Wawancara Eksklusif: Laleilmanino Produser Terlaris 2020
Menyebut trio Laleilmanino sama dengan membicarakan musik pop Indonesia hari ini. Tidak ada istilah sebuah kebetulan dari latar belakang mereka yang memang personel dari band yang sudah cukup dikenal.
Lale dan Ilman masih memperkuat MALIQ & D’Essentials, serta Nino belum lama ini juga mengeluarkan single baru bersama RAN. Band mereka masing-masing sudah melewati usia karier lebih dari satu dekade.
Penghargaan demi penghargaan yang mereka dapatkan sebagai Laleilmanino bukti dari kesolidan. Catatan baru lagi, mereka sudah mencapai 100 lagu sebagai produser sekaligus pencipta lagu.
Angkanya terus bertambah karena belum termasuk proyek-proyek di depan yang masih dalam proses penggarapan. Bocoran yang tersiar baru-baru ini, Laleilmanino juga menggarap lagu buat Ruth Sahanaya (Mama Uthe).
Rasanya, jika dibayangkan tak akan pernah mudah untuk menyatukan tiga kepala dalam mengubur ego bermusik. Satu yang kita semua tau bahwa mereka melewatinya dan mendapatkan pengakuan dari para pendengar.
Pop Hari Ini mewawancarai Lale, Ilman, dan Nino hari Selasa (12/1) di tempat biasa mereka berkumpul menggodok musik. Simak jawaban-jawabannya langsung berikut ini:
Setelah proyek bermusik ini (terhitung sejak 2013) memasuki usia 8 tahun apa yang menurut kalian sangat berhasil, untuk kalian bertiga dalam meramu musik?
Ilman: Yang pertama, kalau kita bikin lagu bareng-bareng bertiga Insyaallah berhasil. Yang kedua, kita kolaborasi itu salah satu caranya kolaborasi ketemu sama orang yang tepat.
Nino: Setuju. Mungkin chemistry dalam pembuatan lagu. Nggak semua bisa bikin lagu bersama-sama. Kita juga tau ada beberapa talenta musik di Indonesia yang memang lebih senang ngerjain lagunya sendiri. Tapi, kita nggak butuh waktu lama untuk mencocokkan satu sama lain. Ketika berbagi referensi, berbagi visi, berbagi ide dalam pembuatan lagu. Malah, sepertinya orang-orang banyak yang bilang kayak kalau misalnya dengerin sebuah lagu, tahu kalau itu lagunya Laleilmanino. Berarti kan, kayak tanpa rencana juga kita mungkin berhasil membuat sebuah pattern dalam lagu-lagu kita. Ada benang merahnya, apakah itu mungkin musiknya yang kompleks, Lale sama Ilman, atau mungkin secara lagu mudah banget buat diterima sama kuping.
Lale: Gue setuju sama dua-duanya.
Nino: Kayaknya kita penggabungan antara dua itu deh. Berusaha untuk membuat musik yang ‘tidak biasa-biasa saja’ tapi tanpa mengesampingkan bahwa sebuah lagu tuh harus juga mudah untuk dicerna sama pendengar. Jadi, kombinasi dua hal itulah mungkin yang bikin Laleilmanino bisa cepat diterima sama publik.
kita nggak bisa ngegampangin demand yang datang. misalnya orang datang trus bilang, “Aduh sorry kita lagi capek nggak bisa bikin lagu” . itu nggak mungkin.
Jadi kalian nggak merasa terbebani harus menjadi apa?
Nino: Kalau harus menjadi apanya enggak. Tapi, mungkin terbebaninya tuh secara pressure waktu saja sih kadang-kadang. Karena kita kan harus colong-colongan jadwal juga sama RAN sama MALIQ. Terus, ketika waktu yang sudah tersedia itu ternyata nggak bisa kita kerjakan dengan cepat. Nah itu tuh yang kadang-kadang suka menjadi musuh besar kita tuh. “Waduh nih sayang banget kalau hari ini nggak jadi apa-apaan”, bebannya lebih ke itu sih, lebih ke waktu.
