5 Pertanyaan GIGI: Cerita Manggung Pertama hingga Pentingnya Album
GIGI solid beranggota Armand Maulana, Dewa Budjana, Thomas Ramdhan, dan Gusti Hendy sampai hari ini. Mereka tengah menjalani tur bertajuk Road To 30th Anniversary yang dimulai tanggal 6 Mei 2023 di Malang.
Kemudian 4 kota terakhir yang bakal disambangi oleh band antara lain Jakarta (17 Juni 2023), Bandung (24 Juni 2023), Yogyakarta (12 Agustus 2023), dan Surabaya (7 Oktober 2023). Uniknya, panggung di setiap kota menggunakan konsep 360 derajat.
Sang drummer, Hendy mengaku, penonton di kota Malang menjadi saksi pertama untuk konsep yang GIGI suguhkan ini. Di mana konsep tersebut mendapatkan respons yang cukup baik dan membuat band percaya diri untuk menghadirkannya di kota-kota lain.
Meski belum memasuki usia yang ke-30 tahun, Armand mengungkapkan, bahwa tur Road To 30th Anniversary ini menjadi semacam pemanasan dan bahan pembelajaran untuk kejutan yang akan diberikan GIGI saat perayaan usia baru nanti.
Saat ditemui Pophariini di sebuah festival, para personel GIGI berbagi cerita tentang awal perjalanan mereka, permasalahan dalam band selama 3 dekade bersama, hingga arti popularitas bagi masing-masing personel. Simak di bawah ini:
Ceritakan kenangan pertama kali manggung sebagai GIGI!
Budjana: Pertama kali di Tenda Mangkal Prambors tahun ‘94. Lucu sih karena kami kan masih baru ketemu, baru bikin album. Penontonnya teman-teman kami semua. Istilahnya mereka yang sponsorin kami main. Anak-anak Slank, Kidnap (Katrina) ngumpul semua. Gak tau mainnya kayak apa karena dulu gak ada rekamannya. Sayang sih.
Hendy: Pertama, gue langsung (main) di TV. Live special gitu, bintang tamunya almarhum Mas Chrisye. Itu pertama kali [tertawa]. Langsung ditonton seluruh Indonesia.
Menurut kalian, konsep panggung yang paling nyaman itu seperti apa?
Thomas: Mau apa pun itu, sebenarnya nyaman dari persiapannya dulu. Kalau semuanya tidak terburu-buru, dalam arti proper. Tentu sesuai masanya karena yang namanya teknologi, alat, atau penanganannya itu memang berubah. Gue bukannya merendahkan atau meninggikan orang-orang yang memang profesional di bidangnya. Tapi, itu menentukan. Bukan hanya sekadar bandnya keren, tapi penyelenggaranya tuh benar-benar (punya) man power yang bagus. Jadi, kalau gue pribadi sebelum tampilan, persiapan yang dari sisi yang seolah-olah hal kecil, sound dan visual harus terandalkan.
Armand: Buat musisi, mungkin mayoritas ya, sound dinomorsatukan. Kayak gini, GIGI pernah main di Brunei (Darussalam), tapi bukan di istananya. EO/Promotor sana itu (mengajak) main di Jerudong Park, kayak Dufan. Alat yang dipakai benar-benar alat waktu Michael Jackson main di sana pas Dangerous Tour. Gue inget banget, si Michael disuruh pulang aja gitu. Alatnya dibeli sama Brunei. Gak lama, GIGI main di situ. Gue kayak impian dapat sound yang segar dan sehat. Itu kan lumayan main 2 jam kurang gitu. Asli gue turun panggung gak kerasa udah 2 jam karena saking kayak dibuai dengan sound itu. Jadi, buat gue yang ideal bukan masalah konsep stage atau penonton, tapi di mana pun kalau dapat sound yang sehat adalah hal yang paling gue inginkan.
Budjana: Tetap Mandala Krida sih. Kita mainnya ya kurang lebih oke. Walaupun ada kurang, pasti ya. Tapi, penontonnya oke. Semua komponennya bagus karena kadang-kadang, kayak kita bikin konser sweet seventeen sudah mikir macam-macam (untuk) orkestra, sound-nya jelek banget di panggung. Kalau sound di panggung jelek kan males. Sound itu nomor 1. Sebetulnya, kemarin sound di Malang enak sih. Menurut gue, bunyinya oke. Kalau itu (Mandala Krida) dramanya ada, seru gitu. Gak bisa diulang lagi.
Hendy: Gue yang berkesan kali ya, bukan enak. Kalau enak, gak tau. Ngerasa enak aja terus [tertawa]. Kalau berkesan, waktu 2005 kita bikin tur 8 kota di Amerika. Kita main di club–club kecil gitu. Setting sendiri, terus main. Jadi kayak band baru lagi. Itu pas tur, 8 kota kayak berasa edan, asyik. Kayak jadi band baru, terus semangatnya tuh beda aja. Itu secara ngebandnya dapat banget.
Pernah ribut besar dan berkeinginan bubar?
