Wawancara .Feast: Multisemesta, Album Baru dan Rehat
Wacana perilisan album baru dari kuintet asal Jakarta, .Feast, sebagai bagian dari perjalanan Multisemesta sudah lama sangkut. Berbagai pijakan diinjak, 2021 ini, “Membangun dan Menghancurkan” direncanakan untuk rilis dan dapat dinikmati oleh para Kelelawar––sebutan untuk penggemar band ini, yang barangkali sudah lama tertidur.
Pandemi jelas jadi faktor yang terlampau besar apabila tidak disertakan dalam hambatan tertundanya album ini. Kendati demikian, menurut pengakuan para punggawa, maraknya penyebaran Covid-19 justru mereka butuhkan. Amit-amit soal terjangkit, berbagai adaptasi yang dilakukan guna memerangi virus ini ditarik sebagai cara untuk memperbanyak waktu belajar, menjelajah referensi audio dan visual yang baru, hingga menggarap lahan-lahan yang barangkali belum pernah mereka eksplor sebelumnya.
Ya, bagi .Feast, pandemi juga punya berkat untuk kelangsungan perjalanan bermusik mereka. Khususnya penciptaan album ini. Sedikit banyaknya menjadi interpretasi yang sama dengan album Membangun dan Menghancurkan mereka ini, yang akan mewakili Earth-5. Dunia di mana semuanya berhak menentukan keyakinannya sendiri di sini. Di sini juga, kata “tuhan” tidak lagi disebut dengan huruf kapital. Mengenai keingintahuan seputar Multisemesta, album “Membangun dan Menghancurkan”, serta hal-hal yang ada diantaranya, Pophariini berbincang dengan kelima anggota .Feast.
Banyak hal yang kalian alami dan membuat kalian sering menyampaikan “Kalau memang gak ada sesuatu yang baik untuk disampaikan, lebih baik gak usah menyampaikan apa-apa.” Ada hal baik apa di “Membangun dan Menghancurkan” yang layak untuk disampaikan?
Baskara : Jangan kabur Dat, jawab! [tertawa].
Ryo ‘Bodat’ : Coba dari lo dulu, Bok, yang bangun dunianya.
Diki : Lo yang ngancurin ya Dat [tertawa].
Baskara : Gak ada hal baik. Sebenarnya pas waktu itu ngomong gitu tuh, kalau ada hal penting yang harus diomongin, yang kita omongin, semoga orang menemukan kebaikan. Tapi kalau di sini, kalau secara penulisan, baik atau buruknya kan nanti orang yang menilai pas udah rilis. Kalau sekarang sih levelnya di tahap bandnya merasa ini penting, hal baiknya apa, yang akan ditangkap, pas materinya udah rilis, ya itu tergantung pendengarnya.
“Membangun dan Menghancurkan” akan mewakili Earth-5. Semua berhak menentukan keyakinannya sendiri di sini. Interpretasi personal terhadap kata-kata ini tuh, maknanya apa?
Awan : Di sini, kita di dunia yang hitam-putih, monokrom, dan masing-masing mempunyai stand point masing-masing yang dibela mati-matian. Kita pun nanti di situ seperti itu. Kitanya ke mana, menghamba ke siapa, apakah ke internet? Seperti di “Dalam Hitungan” yang sudah pernah rilis. Ke budaya? Seperti di “Tarian Penghancur Raya”. Itu nanti ada pilihan masing-masingnya dari kita sendiri.
Ryo ‘Bodat’ : Earth-5 tuh intinya keberagaman. Semua orang berhak menentukan segala objek yang bisa dijadikan keyakinan. Apa yang mereka anggap baik, lo percaya itu baik, silakan lo anut sebagai keyakinan. Masalahnya, semakin banyak orang menentukan, ada yang menentang. Selalu ada hitam-putih yang selalu bermunculan, saling kontradiktif. Internet yang bawa hal positif dan baik untuk diri gue, orang lain bisa menjadikan internet sebagai iblisnya. Kontradiktif yang seperti itu yang muncul di dunia yang banyak keberagaman.
Berarti posisi .Feast di sini, sebagai apa? Kalian sebagai yang bilang bahwa heterogenitas adalah jawabannya? Atau homogenitas justru?