Pernah nggak merasa kehabisan ide? Dan bagaimana kalian bisa terus memperbaruinya?
Ilman: Pernahlah. Belum lama, baru seminggu lalu. Mau bikin lagu tiba-tiba stuck. Writers block trus ngerasa kita ngeluarin nada, chord itu kayak kok boring yah, membosankan dan kayak ngerasa sudah pernah terus kayak nggak enak. Cara ngatasinnya nggak usah bikin lagu. Tinggalin aja.
Nino: Walaupun mungkin kalau misalnya kita bikin perbandingan antara yang kehabisan dan dapat ide. Pasti kehabisan ide lebih sedikit sih. Tapi mungkin itu juga bisa dipengaruhi sama produktivitas kita di tahun 2020 banyak banget bikin lagu. Jadi, kemarin itu kebetulan hari itu terjadi di ujung tahun sih. Setelah kita sudah terlalu bikin banyak lagu. Mungkin entah kita yang kayak enggak tau harus bikin apa lagi atau mungkin kita bosan dengan yang sudah dibikin kok gitu-gitu lagi, atau juga bisa jadi mungkin secara hati kita lagi capek aja gitu karena kan bikin lagu kan mengandalkan rasa banget yah. Kalau misalnya rasa loe udah diperas abis selama satu tahun itu mungkin waktunya buat istirahat sebenarnya. Tapi balik lagi, kita ada di industri dan kita nggak bisa ngegampangin demand yang datang. Kalau misalnya orang datang trus kita bilang, “Aduh sorry kita lagi capek nggak bisa bikin lagu” nggak mungkin kan. Itu dia sih, uniknya bikin lagu dulu sama sekarang.
Kalau dulu misal sama band masing-masing gitu yah. Kita bikin lagu, kalau misalnya nggak dapat. Ya sudah nggak ada tuntutan. Tapi kalau sekarang kita kerjasama sama orang. Kalau misalnya dia butuh waktu seminggu untuk jadi lagu, kita harus bisa. Ini proses sih, moga-moga kedepannya sih kita bisa menyiasati itu. Walaupun hal-hal seperti ini kayaknya sih bakal akan terjadi lagi di kemudian hari karena kalau misalnya salah satu faktor yang tadi gue sebut, bosen lagunya kayak gitu-gitu aja. Setahun, dua tahun lagi mungkin lagu kita sudah jauh lebih banyak lagi. Sudah lebih macam-macam lagi lagu yang pernah kita buat. Jadi, kita emang harus bisa terus mencipta sesuatu yang baru sih untuk tetap bisa berevolusi, invent something new.
Lale: Setuju banget gue. Sudah lengkap banget jawabannya. Tapi memang begitu, writers block atau tiba-tiba nggak bisa ngide lagu baru sebenarnya wajar dialami sama song writer, produser. Pasti ada titik di mana capek gitu. Kayak sudah enek aja gitu, mau bikin lagu baru tuh kayak nggak bisa gitu. Itu untuk yang sendirian saja bisa terjadi, apalagi kita yang bertiga. Kita yang bertiga kan biasanya kan memang kita terbiasa bikin lagu habis itu kayak sudah connect, sinergi gitu. Nah, ada momen bikin lagu misalnya Ilman nggak bisa nangkep maksudnya gitu kayak nggak connect saja gitu. Itu normal banget.
Nino: Jadi memang enaknya bertiga ngerjainnya bareng-bareng. Tapi, tantangannya bertiga ketika ada satu energi yang lagi nggak connect, bisa jadi tuh siklusnya nggak terjadi tuh karena kita butuh siklus tiga energi ini.
Ilman: Ada avatar, ada yang angin, ada yang air, ada yang api [tertawa].
Nino: Kemarin tapi ada satu hari kita bingung banget pengin bikin lagu apa pas kliennya datang. Tapi, habis kliennya pulang kita gonjrang-gonjreng doang di sofa, jadi malah lagu dan nggak cuma satu gitu. Jadi mungkin kalau kemarin sih kita ada di titik lagi capek menghadapi pressure saja. Kan nggak enak juga yah bikin lagu dalam sebuah tuntutan, ditungguin gitu. Nah, kita nggak ditungguin tetap bisa mengalir saja.
