Di Balik Panggung Java Jazz Festival 2024
BNI Java Jazz Festival sukses berlangsung selama tiga hari berturut-turut dari tanggal 24-26 Mei 2024. Seperti tahun lalu, festival garapan Java Festival Production ini masih menempati JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Berbeda dengan edisi yang sebelumnya, JJF tahun ke-19 ini menghadirkan hanya 11 panggung, yang terdiri dari Demajors Stage, Wonderful Indonesia Stage, Java Jazz Stage, MLD Spot Stage Bus, Pertamina Hall, MLD Hall, ALL.Com Hall, Hall B2, Brava Hall, Teh Botol Sosro Hall, dan BNI Hall.
Dari semua wujud panggung JJF, kami mengamati perkembangan desain yang signifikan di Java Jazz Stage. Biasanya rigging yang terletak pada sisi kiri dan kanan panggung tampak jelas namun kali ini dihiasi visual penampil yang sedang beraksi.
Di seberang Java Jazz Stage, panggung indoor Teh Botol Sosro Stage juga menampilkan desain panggung yang berbeda. Latar belakang serba putih dengan bentuk prisma membuat tata cahaya di panggung sangat menonjol.
Cukup membahas tentang panggung-panggung. Seperti biasa, kami berhasil menembus area di baliknya untuk menangkap banyak momen para musisi maupun semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan JJF 2024.
Simak langsung di bawah ini.
Hari Pertama
Saat pertama kali menginjakkan kaki di JJF 2024, kami langsung menemui Barry Likumahuwa di MLD Hall. Ia sedang menyiapkan segala keperluan untuk manggung bareng The Rhythm Service dalam panggung bertajuk Salute To The Rollies.
Musisi yang andal permainan gitar bas ini mengaku tidak pernah absen dari JJF sejak pertama kali festival diadakan tahun 2005. Melihat catatannya, tentu ia sudah pernah menghibur penonton dengan format yang beraam.
Menarik kesimpulan bahwa ia merupakan ‘orang lama Java Jazz’, kami pun mendengarkan pendapatnya soal perkembangan festival ini dari tahun ke tahun.
“Sayangnya di Indonesia banyak jazz festival, tapi banyak juga yang akhirnya gak lanjut. Java Jazz salah satu yang bertahan. As a jazz musician, ada idealisme yang harus dikompromi sana-sini tapi at the end of the day setidaknya ada satu nama festival jazz yang berkumandang di Indonesia,” kata Barry.
Dalam pertunjukan Salute To The Rollies, Barry turut menggaet Endah N Rhesa sebagai kolaborator di beberapa lagu yang dibawakan. Kami menanyakan juga soal seberapa penting peran band yang terbentuk tahun 1965 di Bandung tersebut untuk musik Indonesia.
Meskipun Almarhum Ayahnya, Benny Likumahuwa pernah menjadi bagian dari The Rollies, Barry mengaku baru mengenal karya band ini 10-15 tahun terakhir. Ia berusaha mengutarakan pendapat yang tidak bias walau Ayahnya sosok yang berperan di The Rollies.
“Menurut gue, mereka salah satu band yang sangat inovatif. Tahun 60 dan 70-an, mereka udah rilis album dengan konsep brass band. Lalu tahun 1970 sekian, mereka sempat bikin pakai gamelan, salah satu yang pertama lah yang bikin kayak begitu. Jadi mereka sangat fenomenal dan punya sejarah penting buat musik Indonesia,” ucapnya.
Usai mewawancarai Barry, kami menuju Wonderful Indonesia Stage. Di sana bertemu Casté, band yang sempat masuk ke daftar penampil yang wajib ditonton di JJF 2024. Mereka sekaligus mendapat kehormatan untuk tampil pertama alias menjadi band pembuka festival ini.
“Senang banget pastinya. Deg-degan juga karena kami membuka festival Java Jazz ini. Waktu Java Jazz On The Move, rangkaian pre-event sebelum ini, kami juga main di minggu pertama,” ucap Kalya, sang vokalis.