Ryo ‘Bodat’ : Gue gak pernah ada di posisi gue me-nuhankan ini banget atau meng-anti-kan ini banget. Agak kompleks sebenarnya ini dunia ngejelasinnya [tertawa]. Gue sih balik lagi ke pernyataan .Feast di Earth-3. Jangan dibutakan dunia, jangan dibutakan akhirat. Itu yang masih gue pegang teguh sampai saat ini. Kalau Earth-5 nanti gimana, itu dunia yang selalu bertubrukan karena adanya dua pihak yang berbeda keyakinan.
Adnan : Setiap orang kan pasti punya jagoannya masing-masing dalam hidup. Lo menuhankan sesuatu. Kalau gue, jujur, gue menuhankan internet sih. Gue mengakses segala informasi di situ. Bahkan gue interview sama Pop Hari Ini aja melalui internet gitu loh. Gue bisa ngepublikasiin musik gue, .Feast, melalui internet. Sebenarnya itu juga yang gue terapin dalam hidup gue sih. Aku tak berguna jika tak diukur angka itu benar adanya. Indikator sekarang itu stream, jumlah followers, walaupun itu fana. Balik lagi sih gimana lo nyikapinnya. Angka kan indikator, tapi ada orang yang bodo amat sama angka. Gue melihat “Membangun dan Menghancurkan” itu balance.
Diki : Sebenarnya yang menggambarkan kita bebas memilih kepercayaan itu, ya harfiah ya, kita bebas. Earth-5 ini, sesuatu yang kita percaya tuh bisa jadi fanatisme. Kita ngecap fanatisme ada di hal yang radikal dan konservatif. Padahal fanatisme bisa ada di hal yang modern. Relasinya dengan kehidupan sekarang ini, di Earth-5 ini penggambarannya lebih ekstrim. Di kondisi sehari-hari juga terjadi perbedaan, tapi ini to the max.
Beberapa waktu yang lalu gue ngobrol sama Havie. Baskara itu seorang konseptor yang punya banyak rencana bagus namun harus dia sendiri yang garap supaya bisa sepadan. Kenapa sih merasa perlu untuk bikin konsep perjalanan Multisemesta ini?
Baskara : Jawaban jujurnya, kita ngefans aja dengan banyak franchise pop culture. Dari kecil baca komik, nonton anime, bohong kalau lo gak pengen punya dunia fiksi yang lo bikin sendiri. Secara rasional, konsep ini jadi semacam payung yang bisa memfasilitasi .Feast apabila suatu hari ingin berubah bentuk visual atau audio. Sangat-sangat memfasilitasi keinginan tersebut pada akhirnya. Setidaknya ada usaha untuk memberikan pemahaman kepada orang-orang yang ngikutin kalau setiap kita rilis sesuatu di era yang berbeda, soundnya bakal sama. Gak mungkin pasti, karena kita berpindah terus.
“Kita ngecap fanatisme ada di hal yang radikal dan konservatif. Padahal fanatisme bisa ada di hal yang modern” – Diki
Lo (Baskara) ingin jalanin semuanya sendiri––kalau me-refer ke obrolan dengan Havie. Saat ngobrol dengan Awan beberapa waktu yang lalu, “Membangun dan Menghancurkan” disebut sebagai proyek mangkrak. Bagaimana akhirnya sampai proyek mangkrak ini selesai?
Baskara : Okay…
Dan seberapa besar pengaruh kebugaran Adnan yang jadi hobi sepedaan gitu [tertawa]
Baskara : Mengaruh ke permainannya sih. Gue dengar-dengar dia jadi lebih cepat di studio.
Awan : [tertawa]
Diki : Jadi lebih sigap gitu.
Baskara : Baru mau dibercandain untuk masuk studio, nanti albumnya gak selesai. Eh udah selesai dia [tertawa]
Adnan : Harusnya gue compare kalau lagi live. Soalnya gue petakilan kan kalau lagi manggung. Lebih bisa petakilan. Tujuan gue itu sih. Buka baju jadi ga malu-maluin. Walaupun PD anyway.