Kapan tahun yang terbanyak kalian berkolaborasi? 2020?
Nino: 2020 tahun terbanyak bikin lagu.
Kalian menyangka nggak saat memulai karier tiba-tiba sampai di titik ini?
Nino: Grafiknya sih selalu progresif ya, naik terus. Mengira sudah tentu nggak berani, tapi berusaha untuk kesitu, iya. Dari awal kan kita pasti pengin bikin lagu sebanyak-banyaknya. Walaupun dari awal ketika pertama kali memutuskan untuk bikin lagu bareng kita nggak tau bikin lagu buat siapa karena orang-orang belum tau kita. Jadi dulu kita nawarin diri sistemnya, kayak MLM.
Ada nggak, yang tadinya nggak menyangka bakal kolaborasi lalu kejadian?
Nino: Dian Satrowardoyo sih. Benar-benar nggak pernah kepikiranlah awalnya karena kan dia juga bukan penyanyi. Tapi ternyata tiba-tiba setelah ada kerjasama yang memungkinkan dia bisa ikutan, terjadi juga.
Ilman: Next, Wulan Guritno. Namanya kan orang pengin. Salah satu contohnya. [tertawa].
Mana yang lebih banyak tantangan atau tanggung jawabnya, sebagai personel band atau produser?
Ilman: Harus sama ya, harus equal karena kita kan, dua-duanya bentuk tanggung jawabnya ada. Kita besar juga bukan karena masing-masing. Kita besar karena band kita masing-masing. Jadi kita harus ’selalu ingat rumah’, selalu memprioritaskan yang mana. Jadi, itu sudah harus paham masing-masing karena ada pengharapan orang terhadap karya yang kita buat kan. Jadi kita harus tetap juga tanggung jawab kita bikin lagu terus. Kita produksi terus.
Kita besar juga bukan karena masing-masing. Kita besar karena band kita masing-masing. Jadi kita harus ’selalu ingat rumah’, selalu memprioritaskan yang mana
Nino: Tadinya kan kita cuma mengabdi pada satu rumah gitu. Sekarang kita sudah punya dua rumah. Dua-duanya harus keisi terus, dapurnya harus ngebul terus. Jadi sebenarnya nggak bisa beda-beda tanggung jawab sih. Malah sebenarnya akhirnya tanggung jawab ke band sendiri pun bisa jadi harus lebih kita gas lagi karena di sela-sela waktu kita lagi nggak sama band kita. Kita bikin lagu terus. Ketika kita butuh bikin lagu buat band sendiri, kita tetap harus bisa perform dengan baik. Walaupun secara energi bikin lagunya, mungkin lebih capek dibanding teman-teman band yang lain.
Lale: Dua-duanya menantang. Kalau di band masing-masing kan gimana caranya biar band tetap eksis. Tapi di kita, kita juga tantangannya beda gitu. Maksudnya kita tuh ibaratnya bikin, kayak ngebangun jalan buat orang gitu karena kita bikin lagu buat orang kan, buat karir orang. Jadi tantangannya juga sama. Ibaratnya, kalau misalnya di band sendiri kitanya nggak serius, bandnya bisa nggak jalan. Kalau kita enggak serius bikin lagu buat orang, karir orang bisa nggak jalan juga. Jadi harus sama sih.
Sejak kalian membentuk ini ada risiko pasti kan?
Ilman: Itu jadi pembelajaran buat kita juga. Kita jadi ngerti manajemen risikonya, kalau kita begini gimana, kalau kita begitu gimana. Nambah pintar lah.
Nino: Pada akhirnya sih sebenarnya cuma we live for the day. Setiap hari demi hari kalau misalnya tiba-tiba di suatu hari muncul pilihan yang harus kita putuskan dan itu mengandung risiko, mungkin itu memang part dari gimana kita sebagai orang pengin melebarkan sayap saja sih.