Saat ditanya apa kira-kira alasan Casté bisa manggung di JJF, Dika (gitar) mengatakan, “Kemungkinan Mas Elfa Zulham atau siapa pun kurator dari Java Jazz dengar kami dan ternyata cocok kali sama Java Jazz. Karena kebetulan genre kami juga jazz dan groovy.”
Musisi Matter Mos yang saat kami mewawancarai Casté ada di balik panggung Wonderful Indonesia Stage menjadi sasaran selanjutnya untuk diajak berbincang. Hari itu, ia berkesempatan menjadi kolaborator Mea Shahira di Wonderful Indonesia Stage.
JJF 2024 menjadi tahun kedua sang rapper ikut berpartisipasi. Sebelumnya, ia pernah menjadi kolaborator RL Klav, namun belum pernah tampil atas namanya sendiri, Fadil mengaku, ia sangat suka dengan suasana balik panggung JJF.
“Nyaman. Gak hectic, gak ribet. Terus tempatnya juga proper. Enak sih,” kata Fadil soal suasana di balik panggung JJF.
Fadil yang tepat 2 minggu sebelum JJF merilis lagu “Rudi (Wawancara Liar)” di semua layanan streaming musik juga sempat bercerita soal lagu tersebut.
Lagu ini merupakan salah satu trek di album Lagipula Hidup Akan Berakhir milik Hindia yang beredar tahun lalu dan ditampilkan dalam judul “WAWANCARA LIAR PT. 2”.
Menanggapi perilisan ulang lagu, Fadil mengaku banyak pendengar dan orang di sekitarnya yang khawatir dengan apa yang ia sampaikan di lirik lagu “Rudi (Wawancara Liar)”.
“Gue pun bangga untuk kayak, you know, being the messenger. Karena gue cuma ngomongin apa yang orang pengin omongin,” tegas Fadil.
Pemandangan yang menarik perhatian kami saat berada di area belakang Wonderful Indonesia Stage adalah Bimbim. Pentolan Slank ini hadir bersama keluarga untuk mengantar putri sulungnya, Mezzaluna tampil bersama Mea Shahira.
Mezzaluna mengaku sangat senang anggota keluarganya mau menyempatkan waktu untuk mampir melihat aksi perdananya di JJF. “Deg-degan sebenarnya, tapi jadi lebih semangat pas ngelihat ada mereka di sini,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, solois yang akrab disapa Mezza ini tampil bersama Mea Shahira secara bergantian. Selain bernaung di label musik yang sama, Mea merupakan kakak kelas Mezza semasa duduk di bangku SMP.
“Jadi, kami pas dulu SMP suka disuruh nyanyi jazz gitu sama guru musik. Tiba-tiba sekarang main di Java Jazz,” pungkasnya.
Mea menegaskan, format berbagi panggung yang ia lakukan bersama Mezza benar-benar perdana dilakukan selama mereka berteman. Saat menjalani proses latihan sampai harinya tiba, kedua penyanyi merasa memiliki kecocokan satu sama lain dalam bermusik.
“Of course Mezza has her own show dan aku juga ada show lain juga yang sendiri. Cuma sekali-sekali kalau misalkan buat festival aku senang banget untuk berduet sama dia,” ujar Mea saat ditanya kelanjutan untuk format ini.
Dari Wonderful Indonesia Stage yang ada di garda depan area outdoor, kami masuk lebih dalam ke MLD Spot Stage Bus yang terletak paling ujung untuk menemui duo yang dihuni Inggrid Tamara dan Audree Dewangga bernama Suara Kayu.
Di kesempatan ini, Inggrid dan Dewangga yang sedang menjalani tahap pengerjaan karya musik terbaru sempat memberikan beberapa bocoran untuk konsep materi anyar mereka yang bakal dilepas dalam format album mini.
“Total ada 7 lagu dan 2 sudah rilis. Tadi kami nyanyiin live untuk pertama kali. Di album mini ini, kami lebih ngeband sih. Kalau kemarin kan minimalis ya, sekarang lebih explore banyak musik. Jadi, kami melibatkan anak-anak band juga,” jelas Dewangga.
