5 Pertanyaan Dewi Gontha: Manajemen yang Baik Jadi Fokus Utama BNI Java Jazz Festival

Mar 24, 2024

Salah satu festival musik paling bergengsi, Jakarta International BNI Java Jazz Festival atau biasa disebut Java Jazz Festival siap berlangsung tanggal 24-26 Mei 2024 di JIExpo Kemayoran.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Java Jazz Festival (@javajazzfest)

 

Dalam edisi ke-19 tahun ini, Java Jazz Festival bakal menghadirkan penampil internasional seperti Laufey, The Yussef Dayes Experience, 92914, Ron King Big Band, Incognito, dan masih banyak lagi.

Sedangkan untuk nama-nama lokal yang dipersiapkan antara lain Nadhif Basalamah, Warna Reunited, Bilal Indrajaya, Barry Likumahuwa & The Rhythm Service: Salute The Rollies, OKAAY, dan lainnya.

Dewi Gontha selaku Presiden Direktur PT. Java Festival Production ditemani tim program Java Jazz dan beberapa perwakilan sponsor mengumumkan tema yang diangkat JJF tahun ini yaitu Embracing Unity Through Music.

“Kami tetap merasa sampai sekarang bahwa dengan musik itu orang akan selalu bersatu. Gak peduli pilihan, latar belakang, dan umur. Mereka akan selalu sama-sama menonton sesuatu yang memang mereka suka. Jadi, tahun ini sama seperti setiap 5 tahun berikutnya. Kami akan terus mengangkat tema ini di tahun pemilihan umum,” kata Dewi dalam konferensi pers hari Rabu (20/03) di Midaz Senayan Golf, Jakarta. 

Usai mengikuti konferensi pers, kami menemui Dewi Gontha untuk mengajukan beberapa pertanyaan terkait penyelenggaraan Java Jazz Festival hingga bagaimana ia melihat potensi musisi baru untuk tampil di panggung festivalnya.

Simak wawancara lengkap di bawah ini.


 

Bagaimana Anda berproses selama menjalani Java Jazz Festival?

Mungkin tidak merasa nyaman. Itu yang utama. Pada saat merasa nyaman dan gak perlu ngapa-ngapain lagi adalah saat kita mati secara kreativitas. Kami memang mau gak mau harus mengikuti pasar, melihat apa yang terjadi di tempat lain dengan mengaplikasikan hal-hal tersebut ke apa yang mungkin dikerjakan di sini. 

Indonesia sudah maju banget secara musik dan event. Jadi sebenarnya hampir tidak ada yang tidak bisa dikerjakan. Pembaruan pasar adalah salah satu yang tetap harus dilakukan. Contohnya tahun 2018, kami memperbarui pasar karena kami gak mungkin hanya berdiam di situ, sehingga pada saat itu kami mendapatkan penonton-penonton baru.

Terus terang, menurut saya yang masih bisa banyak banget dikembangkan adalah bagaimana menarik pengunjung asing lebih banyak lagi. Setiap tahun memang naik, tapi jumlahnya menurut saya harusnya bisa lebih besar. ‘What to do?’ dan ‘How to do?’, kami dengan anggaran terbatas, berarti kami harus bekerja sama dengan banyak pihak. Salah satu yang kami lagi coba explore adalah bekerja sama lebih banyak lagi dengan pemerintah terkait dengan promosi di luar negeri.

Kalau bicara tentang dukungan, gak melulu bentuknya tunai. Banyak banget yang bisa dilakukan seperti mengenalkan Java Jazz ke media-media internasional. Bicara Indonesia saja, sebenarnya pasar Java Jazz itu mayoritas adalah Jabodetabek, kami belum cukup menarik penonton yang dari pulau-pulau lain. Jadi masih banyak banget ruang untuk berkembang. Itu terus menjadi PR buat kami.

 

Apa yang menjadi fokus utama tim Java Jazz Festival untuk menjaga koneksi dengan pihak luar seperti manajemen artis, tim produksi, sponsor, dan sebagainya?

Good festival management. Pada saat mereka mengirim artis mereka dan dapat sebuah treatment yang professionally handled, pada umumnya mereka akan kembali lagi ke kita. Jadi yang saya sadari baru-baru ini adalah saat satu agent ngomong gini, “Dewi, saya sudah ngomong sama teman-teman saya. Sebaiknya kalau mau main di festival Indonesia, main sama kalian karena they got the exposure dan di-manage dengan benar”. Saya tidak mengecilkan promotor lain, ini purely dia yang ngomong ya.