Tahun lalu, lagunya RAN “Si Lemah” diproduseri bersama kan tuh. Ada rencana untuk lagunya MALIQ nggak?
Ilman: Widi sempat ngobrol, workshop.
Nino: Waktu itu mungkin belum dapat gitu.
Lale: Kalau misalnya kayak RAN gitu kan memang ada dari RAN-nya. Maksudnya dari bandnya tuh memang ada rencananya, sehingga dibebasin dan akhirnya kejadian lah single itu. Kalau MALIQ, sebenarnya memang pernah punya planning itu, cuma memang belum terealisasi.
Ilman: Mungkin MALIQ bisa nyontoh RAN juga.
Nino: Justru sebenarnya dengan ada Laleilmanino kita malah menghadirkan possibilities yang tadinya nggak mungkin terjadi sama band masing-masing, karena kan kita nggak punya ikatan apa-apa. Kalau misalnya RAN sama MALIQ mungkin punya koridornya sendiri. Tapi kalau kita, kita bisa sama RAN, bisa sama MALIQ, bisa sama band lain, bisa sama international artist.
Siapa yang menantang dalam proses penggarapan namun hasilnya memuaskan dari sekian artis yang pernah bekerja sama?
Ilman: Itu salah satunya, kerjasama kemarin sama Studio Pop bikin bareng Diskoria juga. Bikin lagu judulnya Chrisye, dikasih waktu 24 jam untuk bikin lagu. Itu salah satu yang paling menantang di tahun kemarin.
Nino: Sama sih, karena memang balik lagi itu benar-benar pressure test lagi buat Laleilmanino, bisa nggak bikin lagu 24 jam baru di-brief paginya. Terus judul lagunya juga cukup beban ya, Chrisye.
Otomatis kalian harus tau lagu-lagu Chrisye juga kan?
Nino: Karena sih sebenarnya, kalau misalnya orang mau bikin juga gampang banget karena loe bisa search, sudah nggak perlu research lagi, cari CD-nya lagi, cari platnya lagi, loe benar-benar tinggal cari di Wikipedia pun tau judul lagunya gitu. Tapi memang kemarin lagu-lagu yang dipilih hampir semuanya adalah lagu yang pasti sudah pernah didengarin. Tapi yang kita harapkan juga generasi muda mungkin masih banyak yang belum kenal. Makanya harapannya judul-judul lagu itu ditaruh supaya orang nyari. “Oh ini judul lagunya Chrisye”.
Tapi piala ITU nggak menggambarkan sama sekali bahwa lagu-lagu kita di tahun itu Berhasil atau nggak berhasil juga.
Bagaimana kalian menentukan dengan siapa kalian berkolaborasi?
Ilman: Kita ditentukan.
Nino: Karena ini pastikan awalnya, bolanya datangnya dari musisi yang pengin beli lagu sama kita, atau bekerja sama dengan kita. Kita cuma pernah sekali milih artis sendiri yaitu Reza Chandika dan Rendha Rais.
Apakah memang kebanyakan penyanyi solo?
Nino: Mungkin karena yang minta penyanyi solo rata-rata ya. Sebenarnya band juga ada. Ada Lalahuta, ada HiVi!, ada Diskoria. Karena mungkin biasanya kalau band tuh pasti sudah punya salah satu membernya yang adalah song writer di band tersebut, dan kalau misalnya band pasti band mood-nya pengin produksi lagunya sendiri.
Menurut kalian, piala penghargaan yang sudah diterima membuat Laleilmanino akan lebih sukses nggak?
Ilman: Itu rewards kali yah atas hasil kerja kita yang lumayan begadang kalau orang tau kita tuh begadangnya gimana. Mungkin itu bentuk rewards, mudah-mudahan juga membuka jalan ke depannya. Bukan jadi tujuan tapi jadi pengharapan buat kita jadi makin lebar lagi sayapnya.
Lale: Ada yang dipajang.
