5 Band Bandung Favorit Rekti The SIGIT
Tak terasa perjalanan The SIGIT sudah memasuki usia ke-21 tahun ini. Cukup lama tanpa album baru, terakhir mengeluarkan single “Another Day” di tahun 2020. Tentu materi yang baru menjadi penantian bagi penggemar. Namun, mereka mengabarkan bakal tampil dalam All The Time Secret Gig tanggal 18 November 2023.
View this post on Instagram
Sejumlah festival musik menjadi tempat beraksi The SIGIT beberapa bulan ini. Saya sempat menemui pentolan The SIGIT, Rekti Yoewono di balik panggung dalam perhelatan Fandom Super Land yang berlangsung di Braga City Walk, Bandung. Ia menyebutkan band-band Bandung yang menjadi favoritnya. Simak langsung di bawah ini.
Pure Saturday
Pure Saturday karena album pertamanya, self-titled (1996) wajib ada di playlist saya. Ya, Pure Saturday bisa disebut sahabat saya yang membawa banyak momen tak terduga dan menginspirasi. The Sigit dan Pure Saturday pernah kolaborasi tahun 2021 di panggung Smooth Session: The Flavour Journey, Guinness. Di acara ini kami juga bikin karya baru orisinil ciptaan The SIGIT dan Pure Saturday judulnya “Utopian Dream Part 2”.
Mocca
Dari dulu sampai sekarang saya dengerin Mocca. Bagi saya, lagu mereka tidak lekang oleh waktu. Alasan suka Mocca sesederhana karena suka aja dan menghiasi hidup saya, bukan karena tren. Bareng Mocca, saya pernah kolaborasi di single mereka judulnya “There’s A Light At The End Of The Tunnel” di tahun 2020.
Komunal
Sound-nya saya suka banget dan mungkin juga karena saya merasa Komunal itu menyajikan musik stoner rock yang gak mainstream. Materi-materi Komunal itu tidak seragam seperti yang beredar di skena musik Indonesia.
Harry Roesli Gang
Saya suka karena semangat eksperimentalnya. Kalo denger kata eksperimental itu kesannya sulit dipahami, tapi tidak dengan Harry Roesli Gang. Album Philosophy Gang (1973) masih ada unsur-unsur groove-nya. Setidaknya permainan mereka masih relevan dengan musik tahun 70-an saat itu, beat-nya oke, bassline-nya oke.
Sharkmove
Saya sempat beberapa kali manggung bareng vokalis dan gitaris Sharkmove, Om Benny Soebardja. Tahun 2012 di Djakarta Artmosphere di tahun yang sama Benny and The Lizards (1975) dirilis ulang. Kolaborasi dan manggung bersama Om Benny itu berawal dari saya yang memang suka Sharkmove. Kebetulan era itu (2012) banyak reissue-reissue band Indonesia, seperti Guruh Gipsy dan lain-lain, direissue oleh label-label Eropa. Terus ada Those Shocking Shaking Days di era itu, memang salah satu gelombang bangkitnya musik-musik tahun 70-an yang sempat dilupakan. Suka Sharkmove karena mungkin selera musiknya sama, maksudnya Om Benny dan musiknya pada tahun 70-an secara tidak langsung memang mengikuti tren saat itu dengan karakteristik sound-nya. Kebetulan kami juga menyukai musik seperti itu sampai sekarang. Bagi saya pendengar dan pembuat musik rock tahun 70-an kita satu kategorisasi.
Foto Rekti oleh Adika Hernandi / @dikakrebo.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Juicy Luicy – Nonfiksi
Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …
Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana
Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu. View this post on Instagram …