Kembali ke area depan, kami singgah di Demajors Stage untuk menyaksikan penampilan solois bernama Rimaldi yang saat itu tampil dengan pakaian unik. Musisi bernama asli Daniel ini mengaku baju mandi biru dongker yang ia gunakan malam itu memang pakaiannya setiap manggung.
“Awalnya untuk visualisasi album pertama gue, Awakening dan waktu itu konsepnya adalah gue pengin album ini sangat intimate dan menceritakan dunia melalui kacamata gue. Tapi untuk bisa sampai ke orang-orang, berarti gue harus bikin karakter,” jelas Rimaldi tentang awal mula menggunakan baju mandi.
Momen yang mencuri perhatian selama Rimaldi manggung adalah hadirnya sosok pasangan suami istri, Ken Danuja dan Tara Basro. Dalam obrolan ringan yang tidak direkam, Ken mengatakan Rimaldi terlibat sebagai produser untuk karya musik solonya yang segera rilis.
“Dia udah siapin 5 lagu buat EP. Genre-nya beda-beda semua. EP-nya udah kelar, sekarang lagi tahap mixing dan mastering,” jelas Rimaldi soal pengerjaan karya musik Ken.
Hari Kedua
Di hari kedua, kami mengawali aktivitas liputan JJF 2024 dengan berbincang bersama Nikita Dompas, Program Director Java Jazz Festival. Turut berperan dalam pemilihan lineup lokal dan internasional di JJF, kami menyampaikan rasa ingin tau soal penampil pilihan Nikita yang berhasil memukaunya di panggung.
“Kemarin gue nonton Scary Pockets. Terbaik. Ada Keyon Harrold hari ini. Laufey kemarin yang sendiri oke juga. Hari ini full band sama strings dari Indonesia,” kata Nikita.
Menjalani proses wawancara bersama Pophariini dengan ditemani sang anak, kami juga menanyakan kepada anak perempuan Nikita tentang suka atau tidaknya dengan lineup pilihan sang Ayah. Putrinya tersebut menyambut pertanyaan kami dengan anggukan kepala yang menandakan sepakat dengan barisan penampil pilihan Nikita.
“Baguslah. Kalau gak bagus, gak dikasih duit jajan [tertawa],” canda Nikita.
Gery Gany yang membuka Wonderful Indonesia Stage hari kedua menjadi penampil yang kami wawancara selanjutnya. Duo yang terdiri dari si kembar bernama lengkap Yohanes Gerald Bria Abanit (Gery) dan Petrus Giovani Bria Abanit (Gany) ini mengenakan pakaian yang sangat unik dalam penampilan mereka di JJF 2024.
“Jadi, baju ini adalah hasil karya Erwin Yuan dari Padu Padan Tenun asal NTT, sahabat kami juga. Aku senang banget bisa menggunakan atribut identitas daerah aku. Ini namanya kain tenun dari NTT,” ucap Gany.
Mereka berdua mengatakan sedang masuk tahap penggarapan album penuh perdana yang bakal dipenuhi lagu-lagu bernuansa fun, romantis, dan galau. Meski belum banyak yang bisa dibocorkan, Gany sempat memberi kabar lain yang masih berkaitan dengan perilisan karya.
“Di tanggal 31 Mei ini, aku sama Gery akan merilis lagu ‘Rusuk’ dalam versi bahasa Timur. Judulnya jadi ‘Rusuk Timur’,” ujarnya.
Untuk bertemu dengan Ananda Badudu yang tampil di MLD Spot Stage Bus, kami harus membagi tim karena jadwal yang hampir bersamaan dengan sesi wawancara bersama Gery Gany di area depan.
Cuaca mendung dengan sedikit gerimis Ananda beraksi dirasa sangat cocok dengan kesan yang ia coba sampaikan lewat lagu-lagunya. “Rada dingin, gak panas. Cocok sih buat setlist yang disiapkan,” ucap Ananda untuk aksi perdananya di JJF dan ia mengabarkan sedang proses menulis lagu-lagu baru.
Tak lengkap hadir di tahun ke-19 festival ini tanpa menemui sosok yang bertanggung jawab dalam hal pendokumentasian. Dia adalah Robbie Suharlim selaku Head of Photographer JJF.
