5 Pertanyaan Eka Annash: Keikutsertaan dalam Demo UU Cipta Kerja

Aug 15, 2023

Ribuan buruh turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa menolak Undang-undang Cipta Kerja tanggal 9 dan 10 Agustus 2023. Demonstrasi ini mengambil tempat di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat.

Dilansir dari Metrotvnews.com, para demonstran menuntut pencabutan UU Ciptaker, serta menyuarakan aspirasi untuk menuntut kenaikan upah 2024 sebesar 15%.

Di antara banyaknya partisipan demo saat itu, kehadiran Eka Annash cukup mencuri perhatian. Musisi yang tergabung dalam band The Brandals dan Zigi Zaga ini sempat tampil membawakan lagu ciptaannya berjudul “Awas Polizei!” hari Kamis (10/08) untuk menghibur sekaligus menyemangati rekan-rekan pengunjuk rasa.

Pophariini langsung berinisiatif mewawancarai Eka perihal alasannya berpartisipasi dalam demo tersebut via WhatsApp (13/08).

Ia berbagi pandangan soal dampak dari UU Ciptaker, apa yang bisa dilakukan untuk berpartisipasi dalam aksi ini, hingga pendapatnya tentang Presiden yang saat demo berlangsung sedang melakukan kegiatan lain.

Simak wawancara lengkapnya di bawah ini.


Ceritakan situasi demo UU Cipta Kerja yang lo ketahui dan saksikan! 

Demo 9 dan 10 Agustus lalu masih dalam rangka tuntutan perombakan UU Cipta Kerja yang mengandung pasal merugikan buruh dan pekerja. Dihadiri dari banyak ormas dan aliansi atau koalisi buruh. Gue hadir di sana bersama teman-teman dari KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) untuk memberikan dukungan moral sekaligus observasi jika ada tindak kekerasan terjadi dari aparat atau provokator.

 

Apa yang membuat Eka tergerak ikutan turun ke jalan dan yang lo lakukan di sana?

Banyak pasal substansial yang merugikan buruh dan pekerja, terutama yang domisili di provinsi dan kabupaten daerah. Perusahaan bisa memotong hak cuti. Hak libur jadi cuma 1 hari dalam seminggu. Pemutusan hubungan kerja sepihak dengan pesangon minimum. Jam lembur jadi lebih lama (4 jam per hari dari 3 jam sebelumnya). Upah minimum yang lebih rendah dari standar sebelumnya dan masih banyak pasal karet lain.

Gue hadir di sana untuk merefleksikan solidaritas sebagai sesama WNI dan sebagai pekerja atau musisi terhadap sesama kelas pekerja. And also simply to show empathy as a human being that still has compassion and consciousness. Gue menolak untuk cuma jadi mesin urban yang terbuai dengan persepsi nyamannya hidup dan status sosial yang dinilai dari seberapa banyak uang atau materi. Para pekerja atau buruh ini jelas nggak punya kenyamanan seperti kita yang tinggal di kota besar. Itu kan berarti kesejahteraannya tidak terdistribusi. Sebagai penulis lirik di The Brandals, gue juga sudah menyuarakan isu sosial atau politik dari hari pertama dan aksi ini adalah implementasinya.

Eka Annash di aksi unjuk rasa menolak Undang-undang Cipta Kerja / Dok. Pribadi

 

Apa dampak besar yang Eka rasakan dari UU Cipta Kerja ini dan harapan lo terhadap pemerintah?

Buat kita pekerja di ibu kota mungkin imbasnya nggak terlalu kerasa. Walaupun ada beberapa pasal seperti dimudahkannya izin tenaga kerja asing yang jelas memperkecil kesempatan pekerja lokal. Ambiguitas durasi status pekerja paruh waktu yang bisa ‘digantung’ statusnya tanpa ikatan kontrak. Bukannya nggak mungkin peraturan di daerah akan diterapkan juga kebijakannya ke perusahaan di kota besar. Yang jadi korban ya kita-kita juga. Harapannya, ya direvisi lah UU-nya dengan transparan. Nggak kayak sebelumnya yang dirumuskan diam-diam dan tau-tau udah disahkan tanpa ada sosialisasi. 

 

Menurut Eka apa yang bisa dilakukan oleh buruh yang tidak pernah andil di demo?

Partisipasi bersuara lewat media sosial aja udah cukup. Sekecil apapun aksi lo, pasti akan punya pengaruh. Kita masih ingat peristiwa Revolusi Payung Hong Kong tahun 2014 yang diinisiasi melalui media sosial oleh seorang mahasiswa. Atau rentetan peristiwa Arab Spring di 2011 yang menyebar dan merontokkan rezim diktator monarki di beberapa negara Timur Tengah. Walaupun cuma sekedar repost media sosial, tapi kalau digerakkan masif akan membawa impact menjadi raksasa. Gue juga jadi saksi hidup dari generasi muda era ‘98, di mana gerakan mahasiswa bisa meluas ke masyarakat se-Indonesia dan berhasil menggulingkan monopoli rezim yang berkuasa selama 32 tahun. Jadi, gue yakin sekecil apapun partisipasi lo, pasti ada impact-nya. Masalahnya lo mau apa nggak? Tinggal masalah sampai kapan lo sadar kalo hidup lo lagi dimainin kayak catur sama institusi pemerintah.

 

Di hari yang sama dengan demo, Presiden kita punya kegiatan naik LRT sama artis. Pendapat Eka?

Ya nggak kenapa-kenapa juga. Itu pilihan. Tapi buat gue pribadi sesederhana tentang kesadaran gue yang punya benefit sebagai profil musisi bisa didengar masyarakat luas. Walaupun nggak ngetop-ngetop amat dan nggak gede-gede amat dampaknya, tapi gue ingin mempergunakan posisi gue untuk menyuarakan lapisan masyarakat yang tidak terdengar. At least gw mencoba.

Gue dibesarkan oleh subkultur punk rock, di mana lo bermusik bukan cuma tentang raup kapital dan popularitas aja. Tapi juga tentang apa yang bisa lo kasih balik ke komunitas dan sekeliling lo supaya jadi lebih baik. Lo punya misi. Lo diajarkan untuk mempertanyakan keputusan yang dibuat untuk hidup lo. Lewat punk rock gue diajarin jadi individu yang punya pilihan karena kelak hal kayak gini yang akan mendefinisikan hidup lo.


 

Penulis
Gerald Manuel
Hobi musik, hobi nulis, tapi tetap melankolis.

Eksplor konten lain Pophariini

Sambut Album Perdana, Southeast Rilis Single By My Side

Band R&B asal Tangerang bernama Southeast resmi merilis single dalam tajuk “By My Side” hari Rabu (13/11). Dalam single ini, mereka mengadaptasi musik yang lebih up-beat dibandingkan karya sebelumnya.     Southeast beranggotakan Fuad …

Perantaranya Luncurkan Single 1983 sebagai Tanda Cinta untuk Ayah

Setelah merilis single “This Song” pada 2022 lalu, Perantaranya asal Jakarta Utara kembali hadir dengan single baru “1983” (08/11). Kami berkesempatan untuk berbincang mengenai perjalanan terbentuknya band ini hingga kisah yang melatarbelakangi karya terbaru …