Nino: Penghargaan tuh suntikan semangat saja sih, karena kan kadang-kadang pasti ada lah rasanya capek kerja tapi ternyata, ya sebenarnya nggak bisa dijadiin patokan juga karena penghargaan itu bukan satu-satunya barometer kita buat nentuin lagunya sukses apa enggak. Kayak tahun sebelumnya, 2019 kita di AMI dapat 18 nominasi tapi nggak dapat satu pun piala. Tapi walaupun pasti ada rasa kecewanya sedikit. Tapi, itu pialanya tuh nggak menggambarkan sama sekali bahwa lagu-lagu kita di tahun itu nggak berhasil juga. Jadi, kalau menurut gue sih bukan beban ya, justru malah kayak buat kita itu penanda aja. Kayak loe kan pasti memandang sebuah perjalanan tuh nggak start langsung finish kan. Loe pasti ngeliat pit stop pit stop– nya gitu. Nah, mungkin piala itu bisa seperti pit stop– nya. Kita sudah bergerak nih, bukan di titik yang sama lagi. Jadi pandangan kita menuju garis finish yang sebenarnya harapan yang nggak ada ujungnya itu buat kita seakan-akan tuh semakin dekat gitu.
Ilman: Ada check point check point– nya.
Nino: Habis ini apalagi nih, kita dapat piala nih, tahun depan harus musti dapat lebih lagi.
Kalian dengerin lagu-lagu luar maupun lokal terbaru nggak sih untuk mencari referensi?
Ilman: Iya. Bukan cek ombak tapi justru kita memang pengin tau. Oh, sekarang tuh begini. Sound– nya begini, notasi tuh begini. Jadi kita banyak dengerin.
Pendapat tentang kemiripan lagu luar dan lokal?
Ilman: Itu manusiawi banget karena kita jadiin dia referensi. Nggak mungkin kita nggak ngambil dari dia. Pasti kita ngambil.
Lale: Pernah dengar, tiba-tiba recall, terus bikin chord, notasinya, lirik-liriknya, mungkin ada yang mirip.
Ilman: Apa yang kita buat. Apa yang kita dengar.
Nino: Tapi kalau misalnya mereka bisa membandingkan lagu kita sama lagu orang berarti mereka dengerin lagu kita, begitu saja, looking from the bright side.
Mau tau komentar kalian soal musik yang bagus tuh seperti apa sih?
Lale: Musik yang bagus tuh, loe dengar sekali, abis itu loe bakal inget lagi terus. Itu dengan kita keinget lagu itu tuh menandakan musiknya tuh. Kan musik kan selera yah. Pasti beda-beda. Ibaratnya misalnya gue dengerin satu lagu sekali, tiba-tiba minggu depan gue bersenandung lagu itu. Padahal gue udah nggak dengerin lagu itu lagi. Menurut gue itu musik yang bagus buat gue.
Ilman: Menurut gue musik yang bagus yang output-nya nggak jauh dari ekspetasi yang udah loe bayangin. Kalau buat orang luar yang dengerin, ya mungkin lagu bagus menggugah di telinga, yang related sama kehidupan sehari-hari. Gampang disenandungin.
Tuhan kan sudah menciptakan telinga buat mendengar. Tapi kan hati diciptakan buat merasa, jadi menurut gue lagu yang baik itu adalah lagu yang bisa masuk ke rasa
Nino: Gue simple saja. Buat gue, musik yang bagus itu adalah musik yang masuk ke hati. Tuhan kan sudah menciptakan telinga buat mendengar ya. Tapi kan hati diciptakan buat merasa, jadi menurut gue lagu yang baik itu adalah lagu yang bisa masuk ke rasa gitu. Nggak cuma sekelibat terus abis itu hilang saja. Sebenarnya poin-poin dari Ilman sama Lale juga sama sih. Tapi, proses seseorang untuk bisa mengingat sebuah lagu itu sebenarnya nggak cuma butuh kepala doing, tapi butuh hati juga. Kenapa dia bisa ngulang lagi, karena ya jatuh cinta kayak loe suka sama orang. Ketika loe jatuh cinta sama orang loe pasti akan kebayang-bayang dia terus. Sama juga kayak lagu. Jadi kita harus selalu bisa bikin sebuah lagu yang menarik. Kenapa karena lagu yang menarik akan attracted perasaan orang untuk jatuh hati pada lagu tersebut.