Hubungan kerja Robbie dan JJF dimulai tahun 2009 saat ia menjadi salah satu fotografer volunteer. Zaman itu, Robbie mendapatkan informasi mengenai open recruitment fotografer JJF dari Facebook.
“Gue waktu itu lagi giat-giatnya foto wedding, jadi kayak mepet banget. H-1 deadline gue baru ngirim dan benar-benar detik terakhir. Misalnya deadline jam 16.00, gue kayaknya ngirim jam 15.45. Akhirnya keterima, berjalan sampai sekarang dan tahun 2012 ditawarin jadi Head of Photographer,” kenang Robbie.
Saat menjadi volunteer, Robbie bekerja di bawah pimpinan Desainer Grafis JJF bernama Danang. Di masa tersebut, Robbie mengaku banyak mengambil pelajaran dari Danang dalam segi cara mengatur para fotografer agar bisa merasakan mood sebuah festival sesuai kemampuannya.
“Gue menambahkannya lagi, kalau bisa di-develop supaya orang yang ikut itu bisa lebih berkembang lagi. Jangan cuma dapat foto senang-senang doang, tapi dia punya experience yang baru. Yang gue teruskan banyak, tapi banyak juga yang di perjalanan gue modifikasi sesuai dengan kebutuhan,” jelasnya.
Kami juga menanyakan apa saja aspek teknis dan non-teknis yang harus disiapkan oleh para fotografer muda jika ingin bergabung menjadi tim Official Photographer JJF.
Jika dari sisi teknis, Robbie mengatakan butuh orang dengan portofolio bagus yang bisa meng-capture sebuah acara atau festival secara keseluruhan lewat foto-fotonya. Sedangkan untuk non-teknis, ia menitikberatkan aspek orang tersebut harus bisa kerja tim.
“Ini gue nganggepnya tim bola. Kalau gue punya Lionel Messi sama Christiano Ronaldo kebanyakan, tim gue pasti hancur. Secara non-teknis gue memikirkan apakah dia bisa jadi team player atau tidak,” ujar Robbie.
Selain mewawancarai Robbie, kami juga berbincang dengan salah satu anggota timnya, Tubagus Rizky. Fotografer yang akrab disapa Tebe ini memasuki tahun kedua bertugas di JJF. Ia bercerita tentang perbedaan pendekatan saat memotret di JJF dan menjalani tugas sebagai fotografer panggung lain.
“Mungkin lebih agak hati-hati ya, karena penikmatnya ingin banget nikmatin jazz gitu. Jadi gak bisa grasak-grusuk. Harus ngehormatin penonton juga sih,” ucapnya.
Hari ketiga
Matahari yang saat itu sedang tajam-tajamnya menusuk kulit, membuat kami harus menetap di ruang media yang sejuk sembari menunggu penampil pertama.
Detik menikmati pendingin ruangan, kami melihat tim pengurus media JJF sedang mendapatkan arahan dari Rachmatia Kurniawati selaku Head of Promotions JJF. Sama halnya seperti Robbie, Rachmatia atau akrab disapa Tia ini juga mengawali karier di JJF sebagai volunteer.
Ia menyampaikan hal tersebut saat kami temui usai memberikan arahan kepada tim pengurus media.
“Baru menjadi karyawan tuh di 2009 sampai sekarang sih. Basically gak pernah stop, jadi dari 2009 sampai akhirnya di 2018 jadi Head of Promotions,” jelas Tia.
Kami juga mendapatkan informasi dari Tia, bahwa Pophariini merupakan salah satu dari kurang lebih 130 media yang meliput JJF 2024. Jumlahnya yang relatif banyak memantik rasa penasaran kami tentang bagaimana cara menangani media ala Tia.
“Meng-handle media, dulu sama sekarang nih beda banget. Circa 2012 ke bawah, sama pada saat media sosial growing tuh udah beda. Dari cara kami meng-handle di pit aja, itu banyak banget rekan-rekan media yang gak bawa kamera foto profesional. Sedangkan di terms and condition kami, yang bisa masuk pit yang membawa kamera. Dari TnC seperti itu aja harus ada yang disesuaikan (dengan zaman),” jelas Tia.
