Album yang Mengubah Hidup: Sal Priadi
Dalam sekejap, musik bisa menenangkan pikiran manusia. Entah mengandung apa musik, tentu ramuan khusus dari para penciptanya. Kadang berkaitan dengan selera pula. Sebagian musisi Indonesia lebih banyak mendengarkan karya musisi-musisi luar untuk mendapat inspirasi, mungkin, Berbeda dengan Sal Priadi
Penyanyi asal Malang ini malah memilih sebuah album yang saat itu saya sendiri masih duduk di bangku Sekolah Menengah Umum. Tak heran Sal Priadi pernah membawa pendengar ke ruang sendu di single pertama “Kultusan”, atau lirik-lirik yang diciptakannya begitu puitis. Setelah Arina Epiphania ‘Mocca’, edisi ketujuh dari rubrik ini patut disimak.
Dewa – Bintang Lima
Dulu waktu SD, sejauh aku ingat hanya ada 2 kaset di mobil bapakku selama hampir 1-2 tahun. Kaset Dewa – Bintang Lima dan 07 Desember Sheila on 7. Setiap berangkat dan pulang sekolah, lagu itu sepanjang perjalanan diputar berulang ulang. Sampai aku hapal di luar kepala lagu-lagu seperti “Roman Picisan” dan “Separuh Nafas”. Tanpa mengerti apa artinya, sering kali aku tanpa sadar menyanyikan lagunya saat sedang nganggur atau ngelamun.
Beranjak SMP, saat mulai ngeband, pilihan lagu yang dibawakan juga tidak jauh dari Dewa 19. Kemudian saat SMA dan kuliah, baru aku benar-benar membaca dan memaknai lagunya.
Aku dibuat kagum seolah masuk dalam dunia diksi penulis lagunya, Dhani Ahmad Prasetyo. Aku mulai mendengar kembali album-album sebelum Bintang Lima, berusaha mengikuti proses tumbuhnya Dewa 19 ke Dewa, dan karenanya semakin yakin dan cinta terhadap band ini.
Sempat juga menanyakan kepada bapakku, kenapa hanya ada album Dewa di mobil. “Ahmad Dhani berasal dari Surabaya, kebanggaan lokal”, ujarnya.
Lagu favoritku di album Bintang Lima ini adalah “Risalah Hati” dan “1000 Bintang”.
“Risalah Hati”. Dari judulnya yang super puitis lalu lagunya yang sempat jadi soundtrack patah hati masa masa SMA. Bisa puluhan kali mendengar lagu ini dalam satu hari waktu itu, karena pengalaman yang terjadi.
Dan penutup track di album ini, “1000 Bintang”, meski tanpa nyanyian, sepertinya jadi awal mengenal kemegahan string section. Seperti dibawa ke dimensi lain.
Lewat album ini, Ahmad Dhani dan gengnya seakan mampu mewakili perasaan romansa dari berbunga bunga hingga patah hati, namun tetap menjaga wibawa pendengarnya.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Menengok Gegap Gempita Ekosistem Musik ‘Pinggiran’ di Kulon Progo
Pinggiran, pelosok, dan jauh, sepertinya tiga kata itu mewakili Kulon Progo. Biasanya, diksi-diksi tersebut muncul dari orang-orang yang tinggal di pusat kota, pokoknya yang banyak gedung-gedung dan keramaian. Diakui atau tidak, Kulon Progo memang …
Perspektif Pekerja Seni di Single Kolaborasi Laze, A. Nayaka, dan K3bi
“Rela Pergi” menjadi single kolaborasi perdana antara Laze, A. Nayaka, dan K3bi via Sandpaper Records (29/11). Tertulis dalam siaran pers bahwa proyek yang diinisiasi sejak pertengahan 2024—usai Laze merilis DIGDAYA dan sebelum …