Peraukertas – Adaptasi Atau Mati
Adaptasi Atau Mati, album perdana dari Peraukertas ini bisa dibilang sebagai sebuah album yang ambisius. Mengapa tidak? Sebanyak lima belas nomor mereka gelontorkan di album ini, jumlah yang terhitung lebih banyak ketimbang album-album lokal lain di sepanjang tahun 2022 berjalan.
Meski Adaptasi Atau Mati adalah sebuah album perdana, namun sejatinya kiprah Peraukertas sudah dimulai sejak tahun 2016 silam. Selama rentang waktu tersebut, berbagai momen monumental pernah mereka raih. Sebut saja dengan merilis dua EP, deretan nomor tunggal hingga menempati posisi kedua dari sebuah ajang pencarian bakat.
Enam tahun memang rentang waktu yang cukup panjang bagi sebuah unit musik maupun musisi untuk akhirnya memperkenalkan album debutnya. Bagi kasus Peraukertas sendiri, hal ini terjadi akibat ragam momen yang mereka temui di perjalanannya, yang akhirnya membuat sang trio sadar bahwa saat yang pas untuk merilis album ini adalah di penghujung tahun 2022, di tahun keenam kiprah mereka sebagai sebuah unit musik.
“Sebenarnya, Peraukertas terbentuk karena memang mau langsung rilis album penuh. Cuma, ternyata seiring berjalan waktu, jam terbang, ketemu teman baru, kita sadar jika album penuh itu enggak sembarangan main dibuat dan semudah membalikkan telapak tangan”, terang mereka dalam rilisan pers yang diterima.
Mungkin, mungkin saja mengapa ada total lima belas nomor di dalam album ini adalah karena Peraukertas sudah merasa percaya diri untuk lepas total dalam memperkenalkan diri sebagai sebuah unit ‘organic’ rock seutuhnya.
Lima belas nomor tersebut mereka bagi dalam empat bagian yang digambarkan dengan empat elemen, yakni api, air, udara dan tanah.
Enam nomor pertama mereka kategorikan di elemen api yang menggambarkan karakter menggebu-gebu, disusul oleh empat nomor di elemen air yang diberi sentuhan instrumen elektronik, tiga nomor pop menyerempet folk di elemen udara dan ditutup oleh dua nomor terakhir sebagai elemen tanah yang didapuk oleh Peraukertas sebagai sebuah rangkuman dari semua elemen tersebut.
Berangkat dari konsep tersebut, maka jangan kaget jika perjalanan mendengarkan keseluruhan album ini akan terasa ‘gado-gado’, namun masih tetap di koridor ‘organic’ rock penuh eksplorasi dan rangkaian cerita seputar motivasi dan self-love yang mereka gadang di lirik-liriknya.
Beberapa nomor mencuri perhatian saya. Sebut saja “Merah Membiru” dan “Sepasang Mata” yang kedua nomor tersebut menampilkan solo guitar meliuk-liuk di dalamnya, yang sejenak membuat saya berpikir bahwa Adaptasi Atau Mati bisa saja dikategorikan sebagai sebuah guitar album dengan banyaknya ajang unjuk gigi kelihaian mereka dengan instrumen tersebut.
“Monolog 4” pun terbilang unik. Nomor tersebut hanya menampilkan eksplorasi Peraukertas dengan instrumen elektronik (modular?) yang disisipi oleh sayup-sayup permainan ambience dan instrumen lain yang menyusul, seakan menjadi sebuah soundtrack dari video game bertemakan masa depan nan canggih.
Tidak hanya nomor-nomor kencang berenergi, karena turut hadir beberapa nomor bertempo lebih lambat seperti “Ayah Ibu”, “Angin Berhembus”, “Lunglai” dan “Kuseka” yang bahkan melibatkan gitar akustik dan dentingan piano sebagai instrumen utamanya.
Keterlibatan para kolaborator seperti Dzee, Iga Massardi, Tj Abdillah, Yai Item, Tuan Tigabelas hingga Hyndia turut menambah warna dari album ini, yang masing-masing keterlibatannya patut untuk disimak lebih lanjut.
Bagaimana nomor “Simpan Ocehanmu” menampilkan Dzee yang menyumbangkan kemampuan rapnya di antara distorsi gitar, atau hadirnya Iga Massardi di “Jangan Dulu Mengelap Keringat” yang makin memompa semangat di nomor penuh tenaga tersebut.
Tentu, dari banyaknya nomor-nomor yang hadir, turut hadir juga nomor yang rasa-rasanya tidak spesial. Bagi saya, nomor “Next Constellation” menjadi salah satunya, bagaimana nomor tersebut terdengar janggal, selipan lirik berbahasa Inggris yang terasa tidak berada pada tempatnya, tampak jauh tertinggal dari nomor-nomor lain.
Namun meski begitu, semua akan bermuara kembali ke paragraf kelima, bagaimana Peraukertas tampak sudah percaya diri untuk memperkenalkan diri seutuhnya lewat album ini, album berisi lima belas nomor dengan gambaran-gambaran kepercayaan diri yang setidaknya bisa menjadi sebuah perkenalan lain untuk cerita-cerita selanjutnya dari trio ini.
Tantangan lainnya mungkin adalah bagaimana Peraukertas bisa membawakan nomor-nomor tersebut di atas panggung dengan energi dan kualitas yang sama dari format digitalnya ini. Memang sulit, tapi rasa-rasanya masih mungkin untuk dilakukan oleh mereka.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana
Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu. View this post on Instagram …
I’m Kidding Asal Aceh Tetap Semangat Berkarya di Tengah Keterbatasan
Setelah merilis 2 single bulan Juni lalu, band pop punk asal Aceh, I’m Kidding akhirnya resmi meluncurkan album penuh perdana mereka dalam tajuk Awal dan Baru hari Minggu (10/11). I’m Kidding terbentuk …