Santa Monica dan 10 Tahun Curiouser

Dec 27, 2018

Bagi anak muda yang lahir di pertengahan 90-an, nama grup band seperti Santa Monica adalah nama asing yang mungkin tak pernah mereka pikirkan sebelumnya selain dari sebuah kota pantai di Los Angeles. Namun buat generasi yang agak lebih tua, yang rajin menonton pensi dan perhelatan musik independen sejak awal 2000-an, Santa Monica adalah kolektif berbahaya yang pernah ada dalam peta industri musik tanah air selama kurun waktu satu dasawarsa ini.  

Album studio mereka yang dirilis 2008 – satu-satunya karya penuh mereka –  Curiouser and Curiouser, adalah mahakarya pop yang tak mungkin dilupakan begitu saja. Bersama Ports of Lima di posisi puncak, album ini disandingkan di urutan nomor 3 dalam 20 Album Terbaik tahun 2008 versi Rolling Stone Indonesia. Bukan melebih-lebihkan, seharusnya mereka bisa masuk peringkat nomor dua ketimbang Top Up dari Nidji jika bukan ini adalah alasan popularitas saja.

CD Santa Monica edisi Jepang / dok. buyjapanCD

Pada era itu, musik pop rock dan elektronik bukan sesuatu yang umum. Eksponennya pun masih belum banyak, ada Homogenic dan RNRM di Bandung, di Jogja ada Airport Radio, namun tetap saja Santa Monica adalah yang paling bold. Saya pun mengintip blog mereka untuk melihat perjalanan duo ini.

Dimulai pada tahun 2001, ketika Joseph Saryuf pulang ke Jakarta setelah belajar di Hamburg, Jerman, dia memutuskan untuk menjadi seorang musisi sepenuh waktu dan mulai menulis lagu untuk proyek musiknya sendiri. Tidak lama setelah itu, Joseph bertemu Anindita, seorang editor mode dan ilustrator, mereka pun membentuk duo berdasarkan selera musik yang sama dan kecintaan mereka pada suara analog.

Resmi berdiri pada tahun 2003, gagasan dari Santa Monica membuat musik dari perjalanan ke petualangan Alice In Wonderland, itu adalah campuran eklektik dari pop, bossanova, elektronik, waltz dan shoegaze, Astrud Gilberto dan Antonio Jobim, Pizzicato Five bertemu My Bloody Valentine atau sensitivitas 60-an ala Stereolab sampai Broadcast, sungguh perpaduan yang sulit untuk dibayangkan pada saat itu mungkin juga di era sekarang ini.

1
2
Penulis
Wahyu Acum Nugroho
Wahyu “Acum” Nugroho Musisi; redaktur pelaksana di Pophariini, penulis buku #Gilavinyl. Menempuh studi bidang Ornitologi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menjadi kontributor beberapa media seperti Maximum RocknRoll, Matabaca, dan sempat menjabat redaktur pelaksana di Trax Magazine. Waktu luang dihabiskannya bersama bangkutaman, band yang 'mengutuknya' sampai membuat beberapa album.

Eksplor konten lain Pophariini

Momen 15 Tahun Berkarya, Jevin Julian Luncurkan Album i will, i’m sure

Jevin Julian terakhir merilis karya musik tujuh bulan yang lalu berupa album mini berjudul 20 50. Belum sampai setahun, produser, penyanyi sekaligus penulis lagu satu ini memutuskan kembali lagi dengan membawa album penuh terbaru …

Traffic Jam Asal Solo Mengawali Album Mini dengan Single Untuk Apa?

Tidak memiliki materi baru selama 3 tahun, Traffic Jam asal Solo kembali dengan single anyar berjudul “Untuk Apa?” hari Jumat (03/05). Band beranggotakan Anisa (vokal), Bintang (vokal, gitar), Billy (bas), Ernest (gitar), dan Rovega …