Stars And Rabbit – On Different Days
Tidak sengaja minggu itu saya mengulang-ulang terus album Waitress in Donut Shop dari Maria Muldaur. Sebuah album yang kaya tekstur dan rasa, dari jazz, roots, blues, gospel, dll, namun menariknya album bisa dinikmati kapan saja di segala suasana. Album ini juga yang menurut saya menunjukkan karakter vokal seorang Muldaur yang unik. Di satu sisi, effortless, fragile namun juga matang.
Entah mengapa saya sangat menggandrungi skena singer songwriter perempuan Amerika era 70-an. Nama-nama seperti Joni Mitchell, Muldaur, Laura Nyro, Carole King, Carly Simon, sampai yang muncul di era akhir 70-an seperti Kate Bush atau Ricky Lee Jones misalnya, semua membawa ciri khas masing-masing berbeda satu sama lain.
Di Indonesia mungkin ceritanya bisa dimulai hari ini, lewat Elda Suryani dan Didit Saad. Somehow, saya bisa menemukan benang merah antara apa dilakukan Elda bertahun-tahun bersama Stars and Rabbit, bagaimana ia mengolah vokalnya sedemikian rupa hingga sulit disamakan dengan penyanyi perempuan yang ada di tanah air yang terlebih penyanyi baru yang akhir-akhir ini tengah mengerucut menjadi pengikuti dari jenis vokal penyanyi tertentu.
Lewat On Different Days, sekali lagi saya kian memahami ketebalan Elda dalam mengolah koreografi suara hingga menjadi sebuah warna berbeda dan unik. Jikalau saya sedang berada di Austin di satu siang misalnya dan saya menyetel lagu folk rock kontemporer seperti “Merry Alone” di sebuah mobil bak terbuka dan berhenti di sebuah toko sepatu boots, akan sangat mungkin seseorang yang menyapa saya siang itu mengira ini adalah musisi dari Austin atau daerah Amerika lainnya. Itu hanya suasana yang bisa saya gambarkan setelah mendengar di lagu ini.
Siang itu saya membuka shield vinyl album pressing-an Jepang ini, lengkap dengan Obi-nya yang cantik. Berbekal kopi panas, saya panaskan ampli lalu terputarlah satu demi satu track side A dan Side B album ini.
Saya begitu larut dalam suasana album ini. Vokal Elda dan gitar Didit menjadi senjatanya. Tarikan vokal sesekali raspy, sekelebat lantang, kadang effortless ini membuat telinga saya dimanjakan, seperti intro “One Foot”, satu menit emosional yang luar biasa.
Didit, on the other hand yang saya lihat sudah seperti kunci dan gembok yang seakan tahu benar bagaimana mengolah notasi-notasi musik, bukan sebagai pengiring belaka. Selain “Merry Alone”, nomor-nomor seperti “Moon Lone City” atau nomor roadtrip saya seperti “Pretty Anticipated” dan “Library of My Mind” menunjukkan kelihaian penulisan dan aransemen dari musisi senior sekaliber dia.
Terlepas dari tema besar yang disampaikan Elda di album ini soal bukan tentang memperbaiki sesuatu, namun melepaskan. Well, menurut saya pelan-pelan Elda mulai melepaskan cerita lamanya dan siap menggali pengalaman baru yang seru nantinya. Jika Rainbow Aisle memulainya terlalu tergesa-gesa, maka On Different Days saya jadi semakin tahu (atau sok tahu lebih tepatnya) duo ini akan dibawa kemana.
_____
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana
Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu. View this post on Instagram …
I’m Kidding Asal Aceh Tetap Semangat Berkarya di Tengah Keterbatasan
Setelah merilis 2 single bulan Juni lalu, band pop punk asal Aceh, I’m Kidding akhirnya resmi meluncurkan album penuh perdana mereka dalam tajuk Awal dan Baru hari Minggu (10/11). I’m Kidding terbentuk …