5 Musisi Indonesia Favorit David Karto

Mar 16, 2025

Menyambut hari jadi yang ke-25 tahun tanggal 30 Maret 2025, label musik demajors mengadakan perayaan bersama rekan-rekan media sekaligus buka bersama di kantor mereka berlokasi di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan hari Rabu (12/02).

Dalam kesempatan ini, kami menemui David Karto selaku founder demajors yang sudah wara-wiri di permusikan Indonesia sejak tahun 2000 untuk mengetahui siapa saja musisi Indonesia yang menjadi favoritnya di sepanjang masa.

Sebelum ke topik utama, David lebih dulu menceritakan soal acara Media Day dan buka bersama yang sudah menjadi agenda rutin demajors setiap tahun.

 

Suasana Media Day di demajors / Dok. Gerald Manuel

 

“Selama masih bisa bersilaturahmi dengan konsep perjumpaan, itu selalu kami jaga,” kata David.

Pria yang pernah berkarier sebagai DJ ini juga mengungkapkan fakta menarik tentang modal ia mendirikan demajors 25 tahun lalu. Saat itu David mengeluarkan uang sebesar Rp 7 juta untuk demajors yang awalnya merupakan toko piringan hitam.

“Tentunya bagaimana gue sendiri shifting dari dunia yang sebelumnya ke dunia yang baru, tapi sebetulnya jembatannya sangat tepat sih. Dari seorang disk jockey, gue buka toko piringan hitam dulu, karena memang passion gue di situ,” jelasnya.

Sudah melalui banyak pergantian tren, David pun memaparkan pandangan soal perbedaan musisi di zaman awal demajors dan yang sekarang. Penulisan lirik diakui menjadi suatu hal yang berbeda dari musisi saat ini.

“Kalau yang sekarang tuh, puitisnya gila sih. Coba kita lihat Bernadya atau Nadin Amizah, cara ekspresi mereka jelas sangat punya ruang yang kontekstual. Jika berbicara soal warna, tingkatannya udah berbeda,” ucap David.

Menjalankan sebuah label musik yang bisa dibilang masih relevan sampai saat ini, tentu David merasa penting untuk terus mengikuti kemunculan musisi-musisi baru. Ia mengungkapkan prinsip yang dipegang bersama timnya masih rilis materi fisik sampai saat ini.

“Marwahnya kami melihat bahwa hal-hal yang menjadi kepentingan di dalam rekam jejak sebuah industri spesifiknya musik, kami melihatnya baik itu CD, piringan hitam, atau kaset tetap menjadi sebuah hal yang legit,” tegasnya.

Tiba di topik utama perbincangan, mari simak langsung musisi-musisi Indonesia yang menjadi favorit David Karto di bawah ini.

 


 

Efek Rumah Kaca

 

 

Waktu itu 3-4 album pertama yang dirilis demajors masih bernuansa pop/jazz. ERK masuk, kami menyebut konsep musik mereka indie rock/rock, tapi secara lirik dan musikal punya kekuatan dan nilai yang berbeda. Mungkin buat gue pribadi memahami hal itu kayak oase baru. Kurang lebih pandangan gue terhadap ERK ya seperti itu.

 

Airportradio

 

 

Gue mendengar sound-sound yang ambient-nya tuh kalau di zaman gue nge-DJ kayak lagi dengar Café del Mar. Sesuatu yang sifatnya buat gue, “Indonesia punya yang kayak gini.” Terus gue juga mempelajari dalam konteks irisannya dengan dunia elektronik yang punya kekuatan dalam gue mengerti musik, Airportradio membangunkan semangat gue lagi.

 

Tulus

 

 

Album pertama, tapi spesifik. Bukan berarti album yang lain gak oke ya. Buat gue, album pertama Tulus kalau didengerin hari ini kayak Bernadya kali ya. Di era itu kan sebelum ada Bernadya dan lain-lain, Tulus menjadi satu oase dan pemecah ombak di dalam industri musik pop. Bagaimana cara dia menyampaikan rasa dan semua ekspektasi-ekspektasi dia menurut gue kayak, “Anj*ng, bisa gitu cara dia menulis dan menyampaikan.” Kekuatan Tulus menurut gue salah satunya di liriknya era itu.

 

Musisi-musisi di album Djanger Bali

 

 

Jelas kontekstual ya. Dalam sebuah ruang musik, mereka mempunyai hal yang irisannya jazz, tapi cara mereka berekspresi dan berbunyi itu sesuatu hal yang menurut gue kayak, “Kok bisa sih mereka bunyinya kayak gini? ‘Burungkaka Tua’-nya bisa gitu, pentatonik, dan lain-lain.” Gue konfirmasi ke Om Benny Mustafa sebelum Almarhum dan ke Mas Indra Lesmana juga. Jadi apa yang gue bayangkan terhadap Djanger Bali Indonesian All-Stars tuh menjadi sebuah hal yang gila. Maksudnya kayak Indonesia udah di level itu sebetulnya, di era itu lagi tahun 60-an kalau gak salah. Dan mereka keliling satu bulan di Jerman sambil rekaman juga di sana, karena Tony Scott membawa mereka ke sana. Ya, menurut gue Indonesian All-Stars atau Djanger Bali satu hal yang cukup fenomenal buat Indonesia.

 

Dian HP

 

 

Bagaimana dia bisa juga memberikan ekspresi terhadap sebuah ruang yang berasal dari sebuah seniman yang lain atau cara industri yang lain. Lalu mereka membuat sebuah hal yang bisa dinikmati oleh penikmat musik Indonesia.

 

Penulis
Gerald Manuel
Hobi musik, hobi nulis, tapi tetap melankolis.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

T Fyah Rilis Album Perdana Hasil dari Pembelajaran Hidup

T Fyah merupakan solois dengan genre reggae yang akhir tahun lalu merilis album penuh perdana berjudul Truth and Sign (24/12). Musisi asal Jakarta Selatan ini menghadirkan total 12 lagu untuk mengisi album perdana tersebut.  …

Band Pop Bogor, Divisi Santai Rilis Single Motivasi Kopi & Lagu Hindia

Band pop alternatif asal Bogor, Divisi Santai resmi merilis single anyar bertajuk “Motivasi Kopi & Lagu Hindia” hari Kamis (06/03). Lagu ini merupakan langkah awal band menuju peluncuran album penuh perdana mereka yang segera …