Kenapa ini saya angkat karena menurut saya bagaimana kita melaksanakan acara adalah cara kita berpromosi terkait acara. Pada saat kita janji A dan deliver A itu penting agar mereka kembali lagi ke kita.

Dewi Gontha bersama tim program JJF 2024, perwakilan penampil, serta para sponsor / Dok. JJF 2024

 

Jika sudah pernah melakukan transformasi dari segi konsep maupun pemilihan lineup, kapan tepatnya Java Jazz festival memulai hal itu dan ternyata berhasil?

Tahun 2018 saat kami memutuskan harus regenerasi pasar. Banyak hal ya, bukan hanya dari program, bahkan tampilan materi komunikasi dan warna logo kami ubah, itu semua untuk menyasar ke pasar yang berbeda. Berhasil atau tidak, sejujurnya berhasil karena mendadak di tahun itu kami mendapatkan sebuah pasar baru yang sebelumnya gak mau nengok dan sampai sekarang mereka terus datang ke Java Jazz.

 

Bagaimana Anda melihat potensi musisi-musisi baru untuk bisa memulai perjalanan mereka dari festival sebesar Java Jazz?

Java Jazz buat teman-teman musisi itu sebenarnya adalah kami sediakan lahannya. Penonton dan media yang meliput sudah ada, musisi-musisi lain yang main juga hadir dan menonton. 

Tidak jarang para musisi itu akhirnya ditemukan di Java Jazz atau festival lain. Bahkan kalau di kami itu pada saat bikin kolaborasi artis internasional dan lokal, ada juga yang pernah sampai dibawa rekaman ke luar negeri. Ini kan membuka pintu ya untuk mereka bisa mengakses musisi-musisi tertentu. Artis-artis ini jalan-jalan di festival. It’s as simple as, do you want make an effort or not untuk nyamperin, memperkenalkan diri, dan mengajak nonton penampilan kamu.

Kalau dari sisi sponsor, tidak sedikit sponsor yang mengadakan event terkait dengan musik. Sponsor yang hadir di acara kami banyak banget. Ada yang bawa musisi-musisi ini untuk keperluan acara mereka juga banyak banget. Jadi ini benar-benar media promosi, harus pakai Java Jazz sebagai media promosi untuk diri mereka sendiri.

 

Apa tips untuk para pemula yang ingin terjun ke bisnis festival musik?

Festival musik itu tidak semegah yang dibayangkan orang. Kalau kalian gak benar-benar punya passion-nya, don’t do it. Kalau modalnya hanya uang tapi tidak punya kepercayaan bahwa ini adalah sesuatu yang baik, don’t do it. Jangan hanya ngerjain sebuah festival tanpa ilmu yang cukup atau bekerja sama dengan orang yang punya ilmu cukup, sehingga menghasilkan sesuatu yang jelek, nanti beritanya jadi gak bagus, membangunnya malah lebih susah.

Kalau memang mau, tapi tidak punya ilmunya. Bekerja sama dengan profesional di bidangnya masing-masing yang bisa kasih ilmunya ke kita yang baru mau mulai. Pendanaan itu source-nya bisa macam-macam, tapi menyelenggarakan sebuah acara yang bagus itu gak semudah yang dibayangkan.

Kalau dilihat di foto, kayaknya enak banget jadi promotor. No, semua itu cycle sama seperti usaha lainnya. Kami ada jatuh dan bangun, ada di atas, ada di bawah, ya harus konsisten aja terus ngebangun apa yang kita mau.

 

Penulis
Gerald Manuel
Hobi musik, hobi nulis, tapi tetap melankolis.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Farrel Hilal Gabung Sony Music Entertainment Indonesia

Menambah katalog perjalanan musiknya, Farrel Hilal kembali dengan single baru berjudul “Di Selatan Jakarta“. Perilisan ini menandai kerja samanya dengan label musik Sony Music Entertainment Indonesia.   Dalam meramu aransemen musik “Di Selatan Jakarta”, …

Band Majalengka, HompimpaH Rilis Single Baru Terpengaruh dari Perunggu

Berjarak 2 tahun dari perilisan album mini Transisi, band pop punk asal Majalengka bernama HompimpaH memutuskan kembali dengan karya baru berupa single dalam judul “Bahagia Sendiri” hari Jumat (19/04).   HompimpaH beranggotakan Yogie Alani …