Wawancara Khusus The Brandals: Solid Berempat Teruskan Perjalanan

Dec 25, 2021

Keberadaan selama dua dekade bukan waktu yang sebentar. The Brandals seperti masuk ke fase yang baru lagi, setelah memulai semuanya dari 2001 yang dihiasi pergantian personel, kehilangan personel, masa istirahat, dan tahun ini menunjukkan warna yang belum padam lewat perilisan album kelima, Era Agressor.

Empat hari setelah perilisan albumnya, Brandals sempat mengungkapkan rasa syukur dan berterima kasih kepada semua pihak termasuk Brigade Rock N Roll Indonesia (sebutan bagi penggemar The Brandals, red) atas dukungan, loyalitas, dan dedikasi yang diberikan selama ini untuk merayakan karier bermusik mereka. 

The Brandals mengaku solid dengan formasi yang sekarang, yaitu Eka Annash, Radhit Syaharzam Almatsier, PM Mulyadi, dan Firman Zaenudin pasca Tony Setiaji memutuskan hengkang Desember 2020. Meski sudah tidak bersama Brandals, Tony memiliki kontribusi besar di album kelima ini.

Sebelum album Era Agressor diluncurkan, The Brandals sempat menyambangi Organic Records untuk kebutuhan syuting video konten Pophariini. Kami berbincang singkat dengan Eka, PM Mulyadi, dan Firman hari Selasa (30/11) di studio Organic Records. Simak sebagai berikut.


Apa kabar Brandals?

PM: Kabar baik. 

Eka: Baik-baik saja.

PM: Sehat.

Firman: Lagi baik banget bahkan baru rilis single. Lagi happy.

PM: Brojol ya, Mas? Baru brojol.

 

Bagaimana dengan formasi Brandals yang sekarang?

Eka: Berempat, seperti pas formulanya. Yang kemarin juga pas sih, masih berlima sama Tony juga. Cuma sekarang, Hmmm…

PM: Solid. Asyik.

Eka: Yang jelas proses memutuskan sesuatu lebih cepat.

Firman: Hmmm apa ya. Sama kali ya.

Eka: Bisa main Ludo berempat, kalau berlima enggak bisa.

PM: Enggak boleh yang ganjil-ganjil kata orang tua.

 

Ceritakan tentang hengkangnya Tony, mengingat beliau juga masih nge-band.

Eka: Mungkin sebenarnya kenapa Tony nge-band lagi, mungkin sudah enggak temuin apa yang dia cari di Brandals. Sekarang kita nge-bandnya lebih susah. Jadi Tony kesusahan, makanya dia cabut. Makanya, bikin band lagi. Punk 70’s yang lebih mudah mungkin chordnya.

PM: Oh, kalau saya waktu itu lagi cuti. Jadi saya enggak berpendapat [tertawa].

Firman: Pendapat ya? Pendapat gue tentang hengkangnya Tony, sebenarnya disayangkan saja sih sebetulnya. Segala masalah kan sebetulnya kalau pun memang ada masalah ya, itu sebenarnya ya bisa di ini lah. Cuma ya disayangkan saja dia keluar. Harusnya, album ini kan Tony masih into di album yang ini tuh harusnya memang ada dia juga. Cuma ya mungkin visi misinya sudah enggak di situ. Jadi ya mungkin Tony sudah harus cabut. Tapi di luar itu kan kita juga masih kontak-kontakan lah. Masih baik. Mungkin secara kerja sama dari bandnya, sementara cukup sampai di sini mungkin. Kalau di luar itu sih masih berteman.

PM: Istilahnya, album baru ini juga Tony nyelesaiin dulu semua.

Firman: Jadi biar dia nanti masih tetap dapat royalti [tertawa].

Eka: Kita sih masih nganggap teman ya. Enggak tau Tonynya gimana.

 

Jadi Tony masih mengisi untuk album?

PM: Iya, 100% selesaiin.

Eka: Ada semuanya kok.

PM: Workshop-nya, pembagian aransemen.

Eka: Pembagian cuannya juga akan dapat juga.

The Brandals, kiri ke kanan: Eka Annash, Firman Zaenudin, PM Mulyadi. / Dok: Raka Dewangkara.

