This Album Could Be Your Life – 50 Album Musik Terbaik Indonesia 1955-2015
Penulis: Taufiq Rahman Dkk.
Buku: This Could Be Your Life: 50 Album Musik Terbaik Indonesia
Penerbit: Elevation Books
Daftar album terbaik selalu menarik, terlebih jika membicarakan musik lokal. Entah untuk menutup tahun, meringkas dekade atau lainnya. Sebelumnya majalah Rolling Stone Indonesia pernah mengumpulkan pengamat dan kolektor musik untuk merilis daftar “150 Album Indonesia Terbaik” di akhir 2007. Kini Elevation Books, sub divisi Elevation records yang rajin menerbitkan buku musik dan album lokal merilis buku pegangan baru dalam memandang musik Indonesia yaitu This Album Could Be Your Life: 50 Album Terbaik Indonesia: 1955-2015. Menariknya, buku ini menghadirkan daftar berbeda dengan milik Rolling Stones Indonesia (RSI).
Sebagai perbandingan di urutan pertama daftar RSI ditempati oleh album soundtrack Badai Pasti Berlalu, lalu berturut-turut album Guruh Gypsy dan kompilasi Lomba Cipta Lagu Remaja 1978. Buku ini menempatkan album Badai Pasti Berlalu di urutan kelima. Gantinya urutan pertama ditempati oleh Dheg Dheg Plas – Koes Plus, kedua: Ports of Lima – Sore yang sebelumnya tidak masuk daftar dan Swami – Swami sebagai tiga besarnya. Wow, album kedua Sore, Ports of Lima ada di urutan kedua?
Sebelum membahas hal itu, daftar ini lahir dari para dewan juri yang aktif di kancah saat ini. Dari pustakawan musik Kineruku Bandung, Budi Warsito; seniman musik indie dan penulis musik, Harlan Boer; dosen dan penulis musik dari Bandung, Idhar Resmadi; penulis musik dan pendiri indie label Elevation Records, Taufiq Rahman; vokalis dan gitaris Bangkutaman, Wahyu Nugroho; serta penulis musik dan penggiat skena metal dari Malang, Samack.
Dan dari siaran pers dikatakan buku ini menempuh hampir dua tahun, melewati proses penjurian, penulisan, riset arsip, riset rilisan fisik, serta pemotretan dan penyuntingan. Dari situlah muncul beberapa hal yang cukup menarik. Selain -mengacu daftar RSI lagi-, menampilkan daftar 10 besar berbeda dan beberapa album yang sebelumnya tidak masuk ke dalam 150 album Indonesia terbaik versi RSI. Seperti Bandempo, Tony Scott & The Indonesian All Star, Remy Sylado, Semak Belukar dan Zeke Khaseli,. Dari semua nama itu satu album melejit ke posisi cukup tinggi yaitu album kedua Ports of Lima (2005) milik kuintet, Sore.
Tentu ada alasan kuat album Sore menjadi nomor dua setelah Dheg Dheg Plas milik Koes Plus. Ditulis oleh Idhar Resmadi, penuturannya cukup menarik. Menyamakan fenomena album Sore dengan kondisi musik pop Indonesia era 70an yang didominasi musik pop cengeng. Terlebih kita tahu dua album awal Sore memang begitu cemerlang. Namun ketika dibaca lebih lanjut saya tidak menemukan alasan kuat mengapa Ports of Lima yang dipilih ketimbang album debutnya, Centralismo. Secara berimbang tulisannya hanya membahas kualitas kedua album tersebut dan bagaimana pengaruhnya. Bukan alasan mengapa album kedua yang dipilih ketimbang album debutnya.
Meskipun begitu buku ini banyak bercerita kisah dan mitos menarik yang melatari sebuah album. Sempat dijelaskan penerbit melalui akun Twitter-nya soal beberapa kisahnya telah diverifikasi. Sisanya? Rasanya lebih menarik bila dibiarkan apa adanya. Dan dari 50 album, Taufiq sebagai empunya Elevation Group menulis lebih dari separuhnya. Mungkin ada alasan tertentu, mengingat Budi Warsito yang terlibat sebagai dewan juri absen menulis. Dan meskipun tulisannya mendominasi dan dengan kadar snob yang -tentunya- lebih diredam, tulisannya tetap asik dibaca.
Sederhananya buku ini adalah pengarsipan musik Indonesia nan ciamik dikemas dengan grafis dan visual yang memanjakan mata. Dari tata letak, penggunaan huruf, pemilihan kertas, serta halaman berwarna. Dan jangan lupakan juga tampilan artwork albumnya yang seperti di scan dari format fisiknya saat dirilis entah itu kaset, CD atau piringan hitam. Sehingga terasa hangat seolah bisa disentuh langsung.
Yang juga menarik buku ini dikerjakan oleh pelaku kancah musik independen saat ini tanpa melibatkan generasi terdahulu. Sehingga selain memberikan sudut pandang baru, bisa terasa lebih relevan buat generasi saat ini. Ini juga bisa menjelaskan kenapa pemilihannya terasa tendensius. Kita tidak akan menemukan album milik band atau penyanyi perempuan populer yang berhasil secara penjualan di daftar ini. Meskipun untuk penyanyi perempuan disediakan slot satu-satunya untuk album era 80an, Melayang milik January Christy.
____
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana
Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu. View this post on Instagram …
I’m Kidding Asal Aceh Tetap Semangat Berkarya di Tengah Keterbatasan
Setelah merilis 2 single bulan Juni lalu, band pop punk asal Aceh, I’m Kidding akhirnya resmi meluncurkan album penuh perdana mereka dalam tajuk Awal dan Baru hari Minggu (10/11). I’m Kidding terbentuk …