Romantic Echoes – Persembahan Untuk Masa Depan
Di album ketiganya, Persembahan Untuk Masa Depan, singer/songwriter/multi instrumentalis ini mengajak pendengarnya masuk kembali ke dalam kisah percintaan dunia surealis ala Romantic Echoes. Meski terkesan monoton karena lagunya serupa, baik mood dan instrumentasinya. Namun tanpa sadar kita akan tersedot pelan-pelan bak pasir hisap.
Persembahan Untuk Masa Depan berisi sembilan lagu, sepenuhnya berlirik Indonesia. Musik pop khas Romantic Echoes dari dua album sebelumnya makin terbentuk. Jejak album perdana, Persembahan Dari Masa Lalu (2020) dengan fusi musik pop, rock dan elektronik; serta album kedua, Paradisa (2022) yang lebih eksperimental, masih terdengar di album ketiganya ini.
Kedewasaan bermusik J. Alfredo alias Romantic Echoes agaknya membuat album ketiga ini lebih tenang dan dan bersahaja, sehingga mengakibatkan (sepintas) terdengar monoton. Itu kesan pertama yang tertangkap saat mendengarkan album ini pertama kalinya.
Empat lagu pertama bertempo serupa mengesankan hal itu. Meskipun “Adegan Pembuka” catchy dan nge-hook, tepat jadi lagu pembuka. Dinamika album baru terasa saat lagu kelima yang nge-rock, “Drama Layar Nyata”. Terdengar seperti The Strokes dan proyek solo David Bayu, DVD Boy. “Terjadi Begitu Saja” pun menampilkan kebisaan J. Alfredo memadukan lagu berstruktur rumit, bisa terdengar nge-pop.
Album ditutup oleh lagu instrumental, “Lautan”. Ini meneruskan tradisi Romantic Echoes yang selalu menutup albumnya dengan lagu instrumental seperti, “Mikasa” (Persembahan Dari Masa Lalu, 2020) dan “Hagi” (Paradisa, 2022). Dari semua itulah kekuatan J. Alfreo meramu musik dengan kedalaman aransemen dan instrumentasi musik dengan mood tenang, dan dengan notasi vokal catchy. Kekuatan ini yang telah menghisap saya sebagai pendengar. Belum lagi soal liriknya.
Pendengar baru atau yang belum terbiasa dengan Romantic Echoes mungkin akan mengerenyitkan alis melihat pemilihan diksi judul lagu yang di tepi batas antara murahan dan estetis. Judul-judul lagu seperti “Adegan Pembuka”, “Pertikaian”, “Ahli Dunia”, dan “Terjadi Begitu Saja” terdengar cocok seperti judul lagu musik pop melayu (tentu tidak ada yang salah dengan pop melayu). Tapi ini bukti keberanian J. Alfredo bermain kata-kata bahasa Indonesia.
Bukan tanpa alasan pula J. Alfredo sesumbar menggunakan nama “romantic” sebagai monikernya karena di album ketiga ini ia membabat habis tema cinta dengan diksinya yang beragam. Tentang kekecewaan terhadap pasangan yang terurai berurai dalam “Adegan Pembuka”, perpisahan dan penerimaan dalam, “Persembahan Untuk Masa Depan”, bangkit mengejar impian dalam, “Esok Kau Kan Terbang”. J. Alfredo juga menulis tentang kekurangan manusia yang manusiawi dalam lirik yang jadi favorit saya, “Ahli Dunia”,
“Imajinasi dan / ahli afirmasi // Dan, kau putuskan / dungu selamanya”.
Warna vokal J. Alfredo pun terasa berkembang. Dalam, “ Adegan Pembuka” ia bernyanyi dengan suara tebal dan sesekali berpindah ke falseto. Bahkan pengaruh vokalis Naif, David Bayu terasa kuat. Begitu pula pemilihan notasi vokal, serta pematahan bait kata-kata bahasa Indonesia yang sangat baik. Hal yang biasanya jadi halangan bagi penulis lirik bahasa Inggris ketika menulis lirik bahasa Indonesia.
Patut diacungi empat buah jempol akan konsistensi dirinya dan eksplorasi dirinya dalam menulis lirik Indonesia. Membuat J. Alfredo sebagai salah satu penulis lirik bahasa Indonesia yang kuat di generasinya saat ini.
Kalaupun ada kekurangan adalah kedalaman tema surealis dan teaterikal yang terasa tanggung. hanya hadir sebatas sampul album dan lagu penutup saja. Padahal sejak album pertama, kedua dan ketiga, konsep tema ilustrasi sampul albumnya dan lagu penutupnya sudah begitu kuat dan surealis.
Melihat potensi dalam tiga album ini akan lebih menarik jika J. Alfredo dengan Romantic Echoes menggali lebih dalam lagi tema surealis yang sudah kuat disajikan melalui visual. Ke depannya sudah waktunya J. Alfredo menggali album berkonsep seperti Titik Api nya Harry Roesli atau Sinestesia nya Efek Rumah Kaca.
Karena entah disengaja atau tidak, penjudulan tiga albumnya Persembahan Dari Masa Lalu (2020) dan Persembahan Untuk Masa Depan (2024) seperti sebuah konsep trilogi Romantic Echoes yang terencana
Bayangkan jika J. Alfredo mengembangkan aransemen musik dan liriknya lebih jauh lagi ke dalam tema surealisme, seperti yang ia lakukan di tiga lagu instrumental di tiga albumnya, beserta visual-visual artworknya.
Setelah album ketiga ini, sudah sepantasnya J. Alfredo melangkah lebih berani lagi. Ketimbang memilih jalan aman dengan terus-terusan menghadirkan lagu-lagu pop khas Romantic Echoes yang sdah kuat.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana
Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu. View this post on Instagram …
I’m Kidding Asal Aceh Tetap Semangat Berkarya di Tengah Keterbatasan
Setelah merilis 2 single bulan Juni lalu, band pop punk asal Aceh, I’m Kidding akhirnya resmi meluncurkan album penuh perdana mereka dalam tajuk Awal dan Baru hari Minggu (10/11). I’m Kidding terbentuk …