Tapi kapan Nan, lo bisa manggung lagi? Kondisinya masih kayak gini [tertawa]
Adnan : Orang-orang harus vaksin dulu sih Coy! Foo Fighters 2021 udah bisa manggung. Indonesia masih stuck di 2020 Coy. Lebih parah malah. Kita insyaAllah di 2023 sih.
Adnan tadi sempat mention kalau pandemi jadi hambatan dalam pembuatan album ini. Baskara punya proyek pribadi. Adnan juga sepedaan. Menuju ke sini, tinggal menunggu waktu rilisnya album ini, ada pijakan-pijakan apa sih di sepanjang jalan?
Awan : Untungnya, sebelum sekarang ini (PPKM terbatas), hal-hal yang perlu ngumpul, take gitar dan segala macamnya, udah beres. Nah, setelah vaksin, rutin swab, dan Adnan lebih bugar setelah bersepeda ya kan [tertawa]. Pikiran lebih fresh, kita masuk studio lagi, rombak lagunya, yang udah direkam. Sekarang produser dan engineer tanggungjawabnya.
Diki : Sebenarnya pandemi ini menunda album kita tapi juga mempercepat album kita.
Awan : Yaa, benar!
Diki : Menundanya adalah akses kita jadi lumayan terbatas. Mempercepatnya adalah anak-anak mulai bisa belajar masing-masing. Ada baik buruknya lah. Pandemi ini menunda sekaligus mempercepat.
Awan : Itu gue setuju sih. Pandemi ternyata banyak berubah pola pikir dan segala macamnya sih. Bikin songwriting kita lebih eksplor.
Adnan : Dibantu juga sama EP “Uang Muka”.
“Penyesalan di album Multiverses itu bukan kolaborasinya. Hanya, kalau gak sebanyak itu dan semua dikerjakan sendiri, gue dan kawan-kawan akan belajar lebih.” – Baskara
Bas, kita pernah ngobrol soal penyesalan lo terkait album pertama kalian. Terlalu banyak kolaborasi. Penyesalan tersebut dan implementasinya terhadap album ini, gimana?
Baskara : Penyesalan di album itu bukan nyesal yang kayak menyesal dengan kolaborasinya. Hanya aja, kalau gak sebanyak itu kolaborasinya, andai semua itu dikerjakan sendiri, gue dan kawan-kawan akan belajar lebih. Bahkan bisa mempercepat perilisan album “Membangun dan Menghancurkan”. Di 2019. Di tahun kita menjalani banyak panggung. Solusi kita waktu itu bukan belajar tapi langsung cari orang yang bisa bantuinnya. Kalau kemarin luxury, sekarang essensial. Harus banget ada dia, walaupun kita bisa ngerjain sesuatu yang kayak dia, tapi akan beda kalau bukan dia. Selebihnya kayaknya belum bisa gue share. Terkait jumlah dan siapa aja kolaboratornya.
Berarti .Feast seperti apa yang didengar dan dilihat? Sekaligus, karena tadi beberapa kali menyinggung kata eksplor dan belajar hal baru. Apakah bisa diharapkan adanya perubahan musik di sini?
Adnan : Kalau visual, sudah ada bocoran dari 2019. Dengan outfit hitam-hitam. Dengan postingan hitam-putih.
Baskara : Walaupun itu masih kulit luarnya banget ya. Masih surface aja. Jauh banget dengan apa yang sedang digodok secara internal. Orang-orang terdekat; tim produksi, bilang kalau “Wah, .Feast kok lagunya kayak gini nih!” In a good way tentunya. Jadinya digging gitu anak-anak. Lumayan sih secara sound-nya gue rasa.
Memangnya selama menuju ke sini, yang didengar dan dilihat memang seperti apa?
Awan : Gue banyak dengerin funk, disko, lebih ke situ sih. Beberapa jagoan gue di musik rock juga lagi mengarah ke sana. Banyak dicekokin lagu pop juga sama pacar gue. Dua lipa, Ariana Grande, nih ternyata menarik juga nih lagunya.
Diki : Karena di rumah mulu, jadi jarang sih dengerin lagunya. Update referensi lagu paling dari main games atau tontonan film. Lagi banyak ngulik-ngulik anime. Opening-nya.
