Resensi: Lightcraft – Us Is All
Artist: Lightcraft
Album: Us is All
Label: Lightcraft
Peringkat Indonesia: 7/10
Rekaman indie-rock atmosferik skala panggung besar yang layak didengar
Menjadi band yang sering naik-turun panggung di festival-festival di luar negri adalah sebuah keuntungan bagi Lightcraft. Bagaimana festival di luar negri telah membentuk mereka menjadi sebuah band yang utuh secara musik juga kemasan performance. Ironisnya, diapresiasi audiens di luar lebih baik ketimbang di rumahnya sendiri.
Menyedihkan? Tidak juga karena menurut saya tidak ada batasan untuk bagaimana band membawa musiknya. Sekali musik dibuat, apalagi sudah diunggah untuk didengarkan oleh dunia via layanan musik digital, maka musik adalah milik semua orang.
Hal ini malah sebuah keuntungan bagi band sekelas Lightcraft yang memang sedari awal memilih untuk menulis lagu-lagu mereka dalam bahasa Inggris, bahasa universal yang dipahami oleh seluruh pendengar musik dari belahan dunia manapun. Alasan ini yang lantas mengusir kegelisahan terlebih menyarankan band ini untuk menulis lirik dengan bahasa Indonesia.
Pasar bisa diciptakan dan pasar Lightcraft adalah pendengar musik dunia, dari Jepang, Rusia, Korea Selatan, mereka yang menunggu Lightcraft dalam perhelatan festival musik di negara-negara yang akan dikunjunginya minimal setahun sekali. Jika panggung telah mereka taklukan, yang lantas menjadi pe-er besar adalah bagaimana mempertahankan atau meningkatkan mutu rekaman musik mereka dari album ke album.
Saya kebetulan beruntung memegang versi Jepang dari CD album Us in All yang kabarnya dicetak terbatas hanya untuk pasar di negri Sakura beberapa hari sebelum mereka pergi tur ke sana. Menyimak 12 lagu di Us in All, pikiran saya langsung dibawa ke sebuah cakrawala yang luas, mungkin padang rumput atau padang hijau di pegunungan, bisa juga lembah dingin yang diapit gunung es, dingin dan luas. Bagaimana saya tergugah ketika mendengarkan “Into The Wild” – nomor favorit saya – benar-benar menghadirkan pengalaman berkendara di jalan tol yang membelah gunung, cocok untuk bertualang.
Kolaborasi spesial dengan beberapa musisi, seperti Ananda Badudu (di “Home”), Neonomora (di “… And the Morning Comes Too Soon”) terdengar keren. Anak-anak Lightcraft semacam bisa melihat kecocokan antara lagu ini dengan karakter masing-masing musisi. Hasilnya, Ananda dan Neonomora bisa mengeksekusinya dengan baik.
Balik lagi soal pe-er besar mempertahankan mutu rekaman tadi, mungkin satu-satunya kekurangan album ini belum bisa mencapai sound produksi yang mumpuni. Saya rasa ke depannya untuk ukuran band seperti Lightcraft yang kadung harum di panggung luar negri, perlu menggandeng music producer atau music director luar yang jangan-jangan bisa membuka ruang-ruang musikal yang baru untuk mereka selami. Atau mungkin tangan-tangan dingin di departemen pos-production sehingga sound yang dihasilkan akan jauh lebih baik, lebih – katakanlah – atmosferik langit ketujuh.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana
Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu. View this post on Instagram …
I’m Kidding Asal Aceh Tetap Semangat Berkarya di Tengah Keterbatasan
Setelah merilis 2 single bulan Juni lalu, band pop punk asal Aceh, I’m Kidding akhirnya resmi meluncurkan album penuh perdana mereka dalam tajuk Awal dan Baru hari Minggu (10/11). I’m Kidding terbentuk …