsung suara Vespa. Tapi selama berjam-jam gak ada penampakan Vespa sama sekali. Akhirnya begitu ada Bajaj datang, ya sudah kita merekam Bajaj pada saat itu untuk intro di lagu “Piknik ’72”. Gue bayar goceng saat itu untuk si supir Bajaj untuk sesi ‘ngetake suara bajaj’.
Gue penasaran, apakah tiga lagu demo ini aransemennya sama dengan yang di debut album mereka yang direkam Bulletin?
Gak jauh beda sih, paling kerasa sih kibordnya Candra karena ya studio rekaman proper channelnya ada 32, rekaman kibord sudah pasti banyak BM nya tuh. Lain di studio gue kan cuma 8 track, jadi memang hanya sekadar blue-print aja, meskipun suara vespa kudu masuk di rekaman.
Apa kesan lo ketika melihat mereka pertama kali rekaman?
Selain karena orangnya lucu-lucu, gue berempat kayak punya feeling kalau ini band bakal jadi gede deh. Itu kerasa pas selesai rekaman dan mereka sudah pulang, gue bilang ke Yuka pada saat itu, “I think mereka bakal besar deh”. Yuka pun merasakan hal yang sama.
Dan ketika mereka pada akhirnya masuk Bulletin dan sukses, kita jadi kaya ‘tuh kan bener’.
Tapi kerasa banget ya pada saat itu Naif memang band yang baru sekali rekaman?
Ya, kayaknya mereka pertama kali rekaman di studio proper itu ya di studio gue, dan mereka bisa tahu tentang sistem rekaman tracking etc. ya di studio gue.
Gue inget Pepenk pernah protes,
“Kok drum gue tipis?” tanyanya.
Gue jawab, “Ya kan drum lo 6 channel nih Penk, terus mixer gue kan 8 channel, jadi ya bas sama gitar harus gue pingpong (bounce) 6 track itu kita stereo, jadinya ter-compress, ada yang bass drumnya tipis,”
“Oh gitu ya,” kata Pepeng.
Ya kurang lebih pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang mereka baru tahu karena baru pertama kali rekaman.
Apa kesan lo ketika mendengar empat demo mereka pertama kali?
Pas saat itu, gue sih dengerin Naif sih bukan sesuatu yang baru sih waktu itu. Ya, waktu itu gue dengerin Beach Boys, Beatles. Naif membawa ekspresi itu sebenernya, dari musiknya, perpindahan kordnya, bukan sesuatu yang baru.
Tapi yang menarik dari Naif adalah lirik. Gue denger jaman itu gak ada lirik yang semenggelitik Naif. Kocak, tapi juga nostalgic dan sentimentil.
Setelah rekaman demo ini selesai, apakah lo pernah bertemu anak-anak Naif lagi?
Pernah, jadi setelah mereka rilis album pertama di Bulletin, Emil pernah ngontak gue dan bilang kalau mereka mau berkantor di lantai bawah di bangunan yang sama dengan kantor radio tempat gue bekerja (Radio M97FM) yang bertempat di jalan Borobudur, Jakarta Pusat.
Waktu itu, manajer mereka Baja. Dan saat mereka berkantor, gue kerap ketemu sama Emil, itu mengapa gue secara personal deket sama Emil. Hingga pada akhirnya gue bisa bikin project bareng dia bernama Mantra, yang isinya Gue, Zeke, Anda, Emil dan Yudi Arfani. Kita merekam lagu untuk soundtrack Pintu Terlarang.
Bagaimana kondisi master itu pada hari ini?
Itu dia, masternya itu sampe sekarang gak tau dimana. Waktu itu Emil juga pernah telfon gue, David Karto (Demajors) juga menanyakan perihal master tiga demo ini, untuk kepentingan mereka rilis vinyl.
Gue rasa demo itu lebih berharga dari albumnya. Karena ya penasaran, dulu lagu-lagu kayak “Piknik ’72” aslinya kayak gimana sih.
Bagaimana sistem bikin master jaman waktu itu?
Kalo sistem jaman dulu studio gue, sebenernya masternya pita reel tape, 1/4 inci (kalau studio rekaman kan 2 inci). Kebanyakan karena klien-klien kita yang sudah pernah rekaman di sini gak punya pemutar reel-nya, kita pindahin masternya dalam bentuk DAT dan CD gold. Dalam kasus Naif, DAT-nya kita kasih ke Teguh. Nah, CD gold-nya feeling gue ada di Bulletin.
Sebenernya selain Naif, siapa aja sih yang sudah pernah rekaman di studio lo?
Dulu kalau lo tahu ada kompilasi namanya Blender, isinya Bequiet, Kompor Bekas, band-band IKJ multi genre dari hardcore, punk, nah itu direkam di studio gue.
Mereka rekaman di gue (ini kalau gak salah) gara-gara mereka denger demo tiga lagunya Naif itu, plus ya juga gara-gara biaya rekamannya murah juga. Gue 150 ribu, 1 shift 8 jam lebih lama dari shift biasa. Kebanyang tuh, pas sesi rekaman Blender, itu anak-anak punk pada ngumpul semua di studio gue.
Lainnya paling random banget: ada Pendeta Kong Hu Cu pengen rekaman speech, ada Koor-nya Paragita, Band Cockpit, trus ada juga Discuss-nya mas Iwan Hassan. Again, balik lagi semua karena ‘PL-connection‘.
Gue penasaran, sampai sekarang pun mereka belum bayar sesi rekaman itu ya?
Belum [tertawa]. Tapi ya mereka ‘ngebayarnya’, ini menurut gue, dengan cara yang lain: Kalau lo cek di 3 album Naif pertama itu mereka kasih thanks to Rumput Musik.
______
ps: Sejak Naif mengumumkan bubar, Leo dan para pendiri Rumput Musik kembali kumpul untuk mencari arsip-arsip tentang semua klien yang pernah rekaman di mereka, termasuk Naif. Misi mereka: mencari master reel tape rekaman empat lagu demo pertama Naif. Mari kita doakan semoga master rekaman demo ini ditemukan.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Sambut Album Perdana, Southeast Rilis Single By My Side
Band R&B asal Tangerang bernama Southeast resmi merilis single dalam tajuk “By My Side” hari Rabu (13/11). Dalam single ini, mereka mengadaptasi musik yang lebih up-beat dibandingkan karya sebelumnya. Southeast beranggotakan Fuad …
Perantaranya Luncurkan Single 1983 sebagai Tanda Cinta untuk Ayah
Setelah merilis single “This Song” pada 2022 lalu, Perantaranya asal Jakarta Utara kembali hadir dengan single baru “1983” (08/11). Kami berkesempatan untuk berbincang mengenai perjalanan terbentuknya band ini hingga kisah yang melatarbelakangi karya terbaru …