The Cottons – Harapan (EP)
The Cottons, duo Jakarta yang hiatus delapan tahun lalu merilis album mini baru, Harapan (EP). EP indie-pop yang kental nuansa musik pop Indonesia 70an ini justru sukses membawa kita kembali ke awal tahun 2000an.
Terakhir merilis dua single bernuansa twee-pop/indie-pop “Yesterday is Gone” dan “It’s Only a Day” pada tahun 2016. Sempat mencuri perhatian banyak penikmat indie-pop hingga situs Wastedrockers menjuluki the Cottons sebagai “the best thing right now in Jakarta indiepop scene“.
The Cottons mengejutkan pendengarnya dengan single pertama “Harapan” yang berlirik bahasa, dan mengambil banyak pengaruh dari musik pop Indonesia 70an. Lalu merilis album mini dengan lagu “Harapan” jadi judul album sekaligus hadir dalam tiga versi. “Harapan, Pt.1”, “Harapan, Pt.2”, “Harapan, Pt.3”. Penjudulan lagu ini kerap dipakai oleh grup musik rock progresif salah satunya, Pink Flyod. Tidak salah karena lagu “Harapan” Part 1-3 ini hadir bersambung dalam aransemen pop tapi progresif.
Dibuka oleh “Harapan, Pt.1” yang ceria, bersambung ke, “Harapan, Pt.2” yang sendu dan dominan instrumental, kemudian “Harapan, Pt.3” yang optimis dan ditutup oleh “Ashes to Hope” yang bertindak sebagai lagu penutup yang tenang. Namun jangan salah, EP Harapan ini jauh dari aransemen yang tenang.
Dalam durasi lagu rata-rata berdurasi empat sampai lima menitan ini mereka tidak segan-segan memasukan solo gitar panjang dengan musik yang ganjil di tengah lagu serta outro instrumental menggila sepanjang satu menit di akhir “Harapan, Pt.1” yang jadi penyambung ke yang lebih kelam dan dominan instrumental di “Harapan Pt.2”. Pun di separuh lagu kedua ini berbagai part hadir sambung menyambung dengan progresi kord yang berubah-ubah mengiringi bagian instrumen bermain solonya masing-masing.
“Harapan, Pt.3” langsung jadi favorit. Hadir dengan melodi gitar elektrik ber-efek uni-vibe yang basah dan gurih diiringi bassline dan ketukan drum boogie/disko dengan taburan sound synthesizers yang spacey. Di sini vokalis/kibordis Kaneko Pardede dan gitaris/multi-instrumentalis Yehezkiel Tambun bernyanyi bergantian tentang rasa optimistis.
Pemilihan tema harapan adalah hal menarik. Tentang berbagai emosi, mulai dari kesedihan dan kehilangan, harapan hingga kerinduan dan optimisme. Dengan kord yang berubah-ubah khas musik progresif, beberapa kalimat puitis dengan diksi lampau duduk manis dengan musik dan alunan notasi vokal yang catchy.
Dan seribu masa depan bersama / Denganmu oh rinduku / Bila mana hadirmu jauh
Tak kuasa ragu dalam hidupku / Indah surya hari berlalu (Lagu “Harapan, Pt. 3”)
Musik pop dengan lirik Indonesia puitis dan progresi kord progresif ini adalah menu yang sangat lezat. The Cottons banyak bereksplorasi dengan musik pop progresif Indonesia 70an. Ada lompatan estetika yang jauh dari single mereka sebelumnya. Rasanya bak menyimak kompilasi Lomba Cipta Lagu Remaja di era 70an. Baik dari lirik, notasi vokal, sound serta cara mereka memainkan instrumennya.
Sayangnya kesinambungan tema ini terusik oleh lagu penutup Harapan (EP) ini, “Ashes to Hope” yang berbahasa Inggris. Cukup mengusik pola yang sudah terbangun sempurna, lagu keempat ini terasa seperti B-sides yang dimuat ke dalam EP. Meskipun begitu hal ini tidak sampai mengganggu kadar gemilang trilogi, Harapan Pt, 1 – 3. Karena untungnya “Ashes to Hope” pun hadir dengan bagian progresif yang tidak kalah menarik.
Yang juga menarik kehadiran The Cottons ini seperti melengkapi band baru lainnya yang tengah bermunculan. Bervokalis perempuan dan dengan musik retro tempo dulu. Mereka adalah Thee Marloes (Surabaya), dan Yoko City Ghost (Medan). Ini mengingatkan dengan apa yang pernah terjadi di skena musik independen awal 2000an.
Saat itu band-band indie pop bervokalis perempuan di Indonesia bermunculan dan mengeksplorasi jati dirinya dengan menengok musik pop Indonesia 70an. Seperti yang dilakukan Whiteshoes & The Couples Company dan yang pernah terdengar nyaring seperti Laluna (Bandung), The Monophones, ataupun Aurette & The Polska Seeking Carnaval (keduanya dari Jogja). Semua begitu riuh di medio 2000an awal.
Lalu apa yang berbeda dengan The Cottons?
Mereka berhasil mencuri perhatian dengan mengisi kekosongan singgasana musik indie-pop retro dengan vokalis perempuan dalam musik Indonesia saat ini. Tidak hanya sekedar mengisi kekosongan, namun Harapan (EP) The Cottons ini adalah hibrida gemilang antara musik indie-pop dengan upaya revisit musik pop progresif Indonesia 70an.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Daftar Label Musik Independen dari Berbagai Kota di Indonesia 2024
Berbicara tentang label musik tentu bukan hal yang asing lagi bagi siapa pun yang berkecimpung di industri ini. Mengingat kembali band-band yang lekat dengan label raksasa sebagai naungan, sebut saja Dewa 19 saat awal …
Wawancara Eksklusif Kossy Ng dan Dimas Ario Spotify: Edukasi Stream dan Musik Berbayar Masih Jadi Tantangan Besar
Saat menentukan apa saja yang ingin diangkat untuk KaleidosPOP 2024, tim redaksi Pophariini langsung berpikir soal keberadaan platform streaming musik yang menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan perjalanan band dan musisi di era ini. …