Ia melanjutkan perbincangan dengan betapa pentingnya peran media di setiap pergelaran JJF dari tahun ke tahun. Tidak membatasi media untuk melakukan peliputan justru memiliki pengaruh yang baik untuk festival.
“Ini udah tahun ke-19 dan kami sadar banget gimana media sangat berperan penting untuk menyebarluaskan informasi tentang festival. Soalnya target market kami sangat luas, jadi gak bisa tuh media yang lifestyle doang atau musik doang,” ungkapnya.
Tidak banyak musisi yang kami wawancara di hari ketiga. Namun ada 2 band dari daerah Jawa Barat yang menarik perhatian kami, The Couch Club (Bandung) dan El Karmoya (Jatinangor).
Bersama The Couch Club, kami membahas tentang bagaimana pengaruh fashion dalam merepresentasikan musik mereka. Hal ini ditanyakan karena kami melihat pakaian para personel yang cukup mengikuti perkembangan tren.
“Kalau dari gue sih, gue bakal nge-quote kata A$AP Rocky, ‘Look how you sound, sound how you look’. It goes hand in hand,” ucap Ghifari Mamora (vokal).
Tampil di Demajors Stage JJF 2024 juga meninggalkan kesan tersendiri bagi The Couch Club. Kalau biasanya berhadapan dengan penonton yang usianya tidak jauh, mereka di JJF berkesempatan unjuk gigi di depan audiens yang tak terduga.
“Yang bikin deg-degan dan pressure sebenarnya itu. Karena umur juga jauh, terus kayak pede gak pede gitu,” ucap Atria (vokal).
Meski begitu, para personel lain menambahkan, bahwa lewat penampilan mereka di JJF, band berharap bisa menjaring pendengar yang baru pula.
El Karmoya menjadi band terakhir yang kami wawancara di JJF 2024. Setelah tahun lalu pernah mengisi panggung yang sama yaitu Demajors Stage, kali ini band mengambil kesempatan untuk menyambut kembalinya sang vokalis, Senor Pablo.
Kami menanyakan ke mana Senor Pablo selama ini. Jawaban ala Spanyol yang dilontarkannya sulit dimengerti hingga gitaris El Karmoya, El Bacho yang membantu untuk mengalihbahasakan ungkapan Senor Pablo.
“Jadi selama 2 tahun ini, dia (Pablo) kerja jadi juru parkir di Mie G*co*n Meksiko,” canda El Bacho.
Kembalinya Pablo diakui para personel membuat penampilan mereka lebih bergairah dibandingkan tahun lalu. Pablo yang tiba-tiba bisa berbahasa Indonesia pun menambahkan, bahwa kehadiran Demajors Stage di JJF terasa seperti rumah bagi El Karmoya.
“El Karmoya terbiasa dengan micro gigs yang pendekatannya secara sosial tuh teman-teman. Dan menurut kami di sini kami kenal dengan audiensnya. Kami enjoy dengan hal itu,” ucap Pablo.
Pablo juga mengatakan, saat teman-temannya tampil di JJF tahun lalu, ia juga memantau di media sosial dan memantik rasa rindu. Pablo menegaskan, dengan penuh canda tentunya, bahwa penampilan El Karmoya tahun ini lebih lengkap dengan kehadirannya.
Dari sekian banyak momen dan perbincangan yang kami abadikan dari para musisi, maupun semua pihak yang terlibat, kami merasa JJF sangat memerhatikan setiap aspek yang ada demi mencapai kesuksesan. Hal ini sejalan dengan perbincangan kami dengan Dewi Gontha, Presiden Direktur PT. Java Festival Production beberapa waktu lalu soal cara menjalankan festival musik. Sampai jumpa di JJF tahun depan!
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Armand Maulana – Sarwa Renjana (EP)
Dengan EP berdosis pop dan unsur catchy sekuat ini, saya jadi berpikir, mungkinkah Armand Maulana berpotensi menjadi the next king of pop Indonesia?
Juicy Luicy – Nonfiksi
Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …