Santa Monica dan 10 Tahun Curiouser

Bagi anak muda yang lahir di pertengahan 90-an, nama grup band seperti Santa Monica adalah nama asing yang mungkin tak pernah mereka pikirkan sebelumnya selain dari sebuah kota pantai di Los Angeles. Namun buat generasi yang agak lebih tua, yang rajin menonton pensi dan perhelatan musik independen sejak awal 2000-an, Santa Monica adalah kolektif berbahaya yang pernah ada dalam peta industri musik tanah air selama kurun waktu satu dasawarsa ini.
Album studio mereka yang dirilis 2008 – satu-satunya karya penuh mereka – Curiouser and Curiouser, adalah mahakarya pop yang tak mungkin dilupakan begitu saja. Bersama Ports of Lima di posisi puncak, album ini disandingkan di urutan nomor 3 dalam 20 Album Terbaik tahun 2008 versi Rolling Stone Indonesia. Bukan melebih-lebihkan, seharusnya mereka bisa masuk peringkat nomor dua ketimbang Top Up dari Nidji jika bukan ini adalah alasan popularitas saja.

CD Santa Monica edisi Jepang / dok. buyjapanCD
Pada era itu, musik pop rock dan elektronik bukan sesuatu yang umum. Eksponennya pun masih belum banyak, ada Homogenic dan RNRM di Bandung, di Jogja ada Airport Radio, namun tetap saja Santa Monica adalah yang paling bold. Saya pun mengintip blog mereka untuk melihat perjalanan duo ini.
Dimulai pada tahun 2001, ketika Joseph Saryuf pulang ke Jakarta setelah belajar di Hamburg, Jerman, dia memutuskan untuk menjadi seorang musisi sepenuh waktu dan mulai menulis lagu untuk proyek musiknya sendiri. Tidak lama setelah itu, Joseph bertemu Anindita, seorang editor mode dan ilustrator, mereka pun membentuk duo berdasarkan selera musik yang sama dan kecintaan mereka pada suara analog.
Resmi berdiri pada tahun 2003, gagasan dari Santa Monica membuat musik dari perjalanan ke petualangan Alice In Wonderland, itu adalah campuran eklektik dari pop, bossanova, elektronik, waltz dan shoegaze, Astrud Gilberto dan Antonio Jobim, Pizzicato Five bertemu My Bloody Valentine atau sensitivitas 60-an ala Stereolab sampai Broadcast, sungguh perpaduan yang sulit untuk dibayangkan pada saat itu mungkin juga di era sekarang ini.

Eksplor konten lain Pophariini
Lirik Lagu Pikiran Yang Matang Perunggu tentang Kehidupan di Era Digital
Frekuensi memutar lagu “Pikiran Yang Matang” yang cukup sering di ruangan redaksi Pophariini menjadi alasan mengapa kami ingin mengangkat cerita di balik lagu untuk halaman artikel lirik kali ini. Seperti biasa, kami …
Proyek Musik Danilla, I Talk Too Much When I’m Drunk Rilis Single Perdana Front Door
Proyek musik elektronik asal Jakarta yang menamakan diri mereka, I Talk Too Much When I’m Drunk (ITTMWID) resmi merilis single perdana bertajuk “Front Door” melalui label Laguland sebagai naungan. Cukup serius, proyek ini langsung …