Armand: Kalau ribut besar sebetulnya setiap personel keluar, ribut besar. Misalnya, waktu pertama almarhum (Aria) Baron ke Amerika. Itu kan mungkin kita akuin, gue sama Budjana dan Baron tuh dekat. Maksudnya dekat tuh istilahnya saling-saling. Kalau manajemen misalnya gini, Budjana yang ngurus ke masalah studio dan sebagainya. Gue lebih dekat ke wartawan, Baron juga manajer. Nah karena dekatnya itu sebetulnya pas Baron keluar gue sama Budjana kayak biasa-biasa aja, tapi Thomas sama Ronald (Fristianto) merasa kayak dikhianati gitu, “Buset lu baru mau juga album ke-2, udah keluar aja gitu”. Itu tuh, gak sadar nih gue sama Budjana saat itu. Setelah keluar baru gue sadar, “Oh iya benar juga ya. Tanggung jawabnya berat”. Itu ribut. Setelah itu kan Thomas, kalau sama dia gak ribut, tapi kan tetap jadi ribet. Ronald keluar ribut tuh, ya udah ganti kan, Budhy (Haryono) dan Opet (Alatas). Nah, Budi dan Opet memang gak ribut saat mereka keluar, tapi ribet. Ya udah akhirnya Thomas balik lagi, Opet cabut, terus Budhy diganti sama Hendy sampai sekarang.
Apa arti popularitas buat musisi seperti kalian?
Budjana: Popularitas tetap diperlukan. Ya, musik kami kan musik pop. Mungkin itu maksudnya populer ya. Kalau tanpa popularitas, kami gak bisa bertahan dalam beberapa periode kan. Tapi memang sebagai seniman, balance itu harus tetap dijaga. Kadang-kadang, kami kalau berlebihan untuk populisnya itu membuat bahaya. Karena kami hidup kan harus tetap balance dalam berkesenian dan dalam kepopuleran.
Hendy: Kalau gue gak mikirin popularitas ya. Tapi, intinya popularitas itu kan dari aksi dan reaksi. Gue lebih suka dikenal atau populer karena karya. Skill yang kami kasih berpengaruh buat orang banyak, bukan karena sensasi. Popularitas adalah aksi dan reaksi dari apa yang telah lo lakuin gitu loh, apa yang lo telah beri. Jadi, populer di sini bisa populer dengan negatif atau positif. Tapi kalau gue senangnya, gue populer karena skill dan karya yang gue tampilkan.
Thomas: Popularitas itu adalah, bisa makan gratis [tertawa].
Armand: Parkir gampang [tertawa].
Lama tak merilis album. Era ini sudah tidak lagi relevan atau kalian mati rasa untuk membuat lagu cinta yang baru?
Budjana: Masih sebenarnya, single-single masih. Cuma belum kedengaran aja mungkin. Situasinya memang beda kan, gak kayak dulu, album itu kan sakral. Proses rekaman bikin album, videoklip ditunggu orang, terus orang beli CD atau kaset, sekarang hal itu udah gak ada, nah itu jadi gak bisa ngejalanin kayak dulu lagi, tapi kita tetap bikin single-single aja.
Thomas: Sama waktunya juga kali ya. Sebetulnya seru sih, kalau album itu kan kadang kita bisa bercerita banyak di situ, gak masalah cinta aja, ada sosialnya, ada hal-hal lain. Kalau dengan single kan kita kadang ‘cinta, cinta, cinta’ semua kayak gitu. Tapi pengin album kita. Mau, mau banget. Bukan mati rasa ya.
Hendy: Album itu harus benar-benar digarap. Bukan hanya karyanya yang digarap, tapi memang marketing-nya apa yang harus dilakukan. Mungkin itu yang harus matang banget. Makanya, pemikiran kita kenapa belum bikin album karena berat bikin album itu. Terus satu lagi, pengalaman dari yang dulu bikin album. Kadang 2-3 lagu doang dibawain dari 10 lagu. Nah, itu jadi bahan pemikiran kita juga. Bisa gak kita bikin album yang 10 lagu dibawain semua. Tapi kadang semua album yang kita bikin, kayak 3 lagu paling banyak yang dibawain dalam satu album itu. Gak hanya GIGI doang ya, mungkin band-band yang lain juga sih [tertawa]. Tapi menarik bikin album sih, buat semangat.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
BELEN Rilis Single Perdana di Hari Ulang Tahun
Solois pendatang baru asal Bogor, BELEN bergenre pop/R&B menandai kemunculan lewat peluncuran single perdana “Cross My Mind” hari Jumat (27/09). Single ini bercerita tentang sang solois yang terperangkap dalam sebuah situasi kisah asmara. …
Intonasi Nada Gila Menggabungkan Karakter Personel di Single Baru
Intonasi Nada Gila adalah band rock asal Jakarta Timur yang resmi menghadirkan single anyar “Omong Kosong” hari Jumat (27/09). Lewat lirik yang tajam dan melodi catchy, para personel ING merasa lagu baru mereka relevan …