Adnan : Gue penasaran sama yang Asia. Kadang kalau dari yang Barat, bosen Coy! Lagi Korea atau Jepang sih.
Awan : Nah kalau itu lo liat aja dari warna rambut sama aksesorisnya, From! [tertawa]
Adnan : Nah, attention spain gue terhadap musik itu jadi 15 detik doang. Semoga gak kualat ke musik gue deh ya Allah.
Ryo ‘Bodat’ : Penulisannya Bring Me The Horizon di album terakhir sih. Banyak mempengaruhi. Karena banyak di rumah dan main game, itu juga sih.
Baskara : Gue setahun kebelakang lebih banyak dengerin scoring film sih. Banyak layer segala macam. Gue pengen agak lebar di album ini, dan sound yang agak lebar itu ada di scoring sih. Ternyata gak mudah bikin seperti itu, teknisnya.
Kalau diminta menggambarkan pengalaman mendengarkan pada album ini. Seperti apa sih?
Ryo ‘Bodat’ : Awalnya tuh menakutkan. Menakutkan. Tapi di tengah-tengah ketakutan itu bertemu dengan sesuatu yang bikin tenang. Makin ke belakang, yang tadi bikin kita tenang, kita dihantam lagi nih. Kita jadi bingung, dan takut lagi.
Diki : Bingung dan takut ya jadinya.
Awan : “Hah, .Feast kayak gini?” Lebih ke situ sih. Tricky sih. Orang akan suka atau gak suka.
Adnan : Bisa bikin orang yang bikin meme tentang .Feast, merah, peradaban, jadi mikir lagi sih.
Baskara : Ini ngayal gue aja ya. Gue pengen pengalamannya tuh kayak “Okay, ini enough music for today. Gue gak mau dengar lagu lagi, hari ini.” Gue pengen orang mendengarkan album ini seperti itu.
“Jargonnya selamat dan sukses, tapi yang ‘sukses’ Baskara doang, lainnya ‘selamat’ doang. Sebagai teman, gue sih senang ya. Hindia atau Lomba Sihir lebih atau segala macam, ya bodo amat “- Bodat
Berarti seperti obrolan kita waktu itu ya. Seperti mendengarkan Bap. dan Lexicon. Seperti datang ke museum?
Baskara : Yaa, ya, gue baru inget gue pernah ngomong itu ke lo. .Feast tuh tiap bikin album tuh rasanya pengen bikin monumen. Ada beberapa musisi yang tiap bikin lagu atau album feelnya kayak bikin rumah atau taman. Kalau .Feast tuh approachnya kayak bikin patung, terus “Wah gila ya bisa kayak gini” abis itu cabut, atau lo datang ke suatu kota terus nyamperin suatu monumen. Cuman satu kali seumur hidup lo ke situ. Gue pengen bikin sesuatu rasanya kayak gitu.
Apa karena taman atau rumah itu sudah lo bangun di Hindia atau Lomba Sihir?
Baskara : Gue rasa iya sih, karena kan Hindi itu pop ya. Bukan sesuatu yang “Eh ini nguliknya gimana ya?” Gue maunya kayak gitu, sesuatu yang orang dengar sehari-hari. Bukan sesuatu yang bombastis. Bedanya kalau .Feast, pengennya tuh kasih proses yang panjang tiap bikin suatu decision, dalam penulisan lagunya. Proses itu makin ditekankan dalam lagu-lagu ke sini, album-album ke sini. Proses itu makin parah di “Membangun dan Menghancurkan”. Ya benar, pandemi bikin mundur albumnya, tapi pandeminya bikin sadar kalau kita harus mundurin albumnya. Album ini tuh kayak alien. Asing. “Kok bisa kayak gini?”
Awan : Asing. Iya benar, merasa asing sih.
Posisi Baskara menarik buat dibahas. Lo menggambarkan pembangunan rumah dan taman di moniker lo, Hindia. Di .Feast, lo membangun monumen. Lantas rumah dan taman buat para personil yang lain, gimana?
Awan : [tertawa] Belum jadi kali ya rumahnya? Masih KPR [tertawa]. Taman bermain gue sebenarnya sempat ada. Ternyata gue doyan menjadi selekta. Tidak bertahan lama karena pandemi [tertawa]. Karena senang-senang jadinya gue gak invest di situ. Rumahnya? Belum jadi [tertawa].
Diki : Main sama anak-anak .Feast di luar menjadi .Feast pun menjadi taman bermain itu sendiri sih. Kita bukan yang ngumpul hanya karena ada proyek bareng. Keluarga .Feast cukup jadi taman bermain gue. Anak-anak .Feast itu gak terbatas dimensinya di musik doang sih.
Baskara : Ketiga proyeknya pun di bawah Sun Eater ya. Analogi tadi pun lebih menyoal ke teknis. .Feast pun adalah rumah. Teknis dan musiknya ya mungkin yang lebih layak disebut monumen.
Ryo ‘Bodat’ : Gue tetap sibuk juga. Gue kan soundman-nya Baskara.
Baskara : Dia malah paling sibuk diantara kita semua. Gak pernah balas WhatsApp [tertawa]. Liat Adnan sepedaan terus tapi masih balas WhatsApp [tertawa].
Ryo ‘Bodat’ : Melihatnya sebagai teman, Baskara dengan kesibukannya seperti itu, dan kalau ada yang bilang “Jargonnya selamat dan sukses, tapi yang sukses Baskara doang, lainnya selamat doang”. Yaudah dia sukses, tapi sebagai teman, gue sih senang ya. Hindia atau Lomba Sihir lebih atau segala macam, ya bodo amat. Masa kita nyumpahin Hindia atau Lomba Sihir hancur? Gue sih pribadi, selalu support. Gue gak pernah kepikiran porsinya .Feast akan gimana-gimana.
Baskara : Karena sebenarnya semuanya sibuk, From. Bedanya gue tuh sibuknya di publik. Orang liatnya gue liat sibuk. Kagak. Awan sama Bodat lebih sibuk. Diki sampai punya dua HP. Bedanya saat gue sibuk, itu public affair. Si Awan kalau dihitung-hitung, sama Cuy!
“Selagi pandemi, setelah “Uang Muka”, passion gue di musik drop banget. Di pandemi gue mikirin untuk survive dulu aja sih” – Adnan
Terakhir kali ngobrol sama Awan, kita ngobrolin soal keinginan lo S2. Tapi nunggu .Feast agak santai dulu. Di suatu wawancara bareng Goodnight Electric, kalian pernah bilang kalau ingin rilis 1-2 album lagi, lalu istirahat. Rencana itu masih ada? Bisa dijelaskan?
Ryo ‘Bodat’ : Ya kalau gue udah punya anak, masa anak gue dikasih makan lagu [tertawa].
Adnan : Tapi setiap individu punya impiannya masing-masing. Kalau lo sibuk di jalan, lo harus punya waktu juga untuk keluarga. Lo harus sayang sama badan lo! Epic banget gak sih kalau kita bikin beberapa album terus nanti comeback?
Awan : Tapi om-om Seringai masih, Nan? [tertawa]
Ryo ‘Bodat’ : Atau kita tunggu anak-anak kita udah pada kerja dulu nanti?
Diki : Terus bikin .Feast cilik ya? [tertawa]
Baskara : Intinya, bentuknya gimana dan kapan, tetap pada akhirnya rencana akan ada. Menuju sih, pelan-pelan. Jarak ke satu album ke album lainnya pun banyak yang dikerjain. Keinginan untuk istirahat ada. Bukan bubar.
Awan : Banyak arti lah. Break itu bisa kita belajar lagi. Bikin chapter baru lagi.
Baskara : Intinya, hidup lo udah lama banget nih dipinjam sama musik, sama .Feast. Iya ini keluarga, tapi lo punya keluarga lain dalam hidup. Rencana dari awal, lo sampai di milestone tertentu tapi sampai sini kita istirahat. Orang selalu bilang work-life balance, tapi lo work terus, itu gak balance. Gak semua orang punya privilage itu. Apalagi kita punya privilagenya. Kalau memang bisa kenapa enggak?
Adnan : Again tuh, sebelum di-twist sama orang, itu untuk orang-orang yang punya privilage aja sih.
Baskara : Iya benar, kita punya privilage itu, kenapa gak kita coba?
Awan : Bisa jadi saat kita break dari .Feast, kita membangun taman dan rumah itu tadi.
“Gak banyak pengorbanan kayak zaman dulu. Bela-belain colongan preview lagu pas kerja. Ngorek tabungan untuk beli alat. Sekarang sih lebih ke mengorbankan waktu bersenang-senang” – Awan
[tertawa] Wan, lo pernah cerita tentang titik terendah .Feast, di mana kalian ada di level yang berbeda. Ada yang udah lulus duluan, kerja, jadi merasa timpang secara jadwal dan finansial. Sekarang kalian sudah di sini, masih ada kah pengorbanan yang kalian lakukan, di dalam pengerjaan “Membangun dan Menghancurkan” ?
Awan : Gak banyak pengorbanan kayak zaman dulu ya. Kayak bela-belain colongan buka preview lagu pas lagi kerja. Ngorek-ngorek tabungan untuk beli alat. Sekarang sih lebih ke mengorbankan waktu bersenang-senang, yang tadinya sepedaan, jadi ditarik dikit nih untuk ngerjain album ini. Pengorbanannya ke hal-hal minor sih. Gak gimana-gimana banget kayak dulu.
Adnan : Ada sih, ke waktu sih kalau gue. Selagi pandemi, setelah “Uang Muka”, passion gue di musik tuh drop banget. Gue gak dapet feelnya gitu loh. Gue balik lagi ke studio untuk rekam part yang sebenarnya gampang banget gitu loh. Dalam pandemi ini gue mikirin diri gue untuk survive dulu aja sih. Gue pengen sukses ini album, tapi gue hidup untuk hari ini. Untuk dua tahun belakangan ini. Gue sempet kaya, enough gitu loh. Di dunia ini sementara, Men! Pas nanti ini rilis, gue PD-nya 100% tapi gak bakal naro ekspektasi gue kayak sebelum-sebelumnya sih.
Diki : Gue lebih ngerasa, pengorbanannya lebih banyak ke segi waktu dan mobilitas. Ngorbanin kerjaan, gak gue pegang. Bangun subuh untuk ngejar kerjaan sebelum masuk kantor. Mobilitasnya mungkin ke rumah Adnan. Rumah gue di Jakarta Barat, rumah Adnan di Jakarta Timur. Overall, itu jadi hal yang menyenangkan lah buat gue.
Ryo ‘Bodat’ : Gue, gak jauh beda sama yang lain. Manajemen waktu juga sih. Di rumah aja jadi gak asik, tapi di satu sisi ada tanggung jawab untuk ngelarin album ini. Dengan stopnya aktivitas, harus dipakai untuk selesain album ini. Banyak pengorbanan energi gue dan sampai orang lain sih.
Baskara : Secara manajemen waktu, kurang lebih sama. Lebih umum, di semua proyek musik, gue sadar kalau yang gue kerjain gak essensial. Apalagi lagi pandemi. Kerjaan yang lain punya impact langsung pada orang. Kita tuh entertainment aja. Pasti ada lah fungsinya, tapi ekstrim kayak gini, lo gak menyelesaikan apapun dengan kritik. Itu kenyataan pahit aja. Tapi lo tau harus kelar. Ini proyek mangkrak. Dampaknya gak mungkin sekarang tapi semoga manfaatnya mungkin bertahun-tahun kemudian.
______
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Sambut Album Perdana, Southeast Rilis Single By My Side
Band R&B asal Tangerang bernama Southeast resmi merilis single dalam tajuk “By My Side” hari Rabu (13/11). Dalam single ini, mereka mengadaptasi musik yang lebih up-beat dibandingkan karya sebelumnya. Southeast beranggotakan Fuad …
Perantaranya Luncurkan Single 1983 sebagai Tanda Cinta untuk Ayah
Setelah merilis single “This Song” pada 2022 lalu, Perantaranya asal Jakarta Utara kembali hadir dengan single baru “1983” (08/11). Kami berkesempatan untuk berbincang mengenai perjalanan terbentuknya band ini hingga kisah yang melatarbelakangi karya terbaru …