30 Tahun Fariz RM Merilis Living in the Western World

Dec 13, 2018

Tiga puluh tahun lalu, bocah 11 tahun menonton Dunia Dalam Berita di TVRI. Sepertinya ia sedang menanti acara kuis favoritnya, Berpacu Dalam Melodi. Pada berita penutup, pembaca berita menyampaikan bahwa musisi Fariz Roestam Munaf, atau biasa dikenal dengan nama Fariz RM, baru saja pulang dari lawatan ke Eropa dan membawa oleh-oleh sebuah album berjudul Living in he Western Word. Diputarlah penggalan lagu “Barcelona”—bocah 11 tahun itu dibuat takjub olehnya.

Itu cerita tentang saya; duduk di depan televisi dan tergugah oleh manisnya “Barcelona”. Beberapa hari kemudian, saya sudah memegang album tersebut. Tak selang berapa lama, sekolah saya mengadakan darmawisata ke Bandung. Kaset Living in he Western Word menjadi teman perjalanan di atas bus, terus berputar di dalam Walkman berwarna merah, selama batu batere masih kuat melakukannya, sambil menikmati sebatang Silver Queen. Terlebih karena memutar ulang side A-nya.

Lembaran Sampul Kaset Album Fariz RM Living In The Werstern World. Foto: Youtube akun Benny EBENK Budijono

Living in he Western Word dibuka dengan “Iman dan Godaan” yang menghentak dan meriah. Tema keyboard yang seperti permen hadir sejak intro, berdatangan selalu, lalu menjadi lebih akrobatik naik dan turun pada bagian interlude, ditimpali dengan suara-suara lain yang menjadikan komposisi ini penuh bunga teknologi terbaik dance-pop 1980an.

Namun, semua “suasana goyang” itu dihadirkan bersama lirik yang membuat bocah 11 tahun pun bisa merenung. Fariz berduet dengan Dian Prama Poetra, bersahut-sahutan menyanyikan tentang hidup yang penuh nakal godaan dan di mana iman berada.

Di dalam jiwa ini
Akal pertimbanganku
Berperang seru dengan godaan
Yang datang tiada menentu

Seindah-indahnya komposisi “Barcelona”, lagu kedua di album ini yang menjadi hit besar Fariz RM, “Iman dan Godaan” tetap yang paling personal buat saya. Saya memutar lagu itu lagi dan lagi.

Namun bagaimanapun, tidak bisa saya tak mengakui keunggulan “Barcelona”.  Pop 7 menitan yang penuh taburan mawar. Dari bassline, layer-layer keyboard, drum, marimba sintesis, conga di speaker kiri, juga solo gitar yang dimainkan oleh Eet Sjahrani yang diteruskan oleh permainan solo Fariz RM yang sangat khas, sampai menyisipkan lirik berbahasa Spanyol. Sulit menemukan lagu Indonesia bertema romantis dan berpisah se-festive ini.

1
2
Penulis
Harlan Boer
Lahir 9 Mei 1977. Sekarang bekerja di sebuah digital advertising agency di Jakarta. Sempat jadi anak band, diantaranya keyboardist The Upstairs dan vokalis C’mon Lennon. Sempat jadi manager band Efek Rumah Kaca. Suka menulis, aneka formatnya . Masih suka dan sempat merilis rekaman karya musiknya yaitu Sakit Generik (2012) Jajan Rock (2013), Sentuhan Minimal (2013) dan Kopi Kaleng (2016)

Eksplor konten lain Pophariini

Armand Maulana – Sarwa Renjana (EP)

Dengan EP berdosis pop dan unsur catchy sekuat ini, saya jadi berpikir, mungkinkah Armand Maulana berpotensi menjadi the next king of pop Indonesia?

Juicy Luicy – Nonfiksi

Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …