5 Pertanyaan Sigit Tigapagi: 10 tahun Roekmana’s Repertoire
Roekmana’s Repertoire adalah salah satu album lokal terbaik yang pernah dirilis, tak ada perdebatan untuk hal ini. Sigit, Eko, Indra dan Prima yang tergabung dalam Tigapagi melahirkan album pada 30 September 2013, yang saat itu genre musik semacam mereka sedang marak-maraknya, dan band berhasil mencuri perhatian lebih. Kurang lebih 65 menit durasinya, 14 lagu mengalun tanpa jeda yang Sigit dkk pukul habis untuk memanjakan telinga pendengar.
Satu dekade sudah usia album perdana tersebut. Tigapagi yang dibantu oleh demajors melangsungkan perayaan dalam Konser 10 tahun Roekmana’s Repertoire yang berlangsung di Majestic, Bandung. Kita semua tau bagaimana magisnya panggung di tempat ini, yang sempat tutup karena sebuah tragedi, kemudian dibuka kembali walau dengan beberapa syarat dan kondisi terkait keamanan.
Tata panggung megah, visual yang representatif, kolaborator mendukung pagelaran. Dan yang pasti, format Tigapagi yang membawakan Roekmana’s Repertoire dengan tersusun sangat rapih sekaligus memperkenalkan member baru di antaranya Indra, Achmad Kurnia dan Sekar. Kejutan yang paling besar di pagelaran ini tentu saat lagu kedua dibawakan, yakni “Erika” yang langsung dieksekusi oleh Ida Ayu Made Paramita Saraswati pada vokal.
Sebelum pertunjukan, jumpa pers dilaksanakan di hari yang sama. Beberapa pertanyaan dilayangkan rekan-rekan media, yang umumnya tentang keberlangsungan konser serta kelanjutan Tigapagi. Melihat Sigit dan kawan-kawan sangat rapat untuk mempersiapkan pagelaran, saya tak sempat mengutarakan apapun, hingga memutuskan untuk mewawancarai Sigit pasca manggung. Simak di bawah ini.
Apa pertimbangan menyusun lagu di album Roekmana’s Repertoire tanpa jeda?
Album ini direkam dari tahun 2008 baru selesai tahun 2013. Saat itu lagi musim bajak-membajak MP3. Dari satu album hanya diambil 1 – 2 lagu, disusun di Winamp. Orang milih lagu yang mereka suka aja. Lagu yang gak suka-suka amat, mereka ogah dengar. Saat itu kesel banget, musisi-musisi banting tulang mikir konsep album, dipilih cuma 1 – 2 lagu. Mungkin dari puluhan-ratusan lagu diayak jadi 12 lagu. Lalu, dibikin album. Eh, diayak lagi jadi 1 – 2 lagu.
Orang saat itu kampanye anti pembajakan, yang mana saya sih gak peduli-peduli amat. Cuma tolong lah. Kalo mau bajak, bajak semua, denger semua. Dari situ lah saya, Eko, Prima, Indra punya strategi ini. Sampai ke track yang pertama (Alang-Alang) dipilih yang paling ‘ngepop’ buat jebak pendengar juga. Untungnya, semua dikonsep dari mood sampai flow lagu pertama sampai akhir. Dulu saya pikir era MP3 menyebarluaskan itu masa terburuk musik. Ternyata, jauh lebih buruk saat ini. Masa orang masih sudi menyimpan file MP3 sebagai arsip. Saat ini orang hanya tinggal mengakses tanpa perlu memiliki. Musisi berpotensi kehilangan motivasi untuk membuat album. Buat apa bikin album panjang jika yang hanya diakses 1 – 2 lagu.
Lalu, mengapa album Roekmana’s Repertoire tidak masuk kanal digital, seperti Spotify dan lain-lain?
Normatifnya seperti ini. Track album Roekmana’s Repertoire kepanjangan, kalau dipotong-potong gak enak kedengarannya. Meski demikian, ada kok lagu lain kami di kanal digital.
Di Konser 10 Tahun Roekmana’s Repertoire, saya sangat senang dengan tata artistik panggungnya. Ada konsep yang dikhususkan?
Ini hasil brainstorming Tigapagi, Wisesha Weswey, dan M. Akbar. Hasil berpikir dengan waktu yang sangat mepet. Tapi, saya sangat bersyukur hasilnya sangat optimal. Bagus banget ternyata hasilnya. Awalnya, saya pikir gak akan sebagus kemarin, ternyata bagus banget. Tangan ajaib Wishesa Weswey itu.
Tentang album kedua, akankah terealisasi?
Jujur, awalnya saya sudah demotivasi. Belum lagi Eko harus rehat, beban saya makin berat. Untungnya, orang-orang baru di tim Tigapagi kasih dorongan yang luar biasa besar. Jadi, album kedua Tigapagi harus selesai tahun depan. Saya di-ultimatum oleh Indra, Sekaranggi, dan Achmad. Kalau Prima mah, dia tim santai sama kayak saya, sobat persebats-an. Oh tidak lupa, Galih Shu (Deugalih) juga orang yang kasih pengaruh besar buat saya kembali main musik. Mudah-mudahan dia juga segera main musik lagi.
Tigapagi sering dicap sebagai band mitos. Bagaimana tanggapan Sigit soal ini?
Ah, gak juga lah. Homicide lebih mitos dari Tigapagi. Sungsang Lebam Telak juga lebih mitos. Kami terakhir manggung tahun 2019 pertengahan kok. Setelah pandemi, saya rasa banyak band yang mati suri. Hiatus 4-5 tahun wajar (mungkin), jika ‘disunat’ masa pandemi.
Penulis: Hilmy Fadiansyah, aktif dan bekerja di Bandung. Mengaktifasi media bersama kawan-kawan lain di Highvolta Media, serta mengelola percetakan mandiri di HV Lab.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Di Balik Panggung Serigala Militia Selamanya
Seringai sukses menggelar konser Serigala Militia Selamanya di Lapangan Hockey Plaza Festival hari Sabtu (30/11). Bekerja sama dengan Antara Suara, acara hari itu berhasil membuat program pesta yang menyenangkan untuk para Serigala Militia tidak …
Wawancara Eksklusif Adikara: Bermusik di Era Digital Lewat Tembang-Tembang Cinta
Jika membahas lagu yang viral di media sosial tahun ini, rasanya tidak mungkin jika tidak menyebutkan “Primadona” dan “Katakan Saja” untuk kategori tersebut. Kedua lagu itu dinyanyikan oleh solois berusia 24 tahun bernama Adikara …