Resensi: Ananda Badudu – Angkat dan Rayakan

Aug 13, 2021
Ananda Badudu Angkat dan Rayakan

Berselang lima tahun dari karya terakhirnya dengan duo Banda Neira, Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti di 2016, Ananda Badudu merilis album mini (EP) solo, Angkat dan Rayakan. Dirilis di penghujung Juli kemarin seolah menyusul rekannya di Banda Neira, Rara Sekar yang duluan merilis EP, Kenduri dengan moniker, hara sebelumnya di awal Juli. Meskipun lirik bahasa Indonesia indah nan puitis, nuansa akustik, petikan gitar sama-sama hadir di karya masing-masing, dan tetap dalam bingkai musik folk, namun karya yang tersajikan bisa dibilang terpaut berbeda.

Adalah kehadiran produser Indra Perkasa yang memperkaya musik di EP milik Ananda ini.  Yang juga membedakan apa yang telah dilakukan Ananda di Banda Neira dan yang dihasilkan hara. Tentunya dengan tidak mengecilkan Kenduri yang menjadi salah satu karya kontemplatif penting yang lahir dari era pandemi ini. Indra Perkasa sendiri adalah produser, pengajar, konduktor dan pemain bass, serta bassis, personil tetap grup free jazz, Tomorrow People Ensemble, dan juga salah satu penggiat synthesizer di Indonesia.

kehadiran produser Indra Perkasa memperkaya musik di EP ini.  Yang juga membedakan apa yang telah dilakukan Ananda di Banda Neira dan yang dihasilkan hara

Sentuhan Indra Perkasa ini langsung mentereng sejak lagu pembuka yang sekaligus menjadi judul albumnya, “Angkat dan Rayakan”. Bebunyian elektronik dan lirik selaras yang perlahan memuncak menghasilkan orgasme telinga. Ananda bercerita tentang upaya mengakhiri hidup yang urung, justru menjadi momen intim dengan sang pencipta. Tidak mengandung bebunyian akustik namun menyita perhatian. Patut digarisbawahi adalah bagaimana untaian lirik puitis ini bisa berpadu mengharu hati dengan bebunyian artifisial elektronik. Sekaligus menjadi lagu terbaik di 2021 tentang ketuhanan dan upaya mengakhiri hidup sendiri yang urung,

Aku lihat Tuhan / Saat hampir mati / Mengakhiri hidup / Di tangan sendiri/

Dia menghampiri / Lalu tanya-tanya / Kamu sedang apa? Kenapa? mengapa? // Sudah, sudah tak apa / Aku tidak murka / Kamu pasti lapar / Ayo cari makan/

Dan kita berjalan / Seperti kawan lama / Maut aku lupa / Sebab ia berkata / Lihatlah ke depan / Dan semua yang tlah lalu / Yang jauh terbentang / Itulah jalanmu/

“Angkat dan Rayakan” terasa begitu kompleks dan rumit, tapi meneduhkan. Meskipun kompleksitas dan kerumitan ini tidak menampakan batang hidungnya lagi ketika mendalami album yang diproduseri seluruhnya oleh Indra Perkasa ini. Berturut-turut empat lagu dari “Pada Nasib, pada Arus” yang sepi hanya ditemani denting piano saja; lalu seperti menemukan oase di duet dengan vokal Monita Tahalea di “Kita Berangkat Saja Dulu”; dan lagu kedua yang menjadi favorit, “Apa Mimpimu”; lagu menuju penutup dengan, “Air Matamu, Ibu” yang sepi, lirih dan remang. Seperti perjalanan berkendara panjang kala malam hari. Lalu perjalanan seperti disudahi oleh akhir yang megah dan penuh harapan, seperti menyongsong matahari, di “Hiruplah Hidup”. Kehadiran Indra Perkasa dan Gardika Gigih sebagai musisi pendukung seolah menutup dengan indah harapan yang nyaris buyar di lagu pembuka, “Angkat dan Rayakan”.

Selain dua kolaborasi manis dengan Monita Tahalea di “Kita Berangkat Saja Dulu” dan “Apa Mimpimu?” yang ikhlas dan ikhtiar, dua lagu, “Pada Nasib, Pada Arus” dan “Air Matamu, Ibu” menjadi lagu paling sederhana, seolah mengembalikan Ananda ke fitrahnya sebagai penyanyi/pencipta lagu. Namun kehadirannya jitu, karena menjadi penawar di antara lagu lain penuh bebunyian sintetis yang penuh emosi. Terlebih untuk menyiapkan diri sebelum akhirnya kita disatroni penutup yang grande, di lagu yang merupakan pengembangan lagu instrumental Gigih yang berjudul “Sudah Dua Hari ini Mendung”  yang diberi lirik dan notasi vokal oleh Ananda, dan musiknya dieksekusi dengan baik oleh Indra Perkasa.

“Pada Nasib, Pada Arus” dan “Air Matamu, Ibu” seolah mengembalikan Ananda ke fitrahnya sebagai penyanyi/pencipta lagu. Namun kehadirannya jitu, karena menjadi penawar di antara lagu lain

Yang menyenangkan adalah bagaimana kolaborasi antara Ananda dan Indra sebagai produser maupun musisi terasa maksimal. Kita tahu sebelumnya Indra juga memproduseri Monita Tahalea dan memberikan sedikit nafas elektronik di album Dari Balik Jendela. Dimana Ananda juga terlibat sebagai penulis lagu. Tapi album mini Angkat dan Rayakan adalah penampakan Indra yang sebenar-benarnya memberikan kontribusi sehingga nuansa folk-ish yang lekat dan sudah menjadi ciri Ananda menjadi sesuatu yang berbeda, menggugah dan mengusik.

Tentu menggugah dan mengusik di sini adalah hal yang baik. Terlebih bila berbicara soal karya seni. Karena sebuah karya seni harus mampu membuat kita merasakan sesuatu, yang tidak dan bukan hanya sekedar keindahan semata. Dan album mini Ananda Badudu, Angkat dan Rayakan adalah contoh yang baik akan hal itu.

 


 

Penulis
Anto Arief
Suka membaca tentang musik dan subkultur anak muda. Pernah bermain gitar untuk Tulus nyaris sewindu, pernah juga bernyanyi/bermain gitar untuk 70sOC.

Eksplor konten lain Pophariini

Inthesky Single Yang Maha Edan untuk Menggapai Pendengar yang Lebih Luas

Berjarak satu tahun dari perilisan single “Grateful”, Inthesky kembali dengan materi anyar “Yang Maha Edan”. Single yang rilis  Jumat (26/04) lalu ini menampilkan gitaris asal kota mereka Medan, Jordan Zagoto sebagai kolaborator.   Lagu …

Vinyl The Jansen Keluaran 4490 Records dan Demajors, Ini Dia Perbedaan Keduanya

The Jansen merilis album ketiga Banal Semakin Binal dalam format vinyl hari Jumat (26/04) via jalur distribusi demajors. Beberapa hari sebelumnya, band lebih dulu merilis dalam format yang sama melalui 4490 Records, sebuah label …