Ketika yakin musik kalian bagus, kalian juga bisa menganggap orang menilai hal yang sama?
Nino: Nggak jauh dari ekspetasi yang dibayangkan. Mungkin bukan secara teknis tapi lebih ke waktu kita bikin lagunya kan kita punya certain feeling. “Ih, kok bagus yah”. Gue bisa nih connect sama lagunya nih. Nah, harapannya tuh orang tuh bisa terkoneksi sama lagu seperti bagaimana kita bisa merasakan lagu tersebut.
Oh iya, mengenai Al-Fatihah yang diselipkan di tiap lagu. Mau tau dong cerita awalnya gimana kepikiran soal ini?
Nino: Sebenarnya kita bukan penemu, masukin Al-Fatihah ke lagu. Gue dulu tau diceritain sama Ifnar. Pongki dulu waktu rekaman Jikustik masukin doa. Nah, berhubung kita memeluk agama Islam, doa kita ya Al-Fatihah. Ya sebenarnya simple aja sih. Nih sedikit superstitious ya. Kayak kan, energi kan akan membawa lagu itu pergi ke mana-mana kan. Jadi kalau misalnya kita masukkan energi tersebut dalam bentuk doa ke dalam lagunya, harapannya lagu tersebut bisa ke mana-mana juga. Jadi ibaratnya setiap pencipta lagu pasti menganggap lagunya kayak anak. Ketika loe punya anak, loe pasti berdoa, anak loe bakal tumbuh dengan baik. Jadi orang yang dikenal sama orang, dan orang-orang mau berteman sama dia. Seperti begitu saja. Jadi moga-moga lagunya bisa tumbuh, berteman dengan baik, dan diterima sama banyak orang.
Kenapa Al-Fatihah?
Nino: Kalau Al-Baqarah nggak cukup.
Ilman: Kalau Al-Fatihah menurut gue bagus banget karena itu pembukaan. Jadi untuk membuka semuanya.
Nino: Doa yang membuka segalanya.
Merasa terbebani nggak dilabeli sebagai pencetak hit?
Nino: Kalau ngobrol sama maestro-maestro gitu ya, kayak Ahmad Dhani, dan Mas Yovie, mereka pasti bilang untuk menjadi seorang atau sebuah grup yang dilabeli hits maker, loe tuh nggak cukup cuma bikin satu lagu bagus bahkan nggak cukup untuk bikin beberapa lagu bagus. Yang dibutuhkan tuh konsistensi loe untuk selalu membuat lagu yang bagus. Jadi, untuk sekarang dicap seperti itu sih sebuah pujian yang amat sangat bodoh kalau ditolak ya. Jadi beban yang bisa kita konversikan menjadi pecutan sih, karena moga-moga ini adalah proses dalam perjalanan panjang kita menjadi hebat yang sebenarnya. Tapi kalau misalnya di setiap langkah-langkah kecil kita ada tiupan doa hebat dari orang lain, ya itu malah menjadi pembakar semangat.
Lale dan Ilman: Setuju.
Gimana pencapaian bermusik kalian sejauh ini dan rencana 2021?
Ilman: Banyak yang seru. Banyak sesuatu yang baru juga yang bakal Laleilmanino jalani.