 

Setelah dua single, album kapan rilis?

PM: Tersenyum sekarang ya ditanya itu ya.

Eka: Desember. Proyeksi antara ya paling lambat tuh, kita ulang tahun tanggal 22 Desember. Jadi kemungkinan di situ paling lambat.

Firman: Pertengahan atau menuju akhir Desember.

 

Dari dua single kemarin ini, tema besar di album?

Eka: Judulnya sudah ada, Era Agressor. Dengan dua ‘s’, jangan tiga, kebanyakan entar cair esnya. Era Agressor tematiknya ini mungkin album yang paling sarat sama keresahan sosial politik. Menanggapi apa yang terjadi di Indonesia ya, tempat rumah kita, negara kita. Yang terakhir kita rilis kan 2011, dalam rentang waktu 10 tahun, 2021, Indonesia tuh sudah melalui banyak krisis titik penting perubahan peta sosial politik dan itu impact-nya besar ke kita sebagai warga negaranya. Jadi ini respons-responsnya kita sih sebagai orang yang ngisi rumahnya.

 

Jeda yang cukup lama dari album terakhir 2011. Apa yang mungkin jadi kendala selain pandemi setahun belakangan ini?

Firman: Banyak sih.

Eka: Banyak.

Firman: Ada suka dan dukanya sebetulnya kan pastinya. Siapa tau 8-9 tahun, 10 tahun ya. Sedihnya ya itu, Brandals ditinggalin almarhum, Rully. Itu banyak, apa, tersendat-sendat jadinya. Akhirnya, enggak tau kalau almarhum masih ada, itu juga maksudnya proses sih.

Eka: Waktu sih, Man. Sudah beda prioritas ya. Maksudnya, kalau sudah nikah pasti susah bagi waktunya antara keluarga. 

Firman: Tapi, ya itu benar. Jadi, memang sibuk masing-masing. Waktunya mungkin bagi kita, band itu bukan prioritas pertama. Banyak hal lain, kerjaan, keluarga, termasuk. Jadi kita harus banyak menyiasati masalah waktu. Jadinya waktu banyak terbuang ke yang lain selain band. Dramanya di situ.

 

Fans juga akhirnya tau bahwa ada hal lain yang kalian jalani selama ini. Pertimbangan akhirnya album bisa dirampungkan?

Firman: Sebetulnya itu juga sebagai fansnya sendiri juga sebetulnya sebagian dari keluarga kita juga kan. Makanya, kita punya tanggung jawab untuk cepat-cepat kelarin album ini semaksimal mungkin.

PM: Yang bikin lama juga, memaksimalkan karya kita, banyak materi lagu, tapi ya dengan lima personel yang punya ego musik juga. Sudah album kelima. Nah, itu juga tuh. Ngelolosin lagu buat album itu juga butuh proses dan waktu.

Firman: Bisa dibilang ini mungkin jadi lebih tanggung jawab daripada album 1, 2, 3, keempat lalu kelima ini dengan durasi jarak yang jauh ini jadi lebih bertanggung jawab kita untuk ngeluarin albumnya tidak cuma hanya sejadinya saja.

Eka Annash. / Dok: Raka Dewangkara.

 

Bagaimana cerita menarik dari penggarapan album? Sudah sampai mana tahapnya?

Eka: Sudah selesai, basically ya.

PM: Kalau ditanya gini, senyum.

Firman: Nyicil sih semua. Rekamannya tuh kita, ada 10 lagu ya. Kita prosesnya dari sekian tahun itu nyicil. Jadi Eka, benar-benar dari Eka tuh yang, “Yuk kita harus sesegera mungkin nih masuk studio”. Jadi, start kemarin 3 lagu dulu masuk studio, dan itu renggangnya jauh, baru masuk gitar. Jadi, prosesnya nyicil sih untuk 10 tahun ini ya.

 

Mungkin kalau tidak dijelaskan satu-satu. Proses awal tiga lagu apa? Dan tiga lagu terakhir apa?

Eka: Kalau lagu sih, based-nya dari 10 itu ada beberapa yang sudah kita simpan dari tahun 2014 dari sebelum Rully wafat. Satu lagu judulnya “Way Down Below”, itu dari era sama Rully. Tapi, setelah itu kita hiatus dua tahun, 2016 balik lagi ditemani sama Firman. Baru tuh kita nabung satu, satu, satu. Berjalan dan kita juga estafet larinya di studio, per track, per track, per track. Dan itu kita kerjain dalam rentang waktu 4 tahun lah nih, 2016 sampai 2020, ada karantina. Jadi memang secara organically satu-satu ditambahin lagunya.

 

Berarti lagu yang terakhir direkam?

Eka: Terakhir itu, yang Firman bilang tadi. Kita sudah sampai kuota sekitar tujuh lagu dari semua demo yang puluhan yang kita sortir. Tapi masih kayaknya tiga belum jadi nih. Tiba-tiba pernah kita latihan, dalam satu malam brojol semua tiga lagu. Dari situ baru, “Wah kok keren semua lagi”, mengalahkan semua dari demo. Kita jadiin dan akhirnya kebentuk sepuluh lagu. Repertoarnya. 

Firman: Salah satunya, “Preambule” ya? 

Eka: Betul. Sebenarnya, “Retorika” sudah ada dari tahun 2018. Salah satu single yang paling duluan jadi.

 

Masa pandemi membuat band atau musisi ada juga yang bubar. Bagaimana dampak pandemi bagi Brandals?

Eka: Hmmm, meeting sih [tertawa]. Yang paling malas tuh meeting-meetingnya gitu lho.

PM: Meeting enggak ngeband kayak orang kantoran [tertawa].

Eka: Ketemu saja tapi plus juga kita bukan tipe musisi generasi sekarang yang punya piranti dan infrastruktur digital di rumah yang bisa kirim-kiriman lagu. Kita old school, kita tau [tertawa]. Kita from the previous generation. Jadi, kita masih kayak ngerekam pakai handphone terus kirim-kiriman sudah lewat handphone saja. Belum bisa tracking. Nyelesainnya lewat masing-masing, itu yang bikin lama sih. Kita ketemunya harus di studio. Ada waktu di mana, kita kayak, ya seperti mungkin band-band lain, enam bulan benar-benar terkungkung di rumah, enggak bisa ketemu, akhirnya, baru ketemu di studio itu. Tapi, di sisi yang lainnya mungkin karena yang gue ingat karena kita lama ketahan itu. Pas kita latihan ketemu lagi, lahir lah tiga lagu yang tadi. Itu mungkin momen di mana kita lama enggak ketemu nyambung, dan ternyata masih ada chemistry-nya. Lahir lah lagu-lagu berikut, baru-barunya. Jadi kalau misalnya konteksnya di Brandals menurut gue, kita kendalanya waktu itu justru enggak sampai frustasi. Tapi, kita kayak kebingungan saja. Gimana kita nyalurin, mau ekspresiin, ide musikalnya kita karena ketahan itu lagi, keterbatasan untuk ketemu dan enggak ada teknologinya untuk berbagi ide.

Firman: Kalau dari gue sih, jadinya kita lebih ke evaluasi saja sih secara internal karena kan di waktu yang sama begitu baru mulai. Sebelumnya, kalau enggak salah Boris (Manajer The Brandals yang baru saja hengkang di awal Desember 2021) masuk. Jadi, ya sekalian kita dibenahi saja secara internal, pribadi, gitu kan Boris masuk ngebawa kita mau ke mana dari segi apapun. Jadi lebih ke evaluasi juga sih.

PM: Match-nya dibenerin.