Nino: Jadi di akhir 2020 kemarin, kita sempat ngobrol kita mau ngapain lagi ya. Kalau bikin lagu untuk musisi-musisi sudah pasti. Apa nih, yang kita hadirkan, sesuatu yang berbeda? Oh, kita belum pernah ya bikin soundtrack. Ya sudah moga-moga lah ya ada kesempatannya. Eh, tiba-tiba ada kabar yang baik. Kita Insyaallah, masih dalam tahap pengerjaan, semoga kita lancar nih untuk mengisi soundtrack sebuah film animasi dari sebuah perusahaan film yang sangat besar. Selain itu, kita juga banyak banget program-program menarik sih. Kita pengin banget juga bikin lagu nggak cuma buat musisi doang. Tapi kerjasama bareng brand, terus bikin aktivasi di luar membuat lagu karena tahun 2021 pengin kita canangkan sebagai tahun di mana Laleilmanino sudah berhasil melewati 100 lagu. Jadi kita pengin tahun 2021 itu penuh perayaan. Kita nggak pengin bikin perayaan manggung terus sudah. Tapi kita pengin benar-benar mengisi setiap detik di 2021 untuk merayakan apa yang sudah kita jalani, apa yang sudah kita capai. Bentuknya seperti apa saja? Nanti bakal ada kejutan-kejutan yang kita kasih sedikit demi sedikit.
Kalian tahun lalu sudah mulai tampil bertiga, sebelumnya nggak begitu. Akhirnya kejadiannya tahun lalu masuk TV?
Nino: Pada akhirnya, kita bisa menemukan sebuah pemahaman bahwa ada nih orang-orang yang pengin ngeliat kita manggung tapi bukan sebagai performer melainkan produsernya. Kayak loe nonton David Foster, mereka tampil juga di atas panggung, tapi mereka hadir sebagai pencipta lagunya bukan sebagai performer– nya, yang membawakan lagunya ya orang lain, kita hanya menemani. Jadi mungkin di waktu yang akan datang kalau teman-teman bisa punya kesempatan untuk nonton Laleilmanino membawakan lagu, ya konteksnya itu. Kita merayakan lagu-lagu kita bersama para musisi yang sudah bekerja sama. Jadi bukan menampilkan, tapi merayakan.
Soal soundtrack berarti ada fase baru lagi. Ada tantangannya nggak untuk bisa menggarap?
Nino: Tantangannya lagi-lagi waktu karena kita cuma punya waktu dua mingguan. Kita bikin satu lagu sih. Jadi ini perusahaan internasional punya sebuah film animasi baru. Mereka pengin nunjuk orang lokal untuk menceritakan original soundtrack khusus untuk teritori Indonesia saja. Tapi approval– nya panjang. Jadi, waktu cabang perusahaannya di sini mengidekan seperti itu awalnya ditolak. Mereka berencana untuk memakai lagu internasionalnya saja. Tapi perusahaan yang di sini keukeuh pengin majuin orang-orang yang ada di Indonesia. Bisa kok bikin lagu baru, original dari scretch, khusus buat yang di Indonesia. Sebenarnya ini katanya tawarannya datang dari Desember. Cuma karena memang birokrasinya menuntut untuk kayak yang “Oke, yang pusat ingin lihat dulu nih”. Mereka background check, mereka lihat karya-karya kita, siapa sih Laleilmanino ini. Setelah mereka berulang kali cek, akhirnya diapprove. Walaupun hanya satu lagu tapi ini salah satu milestone yang sangat baik bagi kita di awal tahun 2021. Harapannya, doanya baru dikirim di akhir tahun, di awal tahun langsung dijawab sama Tuhan, dan dapat sebuah tantangan yang presticious sih. Karena kalau misalnya besok berhasil jadi, habis itu di- present yang nge-present itu yang mahal banget.
Gimana tanggapan loe mengenai komentar Yovie. Bagaimana kalian memandang pencipta lagu senior?
Nino: Semua orang yang punya murid pasti kepengin muridnya bisa maju juga, atau bahkan yang doanya baik pengin muridnya bisa lebih baik daripada dirinya. Begitupula sebaliknya setiap murid dikasih ajaran oleh seorang guru, pasti murid pengin ngejar gurunya. Semangatnya lebih kayak gitu sih. Punggung-punggung mereka (sosok mereka red.) nih yang sudah berbalut sama banyak sekali lagu-lagu indah itu adalah sesuatu yang pengin juga kita miliki suatu saat nanti. Bukan kepengin ngalahan tapi gue pengin ada tuh di tempat yang sama kayak loe. Walaupun prosesnya masih panjang.
____
____
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Juicy Luicy – Nonfiksi
Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …
Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana
Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu. View this post on Instagram …