Eka: Iya itu juga. Benar kata Firman. Ada kesempatan itu bertepatan sama kita memutuskan untuk punya manajer karena kita berjalan kayak hampir berapa tahun, dari Firman masuk saja, basically enggak ada manajer, mandiri. Tapi kita mikir, nih mestinya sudah harus ada orang yang direct kita. Managerial sama business wise mau ke mana. Begitu dapat, pandemi. Tapi di situ kita dikasih kesempatan untuk ngerem dulu, ngebenahin satu-satu, merchandising, rekamannya, termasuk antar personel karena memang ada tension yang brewing, yang sudah, maksudnya gimana ya. Kalau isu pasti selalu ada kan, yang namanya berserikat sama orang pasti ada. Tapi ya mungkin jelek buruknya pada akhirnya itu, setelah mau mencoba mau dirapihin, kita jalani, mungkin ada salah satu partikel, Tony misalnya, kayak kemarin Tony enggak setuju ke mana kita berarah, akhirnya dia mundur. Tapi itu ya risikonya, mau gimana. Kita kalau mau membuat si itu juga menjadi salah satu tujuan kita. Brandals supaya jadi main income. Salah satu main income, karena kita semuanya dari dulu, once and always being a working class band. Kita selalu itu. Kita enggak bisa ngelempar semuanya dan kita ngeband semuanya. Kita belum sampai di tahap itu sih. Jadi memang harus di-backup dengan daily job yang kita kerjain. Mungkin kita bercita-cita suatu saat nanti, ya bisa kayak MALIQ begini, semuanya bisa terjun bermusik. Cuma untuk sekarang belum. Tapi lagi pelan-pelan mau diarahin ke sana nih. Itu mungkin salah satu kenapa yang enggak kawin sama Tony. Makanya Tony harus mundur, mungkin.

 

Desember, The Brandals berusia 20 tahun. Selama ini suka dukanya?

PM: Gue sih, keluarga kedua gue sih Brandals ini. Mau pandemi berapa bulan enggak ketemu, terus pas ketemu nyambung saja. Ya, ngeband nomor dua ya. Pertama chemistry antara personel, manajemen, jadi kayak keluarga kedua dulu. Ya, gitu lah.

Firman: Menurut gue sih Brandals adalah liburan, vacation. Ya, maksudnya karena notabenenya gue aktivitas rumah-kantor-rumah-kantor gitu saja. Begitu ada kegiatan Brandals tuh senang saja. Buat gue hiburan saja sih.

Eka: Kalau gue sih lebih ke ini lho, umur gue sekarang 45 dan berarti basically gue ngabisin hampir setengah hidup gue buat band ini. Gue sudah invest darah, keringat, literally darah ya berdarah-darah, keringat, tenaga buat band ini. Kalau sampai belum bisa menghasilkan kadar return of investment-nya berarti ada salah yang gue lakuin. Caranya salah karena dalam waktu sekian tuh orang kalau bikin corporate atau institusi mestinya sudah ada monetizing-nya, dalam beberapa tahun sudah ada proyeksinya. “Anjir ini 20 tahun kok gini-gini saja ya”. Makanya menurut gue harus ada yang dibenahi sih dan harus menghasilkan. Sudah 20 tahun sampai setengah hidup gue, gue habisin di sini. Sudah saatnya Brandals balik bayar gue. Kita punya hak, we earned it.

 

Enggak pernah berpikir ngebubarin Brandals?

Eka: Kalau gue sih enggak ya. Kemarin sempat bentrok. Ya, kembali ke isu kenapa Tony keluar, ada friksi lah. Cuma, setelah kita rembukkan, dikasih tau sama manajemen, sama Boris, “Kayaknya Tony enggak bisa jalan nih. Loe gimana yang sisanya?”. Ya gimana, masak mau ikut-ikutan. Kita sudah sekian lama built up, investasi ke album ini, dan sudah jadi bagian dari ritmenya hidup kita, daily gitu kan, enggak cuma tenaga dan uang saja gitu. Jadi, diterusin lah. 

Firman: Enggak bisa seegois itu lah. Di The Brandals enggak cuma sendirian. Ada yang lain juga di dalamnya. Kalau gue enggak kepikiran sama sekali untuk ngebubarin.

Eka: Ada crew

PM: Yang paling gede ya fans sih. Empat album, no turning back sih. Harus lanjut jalan ke depannya.

Eka: Datang ke environment (Organic Records) kayak gini. Ini baru band. Maksudnya ada hasilnya, ada studio, ada enterprise.


 

Penulis
Pohan
Suka kamu, ngopi, motret, ngetik, dan hari semakin tua bagi jiwa yang sepi.

Eksplor konten lain Pophariini

Juicy Luicy – Nonfiksi

Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …

Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana

Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu.     View this post on Instagram …